Indonesia has large fisheries and marine resources. However, most of Indonesia's marine ecosystems are still under threat. One of them is the coast of Lamongan. The damage is caused by destructive fishing using destructive gears such as tiger trawls, cantrang (a modified Danish seine), explosives, and others. Government regulations to prevent those activities have not been effective. Therefore, alternative approaches are needed. One approach to be chosen is the Islamic law approach. Because the Lamongan coastal community has a strong Islamic culture, the Islamic view of destructive fishing is expected to offer a better alternative solution. Therefore, this article examines the ecological ijtihād of Nahdlatul Ulama (NU) and Muhammadiyah ulama in Lamongan. This is empirical legal research, with data from focused-group discussions and in-depth interviews. The study finds that the NU Ulama had issued a fatwa through Bahtsul Masail, stating that preserving marine ecology is the obligation of every Muslim and destructive fishing is prohibited. Meanwhile, Muhammadiyah ulama have not issued fatwas institutionally. Nonetheless, the fatwa of the two communities has become a reinforcement for government policies in preventing marine ecosystems damage through eco-fishing.Keywords: destructive fishing; ecological ijtihād; NU; Muhammadiyah AbstrakIndonesia memiliki sumber daya perikanan dan kelautan yang besar. Namun, sebagian besar ekosistem laut Indonesia masih terancam di antaranya di pesisir Lamongan. Kerusakan ini disebabkan oleh penangkapan ikan yang merusak dengan menggunakan alat tangkap yang merusak seperti pukat harimau, cantrang, bahan peledak dan lainya. Pencegahan aktivitas tersebut dengan peraturan pemerintah tidak berjalan efektif. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan alternatif yang lebih efektif. Salah satu pendekatan yang dapat dipilih adalah pendekatan hukum Islam karena masyarakat pesisir Lamongan mempunyai kultur keislaman yang kuat. Artikel ini mengkaji ijtihād ekologis ulama pesisir Lamongan yang berafiliasi NU dan Muhammadiyah. Penelitian dilakukan dengan pendekatan yuridis-empiris, dengan data didapatkan dari diskusi kelompok dan wawancara mendalam. Penelitian ini menemukan bahwa Ulama NU di Paciran Lamongan telah mengeluarkan fatwa melalui Bahtsul Masail yang menyatakan bahwa menjaga kelestarian ekologi laut adalah kewajiban setiap umat Islam sehingga destructive fishing dilarang. Sementara ulama Muhammadiyah belum mengeluarkan fatwa secara kelembagaan, namun mayoritas secara pribadi menyatakan bahwa kegiatan tersebut juga dilarang. Meskipun demikian, fatwa kedua komunitas tersebut menjadi penguat bagi kebijakan pemerintah dalam mencegah kerusakan ekosistem laut melalui eco-fishing.Kata Kunci: destructive fishing; ijtihād ekologi; NU; Muhammadiya