Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Local and Migrant Fishermen Marine Cultures in the Atapupu Coastal Area in Supporting the Blue Economy in Maritime Security Supriyadi Supriyadi; Muh. Afrisal; Raymundus Putra Situmorang; Kristera Tesa Bere Mau; Ari Widodo; Andik Isdianto; Intan Dwi Puspitasari
Jurnal Pertahanan: Media Informasi ttg Kajian & Strategi Pertahanan yang Mengedepankan Identity, Nasionalism & Integrity Vol 9, No 1 (2023)
Publisher : The Republic of Indonesia Defense University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33172/jp.v9i1.1864

Abstract

Atapupu is a coastal area that has a strategic location because it is directly adjacent to the country of Timor Leste. This study aims to analyze the differences in marine culture at Atapupu Beach in supporting the blue economy in maritime security. This study uses a qualitative method with a descriptive approach. The data source comes from primary data by interviewing local and migrant fishermen and secondary data comes from journals. Data analysis in this study used descriptive qualitative. This study found that the differences between the local and migrant fishermen could be differentiated based on their time to go to sea, the fishing gear, and the type of boat used by the fishermen. The migrant fishermen, which come from Buton, are Muslim, so they do not go to sea on Fridays due to Fridays Prayers. They use fishing rods as gear and bigger boats than the local fishermen. Meanwhile, the local fishermen have no special days to go to sea, they go to sea depending on the weather conditions. The local fishermen only use nets as fishing gear and their boats are smaller compared to the migrant fishermen’s boats. These conditions are affecting their range of fishing areas, the type of fish caught, and the average income per month. Cultural differences at sea between local and migrant fishermen will certainly affect maritime security in the blue economy sector. The existence of differences in types and income from catches can lead to less optimal utilization of fishery resources.
STUDI ALAT TANGKAP IKAN PADA NELAYAN PENDATANG DAN LOKAL DI PERBATASAN RI-RDTL Supriyadi Supriyadi; Muh. Afrisal; Novar Kurnia Wardana; Intan Dewi Puspitasari; Safingi Alamsah; Kristera Tesa Bere Mau; Juan Falero Belawa; Linda Purnama Sri Histy; Krenses Longginus Bere Siri
JURNAL EDUCATION AND DEVELOPMENT Vol 12 No 2 (2024): Vol 12 No 2 Mei 2024
Publisher : Institut Pendidikan Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37081/ed.v12i2.5657

Abstract

Kabupaten Belu merupakan salah satu kabupaten yang berbatasan langsung dengan kawasan Timor Leste yang memiliki sumber daya perikanan tangkap sangat potensial dan sebagian besar masyarakatnya yang tinggal pesisir berprofesi sebagai nelayan. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan karakteristik nelayan lokal dan pendatang berdasarkan jenis alat tangkap dan target tangkapan. Metode yang digunakan dalam penelitian mencakup metode survei yang meliputi wawancara, dokumentasi gambar beserta penunjukan alat-alat yang digunakan nelayan di wilayah Pantai Atapupu. Wawancara dilakukan dengan responden nelayan yang dipilih secara acak di sekitar Pantai Atapupu untuk memperoleh informasi dan persepsi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nelayan Non-lokal (pendatang) menggunakan alat tangkap berupa pancing, yang hasil pendapatanya rata-rata 20 juta/bulan tergantung dari jumlah ikan yang didapatkan. Alat tangkap nelayan lokal di Atapupu menggunakan alat tangkap berupa jaring insang, pancing ulur dan rawai (long line). Jaring insang pada umumnya digunakan untuk menangkap ikan tembang (Sardinella sp.), ikan kembung (Scomber sp.), ikan tongkol (Euthynnus affinis), ikan layang (Decapterus sp.), ikan terbang (Hirundichtys sp.). Apabila nelayan tidak pergi melaut maka nelayan akan libur atau berkerja sampingan seperti membuka kios kecil atau bekerja sampingan seperti bekerja di pelabuhan Atapupu.