p-Index From 2020 - 2025
0.562
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Farmaka
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

ANALISIS EFEKTIFITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK MEROPENEM DAN TIGECYCLINE PADA PASIEN ACUTE RESPIRATORY FAILURE (ARF) DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RS Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG Sry Y. Manurung; Cherry Rahayu; Auliya A. Suwantika
Farmaka Vol 18, No 4 (2020): Farmaka (Suplemen)
Publisher : Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/farmaka.v18i4.42346

Abstract

Kondisi Acute Respiratory Failure (ARF) merupakan salah satu tantangan terbesar di rumah sakit terutama di ICU karena terkait tingginya morbiditas dan mortalitas nya di rumah sakit (Pisani, Corcione , & Nava, 2016). Dari data sensitivitas antibiotik ICU pada pasien ARF, Meropenem dan Tygecycline merupakan antibiotik yang sensitive terhadap berturut-turut 8 dan 10 jenis bakteri yang ada pada sampel kultur pasien ARF. Kedua antibiotik tersebut memiliki harga yang relatif mahal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis manakah nilai cost effectiveness yang lebih tinggi antara antibiotik meropenem dan kombinasi tygacycline pada pengobatan ARF di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung serta melihat probabilitasnya dalam menurunkan leukosit . Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif dari rekam medis pasien, data laboratorium dari website laboratorium RSHS,  data dari Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) periode Januari 2017-Desember 2018 meliputi total biaya medik dari rumah sakit/healthcare perspective serta tarif INA CBGs dari BPJS/payer perspective. Nilai efektivitas pada penelitian ini diukur dalam penurunan leukosit. Hasil menunjukan nilai Average Cost-effectiveness Ratio (ACER) pada penggunaan Meropenem dari payer dan healthcare perspective secara berturut-turut adalah Rp. 22.799 dan Rp. 26.571 per 1 sel leukosit/mm3, lebih tinggi dibandingkan penggunaan Tygecycline yaitu Rp. 8.627 dan Rp. 16.118 per 1 sel leukosit/mm3. Berdasarkan hasil perhitungan Incremental Cost-effectiveness Ratio (ICER), diketahui bahwa jika penggunaan Tygecycline menggantikan Meropenem maka akan menghemat biaya sebesar Rp. 10.558 (payer perspective) dan menyebabkan kerugian Rp. 6.306 (healthcare perspective). Dari model pohon keputusan, penggunaan Tygecycline memiliki probabilitas lebih tinggi dalam menurunkan leukosit dibanding penggunaan Meropenem yaitu berturut-turut 67% dan 56%. Nilai EMV keduanya menunjukkan bahwa impact kerugian pada penggunaan Meropenem (Rp.955.248 per hari) lebih besar dibandingkan pada penggunaan Tygecycline (Rp. 465.330 per hari).
ANALISIS UTILITAS BIAYA ANNUAL POPULATION-BASED SCREENING DIBANDINGKAN DENGAN OPPOTUNISTIC SCREENING DIABETES MELITUS DI INDONESIA MENGGUNAKAN MARKOV MODEL Erick Budiawan; Auliya A. Suwantika; Neily Zakiyah
Farmaka Vol 18, No 4 (2020): Farmaka (Suplemen)
Publisher : Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/farmaka.v18i4.42488

Abstract

Prevelensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun dan berdampak pada tingginya biaya perawatan. Salah satu upaya pencegahan DM yang dapat dilakukan adalah melalui deteksi dini atau skrining. Saat ini di Indonesia menerapakan oportunistic screening dan tidak menerapkan population-based screening. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbandingan efektivitas biaya oportunistic screening dan population-based screening DM di Indonesia serta menganalisis faktor yang paling berpengaruh terhadap nilai incremental cost-effectiveness ratio (ICER). Penelitian ini dilakukan di Universitas Padjadjaran pada november 2020 hingga maret 2021. Nilai efektivitas biaya dihitung berdasarkan Markov model dengan siklus 1 tahun dalam time horizon 19 tahun.  Data yang digunakan sebagai input parameter adalah data epidemiologi, biaya (payer perspective) dan utilitas (QALYs). Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan mempertimbangkan probabilitas transisi antar health states. Hasil ICER akan dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) perkapita sebagai cost-effectiveness threshold. Population-based screening memiliki estimasi total biaya Rp8.530.479 per 13,768 QALYs dan oportunistic screening memiliki estimasi total biaya Rp7.115.974 per 13,743 QALYs. Nilai ICER adalah Rp79.502.211 dan nilai PDB perkapita adalah Rp56.938.723. Dapat disimpulkan bahwa population-based screening DM di Indonesia masih cost-effective apabila menggunakan cost-effectiveness treshold 1-3 PDB perkapita. Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa biaya skrining, kualitas hidup pasien DM komplikasi dengan early maupun late treatment merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap nilai ICER.
PENGARUH KONSELING APOTEKER TERHADAP KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT DAN KONTROL GLIKEMIK PASIEN DM TIPE 2 PADA PROGRAM RUJUK BALIK BPJS KESEHATAN DI PUSKESMAS KOTA BANDUNG Rizky H. Rambe; Keri Lestari; Auliya A. Suwantika; Iis Rukmawati
Farmaka Vol 18, No 4 (2020): Farmaka (Suplemen)
Publisher : Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/farmaka.v18i4.42481

Abstract

Diabetes melitus (DM) tipe 2 merupakan salah satu penyakit kronis yang masuk dalam Program Rujuk Balik (PRB) BPJS Kesehatan karena memerlukan pengobatan dalam jangka panjang. Untuk itu, kepatuhan penggunaan obat merupakan hal yang penting dalam pengobatan DM tipe 2 agar tercapai kontrol glikemik yang lebih baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konseling apoteker terhadap kepatuhan penggunaan obat serta kontrol glikemik pasien DM tipe 2 yang mengikuti PRB BPJS Kesehatan di Puskesmas A dan Puskesmas B di Kota Bandung. Metode penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan metode pretest posttest with control group design dan dilaksanakan pada bulan Februari-April 2019. Pengukuran kepatuhan dilakukan menggunakan kuesioner Medication Adherence Rating Scale (MARS). Subjek penelitian yang masuk dalam kriteria inklusi sebanyak 60 orang. Berdasarkan hasil penelitian, peningkatan rata-rata skor MARS kelompok intervensi adalah 3,23 ± 2,31 lebih tinggi dari kelompok kontrol yaitu 1,07 ± 2,33. Sementara penurunan GDP pada kelompok intervensi sebesar 7,8 ± 57,4 mg/dL, dan kelompok kontrol mengalami kenaikan GDP sebesar 23,7 ± 59,4 mg/dL. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konseling apoteker memberikan pengaruh terhadap kepatuhan penggunaan obat serta kontrol glikemik pasien DM tipe 2 yang mengikuti PRB BPJS Kesehatan.