Jumlah kendaraan bermotor terus meningkat di Indonesia. Peningkatan ini menjadikan kebutuhan akan ketertiban lalu lintas semakin sulit untuk didapati. Ketidakmampuan Polisi Lalu Lintas untuk berada setiap waktu di sepanjang jalan untuk menertibkan kendaraan-kendaraan yang berlalu lalang, menjadikan kesempatan bagi beberapa oknum untuk berperan dalam mengatur lalu-lintas, oknum ini kerap disapa sebagai Tenaga Sukarela Pelintas Jalan. Tujuan penelitian ini untuk mengungkap secara Yuridis Keberadaan Tenaga Sukarela Pelintas Jalan, Khususnya di Jalan Raya Porong Kabupaten Sidoarjo serta menganalisis Pertanggungjawaban Pidana Tenaga Sukarela Pelintas Jalan bilamana terjadinya sebuah pelanggaran dan kecelakaan. Penelitian ini adalah Penelitian Yuridis Sosiologis dengan pendekatan berdasarkan Perundang-Undangan atau Statue Approach. Adapun Metode Analisis yang digunakan adalah Deskriptif Kualitatif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, disimpulkan bahwa: Pertama, Tenaga Sukarela Pelintas Jalan tidak memiliki dasar hukum untuk melakukan pengaturan lalu lintas. Selain itu Tenaga Sukarela Pelintas Jalan tidak semestinya menyebabkan gangguan fungsi jalan, seperti tertulis dalam Pasal 12 Undang-undang No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, dan Pasal 28 Undang-undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Selain itu di dalam Pasal 13 ayat 1 Peraturan Daerah Kota Sidoarjo No. 10 Tahun 2013 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat. Kedua Tenaga Sukarela Pelintas Jalan juga dapat dikenakan jerat Pidana, yaitu pada pasal 359 dan 360 KUHP apabila terjadinya suatu kecelakaan yang disebabkan karna Kelalaian Tenaga Sukarela Pelintas Jalan. Namun hal ini juga bisa melalui pendekatan Restorative Justice, seperti yang diatur dalam pasal 10 huruf B Peraturan Kepolisian No. 8 Tahun 2021 Tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.