Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Asas-Asas Hukum Administrasi Negara Edho Rizky Ermansyah
AL WASATH Jurnal Ilmu Hukum Vol 3 No 2 (2022): Acces to Justice
Publisher : Prodi Ilmu Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47776/alwasath.v3i2.616

Abstract

Asas-Asas Hukum Administrasi Negara merupakan hal dasar yang harus dipelajari oleh para mahasiswa hukum. Dan dalam buku yang berjudul Asas-Asas Hukum Administrasi Negara karya Muhtar Said isinya memang menyajikan hal itu. Tetapi ada beberapa kekuarangan terhadap buku ini karena tidak lebih lanjut membahas Mengenai hal-hal kekininan dan perkembangan sistem ketatanegaraan di Indonesia. Padahal kedua hal tersebut penting untuk ditulis supaya mahasiswa langsung bisa menerapkan teori yang dipejari.
NORMA TANPA SANKSI: POLEMIK “KUOTA GENDER” DALAM UNDANG-UNDANG DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KPU SEBAGAI SELF-REGULATORY BODY Ida Budhiati; Edho Rizky Ermansyah; Prabowo, Rian Adhivira
Bahasa Indonesia Vol 6 No 1 (2024): Electoral Governance: Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Publisher : Komisi Pemilihan Umum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46874/tkp.v6i1.1317

Abstract

Tulisan ini mengeksplorasi kedudukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku self-regulatory body. Lebih spesifiknya, sejauh apa kewenangan KPU untuk menerjemahkan norma Undang-Undang ke dalam regulasi pelaksana. Kajian dilakukan dengan berangkat pada polemik “kuota gender” dalam Pemilu 2024. Metode penulisan dilakukan melalui pendekatan hukum doktrinal, yaitu mengkaji hukum positif dengan mengolah dokumen-dokumen hukum yang tersedia. Dalam pembahasannya, norma Undang-Undang tidak mengatur tentang metode penghitungan dan sanksi untuk pemenuhan kuota gender. Melalui pembacaan ilmu perundang-undangan secara historikal-sistematik dalam norma Pemilu pasca-reformasi, ditemukan setidaknya dua pola. Pertama, dimana KPU menerapkan metode pembulatan atas-bawah dengan tanpa sanksi (Pemilu 2009 dan 2024), dan kedua, kebijakan pembulatan ke bawah yang disertai dengan sanksi (Pemilu 2014 dan 2019). Kajian ini menunjukkan bahwa polemik regulasi kuota gender dalam PKPU 10/2023 untuk Pemilu 2024 membawa babak baru kelembagaan KPU. Berbekal dengan preseden legislasi maupun yudisial dari Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, kajian ini memberikan dua sisi kesimpulan. Pada satu sisi, meskipun kebijakan kuota gender oleh KPU pada Pemilu 2024 dinyatakan keliru, namun pada sisi yang lain justru sekaligus menguatkan kedudukan KPU sebagai self-regulatory body.
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 53PUU-XV2017 SEBUAH PERJALANAN MENJADI PESERTA PEMILU 2019 Edho Rizky Ermansyah
Indonesian State Law Review Vol. 3 No. 1 (2020): Indonesian State Law Review, 2020
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/islrev.v3i1.22995

Abstract

Political parties have a long way to go to be seen as election participants. Some several stages and mechanism must be taken: registration, administrative research, factual levers. The construction of political party registration for the 2019 general election is regulated in Article 173 paragraph (1) and 173 paragraph (3) of Law Number 7 of 2017 concerning General Election. The two provisions of the norm of the article are then subject to review at the Constitutional Court. The Petitioner in this case is the Ideal Party represented by the General Chairman. The Constitutional Court then granted the petitioner's petition partially with the articles being tested as long as the phrase “already determined” in Article 173 paragraph (1) does not have binding legal force and Article 173 paragraph (3) has no binding legal force