Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

TINJAUAN YURIDIS PERNIKAHAN SIRI DARI SEGI HUKUM PERDATA DAN HUKUM PIDANA Arina Novitasari; Dian Rosita; Muhammad Ayub
JURNAL KEADILAN HUKUM Vol 4, No 1 (2023): JURNAL KEADILAN HUKUM
Publisher : JURNAL KEADILAN HUKUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Menikah siri atau sering dikenal dengan nikah siri di Indonesia bukanlah hal baru bahkan semakin mencuat dikalangan masyarakat. Nikah siri yang kerapkali terjadi diberbagai wilayah sering dijadikan sebagai alternatif mengantisipasi pergaulan bebas dan biasanya dilakukan oleh anggota masyarakat yang ingin berpoligami atau ingin beristri lebih dari satu. Berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia, hukum perkawinan pada dasarnya menganut asas monogami, artinya adalah hanya memberikan peluang seorang pria untuk mempunyai seorang istri, begitu juga sebaliknya. Jika menganut asas terebut maka nikah siri adalah perkawinan yang dilakukan tanpaadanya pencatatan perkawinan dicatatan sipil bagi non muslim, sedangkan bagi muslim perkawinannya tidak dicatat di Kantor Urusan Agama (KUA). Fenomena pernikahan siri di Indonesia sendiri ternyata memiliki konsekuensi secara pidana maupun perdata. Oleh karenanya perlu adanya kajian secara spesifik tentang adanya perilaku pernikahan siri di masyarakat untuk membantu menyelesaiakan konflik tentang akibat hukum nikah siri dari kacamata hukum perdata maupun hukum pidana. Metode yang digunakan dalam kajian ini menggunakan metode yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa  seorang pria beristri melakukan poligami dengan cara nikah siri tanpa adanya restu dari istri pertama maka itu urusan hukum administrasi. Dalam hal ini, menilai nikah siri masuk dalam ranah hukum perdata karena pihak istri merasa dirugikan tanpa adanya persetujuan tersebut. Kemudian Pria yang sudah berumah tanggga dan melakukan perkawinan tanpa seijin istri pertamanya dapat dijerat dengan Pasal 279 KUHP. Namun Jika seorang Pria atau wanita melakukan hubungan seks bukan dengan pasangannya dapat dijerat Pasal 284 KUHP. Kemudian berdasarkan UU No. 22 Tahun 1946 sanksi pidana bukan hanya ditujukan bagi pelaku Nikah siri saja tetapi juga orang yang menikahkannya.Kata Kunci : Nikah Siri, Pidana Perdata
KEKUATAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA JUAL BELI TANAH DI BADAN PERTANAHAN NASIONAL KUDUS Arina Novitasari; Seno Ardiyanto
JURNAL KEADILAN HUKUM Vol 1, No 2 (2020): JURNAL KEADILAN HUKUM
Publisher : JURNAL KEADILAN HUKUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perjanjian jual beli tanah memiliki banyak resiko yang akan dihadapi, resiko tersebut dapat menjadikan perjanjian jual beli tanah itu menjadi sengketa, disini Badan Pertanahan Nasional berperan menyelesaikan permasalahan di bidang pertanahan secara tuntas. Penyelesaian yang dilakukan Badan Pertanahan Nasional dengan cara mediasi kedua pihak yang bersengketa, jika pada saat mediasi yang dilakukan Badan Pertanahan Nasional tersebut berhasil selanjutnya dibuatlah akta dading (akta mediasi) oleh notaris yang disaksikan oleh kedua pihak yang bersengketa dan Badan Pertanahan Nasional, selanjutnya akta dading (akta mediasi) didaftarkan di Pengadilan agar mendapat kekuatan hukum dan kepastian hukum. Kekuatan akta mediasi sama seperti putusan hakim di Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, putusan atau perjanjian tersebut harus segera dilaksanakan jika tidak dapat dimintakan eksekusi. Metode pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris. Metode ini menggunakan teknik wawancara dalam mengumpulkan data. Pendekatan empiris. Hasil dari penelitian ini adalah pertama Kewenangan Badan Pertanahan Nasional terhadap penyelesaian masalah dengan cara mediasi dapat memberikan pengaruh terhadap putusan penyelesaian masalah sehingga di samping dapat mewujudkan keadilan dan kemanfaatan, kedua Notaris sebagai pejabat umum memiliki kewenangan dalam membuat akta dading (akta mediasi) yang dibuat dihadapan notaris dalam penyelesaian sengketa tanah melalui mediasi sebagai akta otentik dengan memenuhi persyaratan bahwa akta tersebut dibuat oleh notaris berdasarkan keterangan para pihak
PERJANJIAN PRA NIKAH SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HARTA BAWAAN DALAM PERKAWINAN Dian Rosita; Arina Novitasari; Muhammad Zainuddin
Smart Law Journal Vol. 1 No. 1 (2022): Februari 2022
Publisher : Universitas Karya Husada Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perjanjian Pra Nikah adalah perjanjian yang dibuat sebelum dilangsungkannya pernikahan dengan tujuan untuk melindungi hak dan kewajiban suami istri setelah menikah. Isi Perjanjian Pra Nikah biasanya meliputi pemisahan harta sebelum pernikahan, pemisahan hutang sebelum pernikahan, selama pernikahan, atau bahkan setelah perceraian. Melalui perjanjian ini, masing-masing pihak dapat menentukan harta bawaan masing-masing suami istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan berada di bawah penguasaan masing-masing sepanjang tidak ditentukan lain. Perjanjian Pra Nikah ini banyak dipilih untuk calon pasangan yang salah satu atau keduanya punya resiko tinggi dalam pengelolaan keuangan, misalnya calon pasangan  seorang politikus atau pengusaha. Metode yang digunakan dalam kajian ini menggunakan metode yuridis normatif. Perlindungan hukum terhadap harta bawaan dalam perjanjian Pra Nikah bertujuan untuk memproteksi terhadap harta masing-masing calon pasangan dimana para pihak dapat menentukan harta bawaan masing-masing, hutang yang dimiliki calon pasangan menjadi tanggung jawab masing-masing, menjamin berlangsungnya harta peninggalan keluarga serta menghindari motivasi perkawinan yang tidak sehat. Akibat hukum dari Perjanjian Pra Nikah terhadap harta bawaan dalam perkawinan, baik harta yang diperoleh dari usaha masing-masing maupun dari hibah, warisan ataupun cuma-cuma yang diperoleh masing-masing selama perkawinan berada dalam penguasaan masing-masing kecuali ditentukan lain.
Penerapan Diversi dalam Penetapan Nomor 5/Pen.Div/2023/PN Kot Jo Nomor 18/Pid.Sus-Anak/2023/PN Kot Ulin Najikhah; Arina Novitasari; Dika Anggara Putra; Dian Rosita
Politika Progresif : Jurnal Hukum, Politik dan Humaniora Vol. 2 No. 1 (2025): Maret: Politika Progresif : Jurnal Hukum, Politik dan Humaniora
Publisher : Lembaga Pengembangan Kinerja Dosen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62383/progres.v2i1.1367

Abstract

The application of diversion in the juvenile criminal justice system aims to prevent children from undergoing formal legal proceedings that could negatively impact their development. This study analyzes the implementation of diversion in Decision Number 5/Pen.Div/2023/PN Kot Jo and Number 18/Pid.Sus-Anak/2023/PN Kot, involving a 15-year-old minor as the perpetrator of a minor offense. The study highlights the judge's considerations in determining diversion, including the child's age, the type of offense, and the offender's social background. Furthermore, this research examines how the principles of restorative justice are applied through diversion deliberations involving the offender, the victim, their families, and other relevant parties. The findings indicate that diversion in this case successfully reached a voluntary agreement, requiring the offender to return the item and compensate the victim. This agreement not only aims to prevent the negative impact of formal judicial proceedings but also provides an opportunity for the child to rehabilitate and reintegrate into society. These findings emphasize that when implemented effectively, diversion mechanisms can serve as an efficient solution for resolving juvenile delinquency cases without resorting to litigation.
Harta Benda dalam Perkawinan Ulya Shafa Firdausi; Dian Rosita; Arina Novitasari; Maslikan, Maslikan
Politika Progresif : Jurnal Hukum, Politik dan Humaniora Vol. 1 No. 4 (2024): Desember : Politika Progresif : Jurnal Hukum, Politik dan Humaniora
Publisher : Lembaga Pengembangan Kinerja Dosen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62383/progres.v1i4.1372

Abstract

Marriage is a physical and spiritual bond between a man and a woman, aimed at forming a happy and lasting family. In marriage, property plays a crucial role and is legally classified as either joint property or personal property, as regulated in Law No. 1 of 1974 and the Compilation of Islamic Law (KHI). However, property ownership often becomes a source of conflict, sometimes leading to divorce.The legal status of property after divorce depends on the applicable legal framework, whether Islamic law, customary law, or the Civil Code (KUHPerdata). To prevent disputes, couples may establish a prenuptial agreement to regulate property ownership and division. This study employs a normative juridical method by analyzing primary, secondary, and tertiary legal materials. The research aims to provide an understanding of the legal status of property in marriage and the importance of prenuptial agreements in avoiding conflicts and ensuring a harmonious household.