Articles
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DOKTER TERHADAP PENGOBATAN PASIEN COVID-19 DI RUMAH SAKIT
Dian Rosita
Legal Standing : Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 2 (2020): September
Publisher : Universitas Muhammadiyah Ponorogo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24269/ls.v4i2.3101
Dokter merupakan profesi yang berada di garis terdepan yang berhadapan langsung Covid-19. Berjibaku dalam membantu kesembuhan Pasien Covid-19. AdakalanyaDokter harus mengorbankan nyawanya demi melindungi masyarakat dari persebaranCovid-19. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yuridis normatifyang bersifat deskriptif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatankasus. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan sekunder, bahanhukum primer meliputi peraturan perundang-undangan dan dokumen medical recordpasien dengan gejala infeksi Covid-19 dan bahan hukum sekunder berupa jurnal-jurnalhukum yang berisi tentang referensi mengenai perlindungan hukum bagi Doktermaupun tentang virus corona. Hasil penelitian menyebutkan bahwa Standar ProsedurOperasional merupakan pedoman bagi Dokter yang harus dipegang dalam rangkamengemban tugas profesinya memenuhi unsur kehati-hatian, harus ditumbuhkan sikapsaling menghargai dan memanusiakan manusia melalui transparansi dalam Anamneseantara Dokter dan Pasien serta Medical Record sebagai media pencatatan riwayatkesehatan pasien Covid-19 merupakan dokumentasi yang penting sebagai obyek risetdan sebagai bahan referensi pengembangan ilmu kedokteran.
TINJAUAN YURIDIS PERNIKAHAN SIRI DARI SEGI HUKUM PERDATA DAN HUKUM PIDANA
Arina Novitasari;
Dian Rosita;
Muhammad Ayub
JURNAL KEADILAN HUKUM Vol 4, No 1 (2023): JURNAL KEADILAN HUKUM
Publisher : JURNAL KEADILAN HUKUM
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Menikah siri atau sering dikenal dengan nikah siri di Indonesia bukanlah hal baru bahkan semakin mencuat dikalangan masyarakat. Nikah siri yang kerapkali terjadi diberbagai wilayah sering dijadikan sebagai alternatif mengantisipasi pergaulan bebas dan biasanya dilakukan oleh anggota masyarakat yang ingin berpoligami atau ingin beristri lebih dari satu. Berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia, hukum perkawinan pada dasarnya menganut asas monogami, artinya adalah hanya memberikan peluang seorang pria untuk mempunyai seorang istri, begitu juga sebaliknya. Jika menganut asas terebut maka nikah siri adalah perkawinan yang dilakukan tanpaadanya pencatatan perkawinan dicatatan sipil bagi non muslim, sedangkan bagi muslim perkawinannya tidak dicatat di Kantor Urusan Agama (KUA). Fenomena pernikahan siri di Indonesia sendiri ternyata memiliki konsekuensi secara pidana maupun perdata. Oleh karenanya perlu adanya kajian secara spesifik tentang adanya perilaku pernikahan siri di masyarakat untuk membantu menyelesaiakan konflik tentang akibat hukum nikah siri dari kacamata hukum perdata maupun hukum pidana. Metode yang digunakan dalam kajian ini menggunakan metode yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa seorang pria beristri melakukan poligami dengan cara nikah siri tanpa adanya restu dari istri pertama maka itu urusan hukum administrasi. Dalam hal ini, menilai nikah siri masuk dalam ranah hukum perdata karena pihak istri merasa dirugikan tanpa adanya persetujuan tersebut. Kemudian Pria yang sudah berumah tanggga dan melakukan perkawinan tanpa seijin istri pertamanya dapat dijerat dengan Pasal 279 KUHP. Namun Jika seorang Pria atau wanita melakukan hubungan seks bukan dengan pasangannya dapat dijerat Pasal 284 KUHP. Kemudian berdasarkan UU No. 22 Tahun 1946 sanksi pidana bukan hanya ditujukan bagi pelaku Nikah siri saja tetapi juga orang yang menikahkannya.Kata Kunci : Nikah Siri, Pidana Perdata
PERCERAIAN AKIBAT PERKAWINAN USIA MUDA DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM
Dian Rosita;
Abinzar Putra Fendito
JURNAL KEADILAN HUKUM Vol 4, No 1 (2023): JURNAL KEADILAN HUKUM
Publisher : JURNAL KEADILAN HUKUM
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Penelitian ini mengkaji tentang perceraian akibat perkawinan usia muda dalam perspektif Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (empiric library), yakni prosuder penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan, dengan melakukan kajian normatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu yuridis empiris (Statute Approach). Sedangkan metode penelitian yang digunakan penulis yaitu penelitian yuridis normative yang artinya permasalahan yang diteliti berdasarkan peraturan perundang-undnagan, literatur hukum, dan media. Hasil penelitian menunjukan bahwa kontradiksi batas usia minimal perkawinan berpotensi menimbulkan multitafsir sehingga dapat menimbulkan potensi pelanggaran hukum berupa terjadinya banyak kasus perkawinan dibawah umur, berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 perceraian hanya sah jika dilakukan di hadapan pengadilan sementara berdasarkan Kompilasi Hukum Islam, cerai gugat dan cerai talak hanya dapat dilakukan dan sah secara hukum jika melewati proses sidang Pengadilan Agama, kemudian faktor perceraian pasangan usia muda biasanya disebabkan karena masalah ekonomi, kurangnya pemahaman agama, selingkuh dan pendidikan.
UPAYA DIVERSI PADA TAHAP PENUNTUTAN TERHADAP TINDAK PIDANA ANAK DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
Dian Rosita
JURNAL KEADILAN HUKUM Vol 1, No 2 (2020): JURNAL KEADILAN HUKUM
Publisher : JURNAL KEADILAN HUKUM
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Banyaknya tindak pidana yang dilakukan oleh anak mengakibatkan adanya upaya guna mencegah dan menanggulanginya, salah satunya adalah penyelenggaraan Sistem Peradilan Pidana Anak (Juvenile Criminal Justice System). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU-SPPA) memberikan definisi berupa keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. UU-SPPA merumuskan diversi sebagai pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana keproses diluar peradilan pidana. Penuntut Umum Anak sebagai aparat fungsional dari Lembaga Kejaksaan Republik Indonesia merupakan salah satu bagian pelaksana sistem peradilan pidana anak di Indonesia. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa diversi di tingkat penuntutan dikatakan berhasil apabila para pihak mencapai kesepakatan, dan hasil kesepakatan tersebut dituangkan dalam bentuk kesepakatan diversi. Namun diversi ditingkat penuntutan dikatakan gagal apabila tidak terjadi kesepakatan bersama antara pelaku dan korban. Implementasi Diversi Sebagai Suatu Perlindungan Bagi Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum Pada Tingkat Penuntutan dilakukan oleh Penuntut Umum Anak yang bertindak sebagai fasilitator dan dilakukan dengan memanggil para pihak yaitu terdakwa, orang tua terdakwa, para korban (keluarga korban yang meninggal serta korban yang mengalami luka berat), perwakilan dari BAPAS, Penasihat Hukum yang mendampingi terdakwa. Kendala dalam pelaksanaan upaya diversi pada tingkat penuntutan antara lain : Kurangnya keahlian yang dimiliki seorang jaksa untuk menjadi fasilitator, belum tersedianya Ruang Khusus Anak, kurangnya pemahaman para pihak tentang pelaksanaan diversi, serta pengiriman berkas perkara dari penyidik ke kejaksaan terlalu dekat dengan habisnya masa penahanan.
Environmental Protection Based on Islamic Law and Epistemology in Indonesia
Sunardi;
Trias Hernanda;
Naili Azizah;
Dian Rosita
Law and Justice Vol. 8 No. 1 (2023): Law and Justice
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.23917/laj.v8i1.635
Indonesia is the largest Muslim country in Southeast Asia. However, this does not guarantee that the implementation of a diverse Islamic life can run well, environmental damage is an example. As a result of the environmental damage, seasonal disasters always hit Indonesia. Based on Islamic epistemology, environmental damage is proof that environmental protection is not going well. If an understanding of Islam is really carried out properly, then humans will protect nature as if they take care of themselves, so the purpose of this study is to reveal the role of the meaning of Islamic epistemology in providing an understanding of environmental protection. This type of research uses normative legal research, namely legal research conducted based on statutory regulations and library materials. Related to this type of research, the approach used in this paper is a conceptual approach to law and a historical approach. The final result of this research is the role of understanding Islamic epistemology in helping environmental protection is very real and useful if it is understood more deeply and applied properly
FENOMENA KASUS PERCERAIAN PADA USIA PERNIKAHAN DI BAWAH 5 (LIMA) TAHUN DI ERA POSTMODERNISNME (Studi di Pengadilan Agama Semarang)
Dian Rosita;
Naili Azizah
Smart Law Journal Vol. 2 No. 2 (2023): Agustus 2023
Publisher : Universitas Karya Husada Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.34310/slj.v2i2.33
Divorce cases is increasing and become a trend for the last three years in Indonesia. Divorce is much more socially acceptable in today's society. The hedonic, consumptive, informative and imaginary characteristics of a post-modernist society are indicators of factors that cause divorce.This study using a normative legal research method with a statutory and analytical approach. The purpose is to find out how the view of marriage in the postmodern era, factors that cause divorce at the age of marriage under five years, and the considerations of the Religious Courts judges decided the case referring to SEMA No. 1 Year 2022. The results state that the personal character in the postmodern era can be an illustration of how they view many things, especially about marriage. Couples who decide on marriage should have mental preparation, economy, and education first. Compromise also an understanding of lifestyle and behavior between partners also need to be discussed before and after marriage so the age of marriage does not stop when still under five years but can continue into old age together.
PERJANJIAN PRA NIKAH SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HARTA BAWAAN DALAM PERKAWINAN
Dian Rosita;
Arina Novitasari;
Muhammad Zainuddin
Smart Law Journal Vol. 1 No. 1 (2022): Februari 2022
Publisher : Universitas Karya Husada Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Perjanjian Pra Nikah adalah perjanjian yang dibuat sebelum dilangsungkannya pernikahan dengan tujuan untuk melindungi hak dan kewajiban suami istri setelah menikah. Isi Perjanjian Pra Nikah biasanya meliputi pemisahan harta sebelum pernikahan, pemisahan hutang sebelum pernikahan, selama pernikahan, atau bahkan setelah perceraian. Melalui perjanjian ini, masing-masing pihak dapat menentukan harta bawaan masing-masing suami istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan berada di bawah penguasaan masing-masing sepanjang tidak ditentukan lain. Perjanjian Pra Nikah ini banyak dipilih untuk calon pasangan yang salah satu atau keduanya punya resiko tinggi dalam pengelolaan keuangan, misalnya calon pasangan seorang politikus atau pengusaha. Metode yang digunakan dalam kajian ini menggunakan metode yuridis normatif. Perlindungan hukum terhadap harta bawaan dalam perjanjian Pra Nikah bertujuan untuk memproteksi terhadap harta masing-masing calon pasangan dimana para pihak dapat menentukan harta bawaan masing-masing, hutang yang dimiliki calon pasangan menjadi tanggung jawab masing-masing, menjamin berlangsungnya harta peninggalan keluarga serta menghindari motivasi perkawinan yang tidak sehat. Akibat hukum dari Perjanjian Pra Nikah terhadap harta bawaan dalam perkawinan, baik harta yang diperoleh dari usaha masing-masing maupun dari hibah, warisan ataupun cuma-cuma yang diperoleh masing-masing selama perkawinan berada dalam penguasaan masing-masing kecuali ditentukan lain.
Kajian Yuridis Permintaan Maaf Pelaku Tindak Pidana dalam Perspektif Restorative Jusctice
Rika Rahmawati;
Warfa`u Dina Zahroh;
Dian Rosita
Politika Progresif : Jurnal Hukum, Politik dan Humaniora Vol. 1 No. 2 (2024): Juni : Politika Progresif : Jurnal Hukum, Politik dan Humaniora
Publisher : Lembaga Pengembangan Kinerja Dosen
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.62383/progres.v1i2.717
This article discusses the important question of whether an apology from the perpetrator of a criminal offense can remove or mitigate the criminal sanctions imposed. Through theoretical studies, this article explores the role of apologies in the context of criminal law, both as a sign of regret and as a factor to be considered in the judicial process. In Indonesia, although apologies are often used as a form of admission of guilt, legal regulations that explicitly regulate their impact on punishment are still limited.This article also compares the legal approach in Indonesia with other countries that adopt the concept of restorative justice, where apologies can play an important role in resolving legal conflicts. The results of the analysis show that although an apology can lighten the sentence, especially in the context of implementing restorative justice, in general, an apology cannot erase the prescribed punishment.
Penerapan Diversi dalam Penetapan Nomor 5/Pen.Div/2023/PN Kot Jo Nomor 18/Pid.Sus-Anak/2023/PN Kot
Ulin Najikhah;
Arina Novitasari;
Dika Anggara Putra;
Dian Rosita
Politika Progresif : Jurnal Hukum, Politik dan Humaniora Vol. 2 No. 1 (2025): Maret: Politika Progresif : Jurnal Hukum, Politik dan Humaniora
Publisher : Lembaga Pengembangan Kinerja Dosen
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.62383/progres.v2i1.1367
The application of diversion in the juvenile criminal justice system aims to prevent children from undergoing formal legal proceedings that could negatively impact their development. This study analyzes the implementation of diversion in Decision Number 5/Pen.Div/2023/PN Kot Jo and Number 18/Pid.Sus-Anak/2023/PN Kot, involving a 15-year-old minor as the perpetrator of a minor offense. The study highlights the judge's considerations in determining diversion, including the child's age, the type of offense, and the offender's social background. Furthermore, this research examines how the principles of restorative justice are applied through diversion deliberations involving the offender, the victim, their families, and other relevant parties. The findings indicate that diversion in this case successfully reached a voluntary agreement, requiring the offender to return the item and compensate the victim. This agreement not only aims to prevent the negative impact of formal judicial proceedings but also provides an opportunity for the child to rehabilitate and reintegrate into society. These findings emphasize that when implemented effectively, diversion mechanisms can serve as an efficient solution for resolving juvenile delinquency cases without resorting to litigation.
Harta Benda dalam Perkawinan
Ulya Shafa Firdausi;
Dian Rosita;
Arina Novitasari;
Maslikan, Maslikan
Politika Progresif : Jurnal Hukum, Politik dan Humaniora Vol. 1 No. 4 (2024): Desember : Politika Progresif : Jurnal Hukum, Politik dan Humaniora
Publisher : Lembaga Pengembangan Kinerja Dosen
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.62383/progres.v1i4.1372
Marriage is a physical and spiritual bond between a man and a woman, aimed at forming a happy and lasting family. In marriage, property plays a crucial role and is legally classified as either joint property or personal property, as regulated in Law No. 1 of 1974 and the Compilation of Islamic Law (KHI). However, property ownership often becomes a source of conflict, sometimes leading to divorce.The legal status of property after divorce depends on the applicable legal framework, whether Islamic law, customary law, or the Civil Code (KUHPerdata). To prevent disputes, couples may establish a prenuptial agreement to regulate property ownership and division. This study employs a normative juridical method by analyzing primary, secondary, and tertiary legal materials. The research aims to provide an understanding of the legal status of property in marriage and the importance of prenuptial agreements in avoiding conflicts and ensuring a harmonious household.