Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

COMPARISON OF GOVERNMENT SYSTEMS BETWEEN MALAYSIAN AND INDONESIAN Dian Herlambang Dian; Muhadi Muhadi; Iskandar Muda; Raesitha Zildjianda
PRANATA HUKUM Vol. 18 No. 1 (2023): Januari
Publisher : Law Faculty of Universitas Bandar Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36448/pranatahukum.v18i1.301

Abstract

In general, the Malaysian legal system is influenced by the British Common Law System legal tradition, while the Indonesian legal system adopts more of the Dutch civil law system tradition. In addition, the Islamic legal system and the customary law system also influence the national laws of each country. The comparative study of the constitutional law systems of Malaysia and Indonesia is a study of constitutional law using normative law research methods with a comparative law approach to examineWhat are the differences in the form of the state between Indonesia and Malaysia and how are the differences in the system of government between Indonesia and Malaysia. Based on the results of research through liberary research it was found that the institutional formats of Malaysia and Indonesia have differences both in terms of the form of the state and the system of government. Malaysia is a country that adheres to a federal type of state which includes a federal state and a state with a democratic monarchy system of government. While the State of Indonesia, in the form of a unitary state which includes central government and autonomous regions with a republican system of government with the principles of constitutional democracy.
Implementasi Hukum Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Dilaksanakan Notaris Terhadap Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Melalui Aplikasi Go-AML Berdasarkan Peraturan PPATK Nomor 3 Tahun 2021 Muammar Khadafi; Iskandar Muda; Irwan Santosa
Jurnal Hukum dan HAM Wara Sains Vol 2 No 09 (2023): Jurnal Hukum dan HAM Wara Sains
Publisher : Westscience Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58812/jhhws.v2i09.614

Abstract

Prinsip mengenali Pengguna Jasa diterapkan dalam jabatan notaris dalam rangka melaksanakan ketentuan Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan Permenkumham No 9 Tahun 2017, yang mana Notaris wajib menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa. Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi Notaris merupakan bagian dari upaya adanya penggunaan jasa notaris oleh para pelaku TPPU dengan melakukan identifikasi, verifikasi dan pemantauan identitas serta dokumen pada pengguna jasa Notaris. Dilibatkannya notaris sebagai pihak pelapor dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang memunculkan kewajiban baru bagi notaris untuk menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa dan melaporkan setiap transaksi yang dinilai mencurigakan kepada Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan, Pelaporan yang dilakukan notaris dilaksanakan melalui aplikasi yang telah dibuat oleh PPATK yakni aplikasi Go-AML aplikasi, pelaksanaan aplikasi Go-AML bagi notaris  diatur berdasarkan peraturan PPATK Nomor 3 Tahun 2021. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis terkait implementasi hukum prinsip mengenali pengguna jasa dalam hal untuk mencegah Tindakan TPPU dan Tipikor di dalam pelaksanaan tugas jabatan notaris dan untuk menganalisis pelaksanaan laporan transaksi keuangan mencurigakan berdasarkan ketentuan peraturan PPATK Nomor 3 Tahun 2021 tenang Pelaksanaan Aplikasi Go-AML. Pada penelitian ini digunakan pendekatan yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini yaitu pelaksanaan tugas jabatan notaris dalam prinsip mengenali pengguna jasa yakni tidak melanggar ketentuan dari pasal 16 ayat 1 huruf (f)  Undang – Undang jabatan notaris bahwa pelaksanaan prinsip mengenali pengguna jasa melahirkan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi notaris dan aplikasi Go-AML dinilai memiliki keunggulan dalam kemudahan dan sistem keamanan yang dilaporkan oleh pelapor melalui aplikasi tersebut dari aplikasi sebelumnya yang dikeluarkan oleh PPATK yakni GRIPS.
Kepastian Hukum Atas Perjanjian Pengikatan Jual Beli Yang Dibuat Dihadapan Notaris Dalam Perkara Di Pengadilan Negeri Akibat Adanya Wanprestasi Alfiano Yusuf Setyawan; Iskandar Muda; Irwan Santosa
Jurnal Hukum dan HAM Wara Sains Vol 2 No 09 (2023): Jurnal Hukum dan HAM Wara Sains
Publisher : Westscience Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58812/jhhws.v2i09.615

Abstract

Rumah merupakan kebutuhan dasar di samping sandang dan pangan yang harus dimiliki oleh masyarakat untuk kelangsungan hidupnya. seringkali rumah yang ditawarkan oleh pihak pengembang itu masih kondisi belum terbangun yaitu masih berupa kavling-kavling tanah. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) berisi mengenai hak-hak dan kewajiban para pihak yang dituangkan dalam Akta Jual Beli dan kemudian ditandatangani oleh para pihak dan saksi-saksi. Di dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli memuat perjanjian-perjanjian seperti harga, jangka waktu pelunasan, kewajiban para pihak, pembatalan pengikatan, penyelesaian pengikatan dan lain-lain, PPJB itu sendiri adalah perjanjian antara penjual dan pembeli sebelum dilaksanakan jual beli dikarenakan adanya unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk jual beli tersebut. Dalam suatu perolehan atas tanah dengan jual beli ini memerlukan adanya proses tertentu yang dilakukan di hadapan Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) guna dilakukannya peralihan dan pendaftaran tanahnya di kantor pertanahan sebagai dasar kepastian hukumnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan menganalisis kedudukan hukum perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat oleh Notaris dan Mengkaji bentuk interpretasi hukum atas perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat oleh notaris dari wanprestasi atas putusan pengadilan. Pada penelitian ini digunakan pendekatan yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini yaitu Unsur kepastian hukum dalam akta perjanjian pengikatan jual beli didapat dari dua hal, yaitu karena dibuat secara notariil yang merupakan akta otentik dimana sesuai dengan pasal 1870 KUHPerdata, akta otentik memberikan kekuatan pembuktian yang sempurna, dan Hakim menggunakan Interpretasi Restriktif dan Ekstensif, dalam penafsiran Ekstensif ada batas-batas yang ditetapkan oleh interpretasi gramatikal.
Constitutional Authority Based on the Constitutional Court Decision in Indonesia Iskandar Muda; Bintan R. Saragih; Ferry Edwar
Fiat Justisia: Jurnal Ilmu Hukum Vol 17 No 3 (2023): Issue In progress (July 2023)
Publisher : Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25041/fiatjustisia.v17no3.2636

Abstract

At least there has been a development regarding the constitutional authority of the Constitutional Court in four ways based on its decision. It is also true that the Constitutional Court's decision is final and binding, but not in the sense of not being examined further. This study uses normative research methods. The results revealed four developments in the constitutional authority of the Constitutional Court in three ways: passive, active, and passive-active methods. Furthermore, it was also revealed; that there are also development efforts that have occurred more than once in the same matter. Therefore, in the future when the Constitutional Court decides on cases related to its authority, ideally by observing the limiting signs of the previous decision and considering the three basic characteristics of constitutional interpretation. Likewise, in the future there is another development regarding the constitutional authority of the Constitutional Court. In that case, it is appropriate to also pay attention to the three basic characteristics of constitutional interpretation.
Implikasi Akta Notaris Yang Tidak Menerapkan Prinsip Kehati-Hatian (Studi Putusan Nomor 2750 K/PDT/2018) Athifa Isro Aini; Iskandar Muda; Chandra Yusuf
Syntax Idea 6244-6263
Publisher : Ridwan Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Notaris yang kurang berhati-hati dalam menjalankan jabatannya dalam membuat akta otentik sering menyebabkan timbulnya suatu permasalahan hukum dikarenakan dokumen maupun keterangan yang diberikan penghadap ternyata palsu, bahkan sering terjadinya notaris yang sebenarnya mengetahui bahwa keterangan maupun dokumen yang diberikan tidak benar, ataupun akta yang dibuat oleh Notaris tersebut tidak memenuhi aturan. Permasalahan dalam tesis ini, mengenai kedudukan akta perjanjian sewa menyewa yang dibuat Notaris tidak menerapkan prinsip kehati-hatian (Prudentiality Principle) dan akibat hukum terhadap Notaris terkait akta perjanjian sewa menyewa tidak menerapkan prinsip kehati-hatian (Prudentiality Principle). Tesis ini, menggunakan metode penelitian hukum normatif (kepustakaan) dengan analisis secara kualitatif untuk mendapatkan kesimpulan tentang kedudukan akta perjanjian sewa menyewa yang dibuat Notaris tidak menerapkan prinsip kehati-hatian (prudentiality principle) menjadi batal demi hukum dan tidak mengikat bagi para pihak dalam perjanjian sewa menyewa dikarenakan sebelumnya objek sewa menyewa telah dialihkan melalui jual beli, sehingga pihak yang menyewakan tidak punya hak untuk melakukan sewa menyewa kepada orang lain. Akibat hukum terhadap Notaris terkait akta perjanjian sewa menyewa tidak menerapkan prinsip kehati-hatian (Prudentiality Principle) yaitu Notaris dapat dimintakan pertanggungjawaban secara perdata dan UUJN serta kode etik dikarenakan dalam membuat akta sewa menyewa menerima bukti kepemilikan sertipikat berupa fotokopian.