Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Sunnah Schools in Jakarta Greater Area: Dakwah, Education, and the Changing Face of Urban Muslim Communities in Indonesia Atik Yuliyani; Dadi Darmadi; sadawi sadawi; M. Hafid; Asmui Asmui
TARBIYA: Journal of Education in Muslim Society TARBIYA: JOURNAL OF EDUCATION IN MUSLIM SOCIETY | VOL. 9 NO. 2 2022
Publisher : Faculty of Educational Sciences, Syarif Hidayatullah State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/tjems.v9i2.31060

Abstract

AbstractThis qualitative study examines the emergence of sunnah schools and their influence on the development of educational institutions among urban Muslim communities in Indonesia. Three key aspects were explored: (1) the important figures and main actors in establishing sunnah schools, (2) the content and materials used and developed in these schools, and (3) the local community response to their establishment. The study was conducted in the Jakarta Greater Area (Jabodetabek) area, encompassing South Tangerang, Depok, and Bogor Regency. The findings reveal that while sunnah schools have similarities with public schools in general education, there are significant differences in religious education, particularly in the areas of tauhid, fiqh, and other religious sciences according to the Salafi manhaj. In addition to adopting the curriculum of the Indonesian Ministry of Education and Culture, sunnah schools also use some special materials, including extracurricular activities such as horse riding and archery, which are considered part of the sunnah of the Prophet. The study concludes that the growth of sunnah schools is closely linked to the dynamics of educational institutions, changes in lifestyle trends, and the development of identity politics in urban Muslim communities in Indonesia.AbstrakPenelitian kualitatif ini mengkaji kemunculan sekolah sunnah dan pengaruhnya terhadap perkembangan lembaga pendidikan di kalangan masyarakat muslim perkotaan di Indonesia. Tiga aspek kunci yang diteliti: (1) tokoh penting dan aktor utama dalam pendirian sekolah sunnah, (2) konten dan materi yang digunakan dan dikembangkan di sekolah sunnah tersebut, dan (3) tanggapan masyarakat setempat terhadap pendiriannya. Kajian lapangan dilakukan di wilayah Jabodetabek, meliputi Kota Tangerang Selatan, Depok, dan Bogor. Temuan penelitian menunjukkan bahwa sementara sekolah sunnah memiliki kesamaan dengan sekolah umum dalam pendidikan umum, ada perbedaan yang signifikan dalam pendidikan agama, khususnya di bidang tauhid, fikih, dan ilmu agama lainnya menurut manhaj Salafi. Selain mengadopsi kurikulum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, sekolah sunnah juga menggunakan beberapa materi khusus, antara lain kegiatan ekstrakurikuler seperti berkuda dan memanah yang dianggap sebagai bagian dari sunnah Nabi. Kajian ini menyimpulkan bahwa pertumbuhan sekolah sunnah sangat erat kaitannya dengan dinamika lembaga pendidikan, perubahan tren gaya hidup, dan perkembangan politik identitas masyarakat muslim perkotaan di Indonesia. 
Analisis Desentralisasi Asimetris Pada Pengangkatan Penjabat (PJ) Gubernur Provinsi DKI Jakarta Asmui Asmui; Abdil Azizul Furqon; A. Salman Maggalatung; Mara Sutan Rambe; Muh. Ikhsan; Ahmad Risyad Fadli
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 10, No 3 (2023)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v10i3.32559

Abstract

One of the impacts arising from the implementation of simultaneous elections and elections is the existence of vacancies in regional heads in several provinces and districts. To fill the vacancy, an Acting PJ was appointed by the Government. Rapture acting regional head as stipulated in the provisions of Article 201 paragraph (9) of the Law 10 of 2016 raises questions about its application in the DKI Jakarta Provincial Government. As regions with a special status different from other regional governments, Jakarta places the Governor with great authority, including appointing and dismissing the Mayor and Regent in Article 29 of 2007, which is indeed placed as an acting administrative task. Because of that great authority, the mechanism for electing the Governor of DKI Jakarta is more specialized, namely meeting the number of votes 50%, and if it is not fulfilled, a second round of elections will be held. This is done so that The governor elected by the people is truly of the will of the majority of the people because later the Governor has great authority. Given the specificity possessed by DKI Jakarta Government, hence the application of Article 201 paragraph (9) of Law Number 10 of 2016 is questionable, especially from its constitutionality.Keywords: Simultaneous Elections; Asymmetric Decentralization; Acting Regional Heads; DKI Jakarta AbstrakSalah satu dampak yang muncul dari pelaksanaan pemilu dan pemilukada serentak adalah adanya kekosongan jabatan pada kepala daerah di beberapa provinsi dan kabupaten. Sebagai upaya untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut, maka diangkat Penjabat (PJ) oleh Pemerintah. Pengangkatan Penjabat (PJ) Kepala Daerah sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 201 ayat (9) Undang-Undang 10 Tahun 2016 menimbulkan pertanyaan penerapannya di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sebagai daerah yang memiliki status kekhususan yang berbeda dengan pemerintahan daerah lain, DKI Jakarta menempatkan Gubernur dengan kewenangan yang besar, termasuk mengangkat dan memberhentikan Walikota dan Bupati yang dalam desain Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007, memang ditempatkan sebagai pelaksana tugas administratif. Karena kewenangan yang besar itu, mekanisme pemilihan Gubernur DKI Jakarta lebih dikhususkan lagi yaitu memenuhi jumlah suara 50%, dan jika tidak terpenuhi akan dilakukan putaran kedua pemilihan. Hal tersebut dilakukan agar Gubernur yang dipilih oleh masyarakat adalah benar-benar dari kehendak mayoritas masyarakat sebab nantinya Gubernur memiliki kewenangan yang besar. Mengingat kekhususan yang dimiliki Pemerintahan DKI Jakarta, maka penerapan Pasal 201 ayat (9) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 patut dipertanyakan terutama dari konstitusionalitasnya.Kata Kunci: Pemilu Serentak; Desentralisasi Asimetris; Penjabat Kepala Daerah; DKI Jakarta