ILG Nurtjahjaningsih, ILG
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

KERAGAMAN GENETIK POPULASI Calophyllum inophyllum MENGGUNAKAN PENANDA RAPD (RANDOM AMPLIFICATION POLYMORPHISM DNA) Nurtjahjaningsih, ILG
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol 9, No 2 (2015): Jurnal pemuliaan Tanaman Hutan
Publisher : BBPPBPTH

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (176.852 KB)

Abstract

Calophyllum inophyllum atau nyamplung tersebar secara alami dan luas di hampir seluruh pantai di Indonesia. Keragaman genetik merupakan pertimbangan penting dalam mendukung keberhasilan strategi pemuliaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman genetik di dalam populasi dan kedekatan genetik antar populasi nyamplung. Contoh daun digunakan sebagai cetakan DNA; dikumpulkan dari 10 populasi alam dan 1 populasi hutan tanaman. Lima penanda RAPD (random  amplified  polymorphism  DNA)  yang  terdiri  dari  30  lokus  polimorfik  digunakan  untuk analisis  genetik.  Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa  keragaman  genetik  di  dalam  populasi nyamplung  termasuk  dalam  nilai  rendah  sampai  sedang  (rerata  HE=0,186).  Alel  privat  tidak ditemukan pada setiap populasi. Analisis AMOVA (analysis of molecular variance) menunjukkan perbedaan genetik antar pulau tidak memberikan nilai yang signifikan terhadap keragaman genetik; nilainya dipengaruhi oleh perbedaan antar populasi dan individu pohon. Jarak genetik antar populasi termasuk dalam nilai yang rendah sampai sedang (rerata Da=0,250). Analisis klaster membagi 11 populasi menjadi dua klaster; klaster I terdiri dari populasi Selayar, Lombok, Gunung Kidul dan Padang, klaster II terdiri dari populasi Way Kambas, Madura, Ketapang, Dompu, dan Yapen. Kedekatan genetik antar populasi tidak berhubungan dengan kedekatan posisi geografi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa keragaman genetik di dalam populasi dan kedekatan genetik antar populasi nyamplung termasuk dalam nilai sedang. Satuan seleksi dalam strategi pemuliaan harus mempertimbangkan keragaman genetik dalam tingkat populasi atau individu pohon.
The Performance of Legume and Non-legume Trees under Dry Karst Areas Hendrati, Rina Laksmi; Baskorowati, Liliana; Mashudi, Mashudi; Nurtjahjaningsih, ILG; Pudjiono, Sugeng; Setiadi, Dedi; Sumardi, Sumardi; Pujiono, Eko; Nuringtyas, Tri Rini; Wibisono, Mochamat Gunawan
Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 30 No. 2 (2024)
Publisher : Institut Pertanian Bogor (IPB University)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.7226/jtfm.30.2.265

Abstract

Karst areas in Indonesia are arid landscapes with water-use limitations because of dissolved carbonates. Long-term water scarcity stunts plant growth and often kills them. For tropical karst forestry-greening, the three best legume and three best non-legume species from a previous trial comprising 20 species were compared. Since October 2011, seedlings of the top three non-legume, species Aleurites mollucana, Sterculia foetida, and Alstonia scholaris, and three legume species, Acacia auriculiformis, Cassea seamea, and Acacia mangium, have been grown for four months. In January 2012, field trials were established at two dry karst locations, i.e., Pracimantoro, Central Java, and Bunder, Gunung Kidul Yogyakarta. A randomized block design was used to raise 1.764 seedlings at the two sites with 7×7 plots, 3×3 spacing between trees, and three blocks. After 10 months, legumes and non-legumes differed greatly in all growth parameters. These disparities lasted up to 30 months, when trees should have adapted to their new surroundings. After seven years of planting, legume trees raised the soil's organic matter concentration from low to medium, making it more fertile, similar to soil from intensive agricultural regions. Thus, early or mixed legume plantings on tropical karst sites may aid in better re-greening than the establishment of non-legumes.