Lukman Hilfi
Departemen Ilmu Kesehatan MAsyarakat FK UNPAD

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Analisis Kolaborasi Antar Profesi Dalam Program Rujuk Balik Bpjs Kesehatan Di Kabupaten Kotawaringin Timur Sutriso, Tris; Setiawati, Elsa Pudji; Hilfi, Lukman
Jurnal Sistem Kesehatan Vol 2, No 4 (2017): Volume 2 Nomor 4 Juni 2017
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (314.956 KB) | DOI: 10.24198/jsk.v2i4.12497

Abstract

Peningkatan penyakit kronis pada usia lanjut berdampak pada peningkatan pembiayaan kesehatan, termasuk pembiayaan kesehatan yang harus ditanggung oleh BPJS. Sejak tahun 2014 BPJS melaksanakan program rujuk balik sebagai upaya efisiensi biaya kesehatan, namun dalam pelaksanaannya tidak sesuai harapan. Beberapa faktor mempengaruhinya, salah satunya adalah kolaborasi antar profesi. Tujuan penelitian menganalisis kolaborasi antar profesi dalam program rujuk balik BPJS di Kabupaten Kotawaringin Timur. Metode penelitan adalah kualitatif, dengan pendekatan studi kasus, paradigma konstruktivisme. Penelitian dilakukan dengan observasi lapangan dan data pelaksanaan program rujuk balik BPJS di Kabupaten Kotawaringin Timur, serta wawancara. Wawancara mendalam terhadap dua dokter spesialis, dua dokter umum, satu apoteker dan satu pegawai BPJS. Penelitian dilakukan di bulan Januari dan Februari 2017. Data dianalisis secara kualitatif, berdasarkan tema-tema sesuai kerangka pemikiran. Analisis data mendasarkan proposisi teoritis. Hasil penelitian: program rujuk balik BPJS di Kabupaten Kotawaringin Timur tidak mencapai target (< 5 kasus/minggu), kolaborasi antar profesi dalam program rujuk balik kurang berfungsi karena beberapa faktor: pertimbangan sosial dan intrapersonal, lingkungan kerja, intitusi, kelembagaan serta interpersonal, perilaku dan sikap para profesi serta tidak adanya leader atau penengah dalam pelaksanaan kolaborasi antar profesi. Simpulan penelitian ini adalah pelaksanaan kolaborasi antar profesi kurang berfungsi, yang berdampak target Program Rujuk Balik BPJS di Kabupaten Kotawaringin Timur tidak mencapai target.Kata kunci: BPJS Kesehatan, Kolaborasi Antar Profesi, Program Rujuk Balik
Perbedaan Perhitungan Unit Cost dengan Menggunakan metode Activity Based Costing (ABC) dan Metode Doubel Distribution (DD) Untuk Pasien TB Paru Kategori 2 di Instalasi Rawat Jalan Dan Rawat Inap Rumah Sakit Paru Hilfi, Lukman; Setiawati, Elsa Pudji; Djuhaeni, Henni; Paramita, Sekar Ayu; Komara, Ratna
Jurnal Sistem Kesehatan Vol 1, No 2 (2015): Volume 1 Nomor 2 Desember 2015
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (259.113 KB) | DOI: 10.24198/jsk.v1i2.12835

Abstract

Latar Belakang Indonesia menduduki rangking ke-5 dari 22 negara-negara yang mempunyai beban tinggi untuk TB dan memberikan kontribusi jumlah kasus TB di dunia sebesar 4,7%. Penatalaksanaan TB tidak mudah, membutuhkan waktu yang lama dan membutuhkan biaya yang besar. Saat ini berbagai rumah sakit menentukan tarif pelayanan berdasarkan metode DD. Perhitungan biaya satuan pada pelayanan kesehatan dapat juga dilakukan dengan menggunakan metode Activity Based Costing (ABC) yang didasarkan pada aktivitas. Tujuan mengetahui perhitungan unit cost dengan metode ABC dan metode DD di Instalasi Rawat Jalan dan Rawat Inap TB Paru Kategori 2 di Rumah Sakit Paru. Metode Penelitian deskriptif analitik menggunakan data sekunder dan metoda Pusposive Sample. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Paru Bandung selama bulan September sampai dengan Desember 2013 dengan menggunakan data rekam medis dalam kurun waktu 2 tahun yaitu pada bulan Januari 2011 sampai dengan Desember 2012. Hasil dan Diskusi perhitungan biaya satuan rata-rata dengan metode ABC untuk pasien rawat jalan TB kategori 2 sebesar Rp 611.321; untuk pasien rawat darurat TB kategori 2 sebesar Rp 713.852; untuk pasien rawat inap yang masuk melalui instalasi rawat jalan sebesar Rp 5.037.309 dan instalasi rawat darurat sebesar Rp 4.398.415. Biaya satuan rata-rata dengan metode DD untuk pasien rawat jalan TB kategori 2 sebesar Rp 421.621; untuk pasien rawat darurat TB kategori 2 sebesar Rp 734.170; untuk pasien rawat inap yang masuk melalui instalasi rawat jalan sebesar Rp 1.727.213 dan instalasi rawat darurat sebesar Rp 1.846.337. Banyak nya obat yang diberikan untuk pasien rawat jalan yaitu untuk 2 minggu sedangkan ALOS untuk pasien rawat inap yaitu 9,2 hari. Kesimpulan dan Saran perhitungan biaya satuan dengan menggunakan metode ABC lebih menguntungkan secara financial bagi Rumah Sakit dibandingkan dengan metode DD. Manajemen rumah sakit sebaiknya memiliki sistem pencatatan dan pelaporan yang rapih, terintegrasi antar unit pelayanan dan unit penunjang untuk dapat melakukan perhitungan biaya satuan dengan baik. Manajemen rumah sakit melakukan evaluasi berkala terhadap kepatuhan SOP dan penggunaan obat rasional. Kata Kunci : Activity Based Costing, Biaya Satuan, DD
PERSPEKTIF TENAGA KESEHATAN: BUDAYA KESELAMATAN PASIEN PADA PUSKESMAS PONED DI KOTA BANDUNG Brahmana, Reisia Palmina; Wahyudi, Kurnia; Hilfi, Lukman
Jurnal Sistem Kesehatan Vol 3, No 3 (2018): Volume 3 Nomor 3 Maret 2018
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (244.993 KB) | DOI: 10.24198/jsk.v3i3.16985

Abstract

Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang paling umum terjadi saat persalinan adalah infeksi. Hal ini seringkali disebabkan oleh faktor pelayanan kesehatan, baik pelayanan kesehatan di rumah sakit maupun di Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran budaya keselamatan pasien pada Puskesmas PONED di Kota Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan desain potong lintang yaitu dengan menggunakan data primer dari kuesioner. Penelitian dilakukan di Puskesmas Ibrahim Adjie dan Puskesmas Garuda pada bulan April hingga Juni 2017. Subjek penelitian adalah tenaga kesehatan di Puskesmas PONED, yaitu 53 responden. Kriteria inklusi adalah tenaga kesehatan  Puskesmas PONED yaitu, dokter umum; dokter gigi; perawat; perawat gigi; bidan; apoteker; kepala puskesmas; dan nutrisionis yang bersedia mengisi kuesioner dan pegawai yang berada di puskesmas tersebut ketika kuisioner dibagikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga indikator budaya keselamatan pasien dalam kategori kuat, enam indikator dalam kategori sedang dan tiga indikator yang dalam kategori lemah. Simpulan penelitian adalah budaya keselamatan pasien pada Puskesmas PONED di Kota Bandung ada dalam kategori sedang. Perlu dibuat alat ukur untuk menilai budaya keselamatan pasien di Puskesmas PONED.Kata kunci : Budaya keselamatan pasien, PONED, Puskesmas
Analisis Kolaborasi Antar Profesi Dalam Program Rujuk Balik Bpjs Kesehatan Di Kabupaten Kotawaringin Timur Tris Sutriso; Elsa Pudji Setiawati; Lukman Hilfi
Jurnal Sistem Kesehatan Vol 2, No 4 (2017): Volume 2 Nomor 4 Juni 2017
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (314.956 KB) | DOI: 10.24198/jsk.v2i4.12497

Abstract

Peningkatan penyakit kronis pada usia lanjut berdampak pada peningkatan pembiayaan kesehatan, termasuk pembiayaan kesehatan yang harus ditanggung oleh BPJS. Sejak tahun 2014 BPJS melaksanakan program rujuk balik sebagai upaya efisiensi biaya kesehatan, namun dalam pelaksanaannya tidak sesuai harapan. Beberapa faktor mempengaruhinya, salah satunya adalah kolaborasi antar profesi. Tujuan penelitian menganalisis kolaborasi antar profesi dalam program rujuk balik BPJS di Kabupaten Kotawaringin Timur. Metode penelitan adalah kualitatif, dengan pendekatan studi kasus, paradigma konstruktivisme. Penelitian dilakukan dengan observasi lapangan dan data pelaksanaan program rujuk balik BPJS di Kabupaten Kotawaringin Timur, serta wawancara. Wawancara mendalam terhadap dua dokter spesialis, dua dokter umum, satu apoteker dan satu pegawai BPJS. Penelitian dilakukan di bulan Januari dan Februari 2017. Data dianalisis secara kualitatif, berdasarkan tema-tema sesuai kerangka pemikiran. Analisis data mendasarkan proposisi teoritis. Hasil penelitian: program rujuk balik BPJS di Kabupaten Kotawaringin Timur tidak mencapai target (< 5 kasus/minggu), kolaborasi antar profesi dalam program rujuk balik kurang berfungsi karena beberapa faktor: pertimbangan sosial dan intrapersonal, lingkungan kerja, intitusi, kelembagaan serta interpersonal, perilaku dan sikap para profesi serta tidak adanya leader atau penengah dalam pelaksanaan kolaborasi antar profesi. Simpulan penelitian ini adalah pelaksanaan kolaborasi antar profesi kurang berfungsi, yang berdampak target Program Rujuk Balik BPJS di Kabupaten Kotawaringin Timur tidak mencapai target.Kata kunci: BPJS Kesehatan, Kolaborasi Antar Profesi, Program Rujuk Balik
Perbedaan Perhitungan Unit Cost dengan Menggunakan metode Activity Based Costing (ABC) dan Metode Doubel Distribution (DD) Untuk Pasien TB Paru Kategori 2 di Instalasi Rawat Jalan Dan Rawat Inap Rumah Sakit Paru Lukman Hilfi; Elsa Pudji Setiawati; Henni Djuhaeni; Sekar Ayu Paramita; Ratna Komara
Jurnal Sistem Kesehatan Vol 1, No 2 (2015): Volume 1 Nomor 2 Desember 2015
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (259.113 KB) | DOI: 10.24198/jsk.v1i2.12835

Abstract

Latar Belakang Indonesia menduduki rangking ke-5 dari 22 negara-negara yang mempunyai beban tinggi untuk TB dan memberikan kontribusi jumlah kasus TB di dunia sebesar 4,7%. Penatalaksanaan TB tidak mudah, membutuhkan waktu yang lama dan membutuhkan biaya yang besar. Saat ini berbagai rumah sakit menentukan tarif pelayanan berdasarkan metode DD. Perhitungan biaya satuan pada pelayanan kesehatan dapat juga dilakukan dengan menggunakan metode Activity Based Costing (ABC) yang didasarkan pada aktivitas. Tujuan mengetahui perhitungan unit cost dengan metode ABC dan metode DD di Instalasi Rawat Jalan dan Rawat Inap TB Paru Kategori 2 di Rumah Sakit Paru. Metode Penelitian deskriptif analitik menggunakan data sekunder dan metoda Pusposive Sample. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Paru Bandung selama bulan September sampai dengan Desember 2013 dengan menggunakan data rekam medis dalam kurun waktu 2 tahun yaitu pada bulan Januari 2011 sampai dengan Desember 2012. Hasil dan Diskusi perhitungan biaya satuan rata-rata dengan metode ABC untuk pasien rawat jalan TB kategori 2 sebesar Rp 611.321; untuk pasien rawat darurat TB kategori 2 sebesar Rp 713.852; untuk pasien rawat inap yang masuk melalui instalasi rawat jalan sebesar Rp 5.037.309 dan instalasi rawat darurat sebesar Rp 4.398.415. Biaya satuan rata-rata dengan metode DD untuk pasien rawat jalan TB kategori 2 sebesar Rp 421.621; untuk pasien rawat darurat TB kategori 2 sebesar Rp 734.170; untuk pasien rawat inap yang masuk melalui instalasi rawat jalan sebesar Rp 1.727.213 dan instalasi rawat darurat sebesar Rp 1.846.337. Banyak nya obat yang diberikan untuk pasien rawat jalan yaitu untuk 2 minggu sedangkan ALOS untuk pasien rawat inap yaitu 9,2 hari. Kesimpulan dan Saran perhitungan biaya satuan dengan menggunakan metode ABC lebih menguntungkan secara financial bagi Rumah Sakit dibandingkan dengan metode DD. Manajemen rumah sakit sebaiknya memiliki sistem pencatatan dan pelaporan yang rapih, terintegrasi antar unit pelayanan dan unit penunjang untuk dapat melakukan perhitungan biaya satuan dengan baik. Manajemen rumah sakit melakukan evaluasi berkala terhadap kepatuhan SOP dan penggunaan obat rasional. Kata Kunci : Activity Based Costing, Biaya Satuan, DD
PERSPEKTIF TENAGA KESEHATAN: BUDAYA KESELAMATAN PASIEN PADA PUSKESMAS PONED DI KOTA BANDUNG Reisia Palmina Brahmana; Kurnia Wahyudi; Lukman Hilfi
Jurnal Sistem Kesehatan Vol 3, No 3 (2018): Volume 3 Nomor 3 Maret 2018
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (244.993 KB) | DOI: 10.24198/jsk.v3i3.16985

Abstract

Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang paling umum terjadi saat persalinan adalah infeksi. Hal ini seringkali disebabkan oleh faktor pelayanan kesehatan, baik pelayanan kesehatan di rumah sakit maupun di Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran budaya keselamatan pasien pada Puskesmas PONED di Kota Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan desain potong lintang yaitu dengan menggunakan data primer dari kuesioner. Penelitian dilakukan di Puskesmas Ibrahim Adjie dan Puskesmas Garuda pada bulan April hingga Juni 2017. Subjek penelitian adalah tenaga kesehatan di Puskesmas PONED, yaitu 53 responden. Kriteria inklusi adalah tenaga kesehatan  Puskesmas PONED yaitu, dokter umum; dokter gigi; perawat; perawat gigi; bidan; apoteker; kepala puskesmas; dan nutrisionis yang bersedia mengisi kuesioner dan pegawai yang berada di puskesmas tersebut ketika kuisioner dibagikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga indikator budaya keselamatan pasien dalam kategori kuat, enam indikator dalam kategori sedang dan tiga indikator yang dalam kategori lemah. Simpulan penelitian adalah budaya keselamatan pasien pada Puskesmas PONED di Kota Bandung ada dalam kategori sedang. Perlu dibuat alat ukur untuk menilai budaya keselamatan pasien di Puskesmas PONED.Kata kunci : Budaya keselamatan pasien, PONED, Puskesmas
Asimetri Supply dan Demand dalam Pemenuhan serta Pemerataan Dokter di Puskesmas di Jawa Barat Elsa Pudji Setiawati; Nita Arisanti; Insi Farisa Desy Arya; Lukman Hilfi; Sekar Ayu Paramita
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 5, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (233.846 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v5i1.2020

Abstract

Pada implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan harus ditangani di pelayanan kesehatan primer terlebih dahulu. Puskesmas merupakan bentuk pelayanan kesehatan primer yang dituntut memberikan pelayanan kesehatan berkualitas dan prima. Sumber daya manusia (SDM)adalah faktor penting dalam pencapaian kinerja. Manajemen SDM membahas ketersediaan SDM sesuai dengan kualifikasi, kompetensi, dan motivasi. Tujuan penelitian ini menganalisis kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan dokter di pelayanan kesehatan primer. Penelitian menggunakan metode deskriptif untuk menjelaskan kesenjangan kebutuhan dokter ditinjau dari standar dokter dengan jumlah penduduk, ketersediaan dokter dan puskesmas terhadap jumlah penduduk, serta minat dokter bekerja di puskesmas pada era implementasi JKN. Penelitian dilakukan di Kota Bandung pada April−Mei 2015. Hasil kajian menyatakan terdapat kesenjangan antara kebutuhan dokter di puskesmas dan dokter yang berminat bekerja di puskesmas. Penyebab minat dokter yang bekerja di layanan primer rendah disebabkan oleh ketidakjelasan pengembangan profesionalisme; ketidakpuasan pembayaran sistem kapitasi; lingkungan kerja kurang menyenangkan; beban kerja yang tinggi; pendapatan berdasar atas jasa medis yang diterima rendah; dan proses pendidikan yang kurang membangun minat untuk bekerja di layanan primer. Simpulan, terdapat kesenjangan kebutuhan dokter di puskesmas dengan dokter yang berminat bekerja di puskesmas. Disarankan memperbanyak program pada masa pendidikan kedokteran yang dapat membangun minat bekerja di layanan primer.ASYMETRI OF SUPPLY AND DEMAND FOR DISTRIBUTION OF MEDICAL DOCTOR IN PRIMARY HEALTH CARE IN WEST JAVAThe implementation of the National Health Insurance required people who need health services to be treated first in primary health care (PHC). PHC required quality health services and one of the important factor was human resources. Human resources management was needed to ensure the adequacy of human resources both in quantity and quality, the availability of appropriate qualification, competence and motivation to work in an organizational unit. The objective of this study was to analyze the gap between supply and demand of the doctors working in PHC. This study was a case report using descriptive methods, to explain the gap between supply and demand of the doctors in term of the standard for population, availability the doctors and PHC. The study was conducted in Bandung City during April−May 2015. The study found that there was a gap between the supply and demand of doctors who were interested to work in PHC. The reason of low interest doctors working in PHC among others were, uncertain professional development; dissatisfaction on capitation payment system; less convenient work environment; the high workload and too many government programs; low income based on medical services cost; and the process of education in medical school were delivered to make less interest to work in PHC. In conclusion, there is gap between supply and demand of doctor to work in PHC. The recommendation is encouraging interaction between the medical students with the primary care services to build the medical student’s motivation.
Development of Disability Inclusion Capacity Instrument for Community Cadres: Rasch Model Analysis Hartopo, Daniel Francis; Hilfi, Lukman; Ardisasmita, Mulya Nurmansyah
Jurnal Ilmiah Pengabdian Masyarakat Bidang Kesehatan (Abdigermas) Vol. 3 No. 2 (2025): Jurnal Ilmiah Pengabdian Kepada Masyarakat Bidang Kesehatan (Abdigermas)
Publisher : CV Media Inti Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58723/abdigermas.v3i2.452

Abstract

Adding to their relatively high number, people with disabilities in Indonesia also face various challenges. Given such high prevalence, cadres have an important role in promoting disability inclusion. It is crucial to measure the level of knowledge, attitudes, and behaviors of these cadres regarding disability inclusion, for example, by using an instrument. To test the validity and reliability of such an instrument, statistical analysis methods like the Rasch Model Analysis are applicable due to their advantages. This study evaluates the construct validity of the Hilfi & Kaylia Disability Inclusiveness Perception instrument among health cadres. The study used a cross-sectional design using secondary data from the Disability Inclusion Capacity instrument administered to 709 cadres residing in Bandung City, Indonesia, from July to December 2024. Construct validity was analyzed using the Rasch model. Data from 626 participants who met the criteria showed that the average outfit mean-square (MnSq) for the 25-item version of the instrument met Rasch model expectations (0.92). However, item J1 was identified as a misfitting item (outfit MnSq > 1.4 and outfit Z-standard (ZSTD) > 2) across all three versions of the instrument. The explained variance was found to be 44.1%. Reliability and separation index results were excellent, with Cronbach’s alpha at 0.96 and separation index above 2. However, category response functioning and targeting did not fully meet Rasch model expectations. Nonetheless, it can be concluded that the Hilfi & Kaylia Disability Inclusiveness Perception Instrument has acceptable construct validity with the sample of health cadres in Bandung City, Indonesia.
The Association of Socioeconomic Characteristics with Psychological Distress and Burnout in Disability Assistance Cadres in Bandung Arif, Athifah, Nur Azizah; Hilfi, Lukman; Sari, Sri Yusnita Irda
Jurnal Ilmiah Pengabdian Masyarakat Bidang Kesehatan (Abdigermas) Vol. 3 No. 2 (2025): Jurnal Ilmiah Pengabdian Kepada Masyarakat Bidang Kesehatan (Abdigermas)
Publisher : CV Media Inti Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58723/abdigermas.v3i2.454

Abstract

People with disabilities risk facing obstacles in participating in and benefiting from development. Indonesia is committed to supporting people with disabilities, one of which is through services and rehabilitation provided by cadres. Unfortunately, there is currently no regulation governing compensation for cadres that puts them at risk of psychological distress and burnout. This research intends to analyze the association of different socioeconomic characteristics with psychological distress and burnout and the association between the two conditions in cadres providing services in Bandung City. Through a secondary cross-sectional research, 648 cadres’ data were obtained. The data included were socioeconomic characteristics, psychological distress (Kessler-10), and burnout (The Burnout Measure Short Version). This article discovered a significant negative correlation between age (ρ = -0.097; p = 0.014) and seniority (ρ = -0.134; p < 0.001) toward psychological distress and a significant positive correlation between psychological distress and burnout (ρ = 0.505; p < 0.001). These findings highlight the importance of considering age and seniority to support cadres' mental health and ensure a sustainable recruitment and regeneration strategy.
Construct Validity of the Kessler Psychological Distress Scale (K-10) Instrument in the Elderly with Disabilities: Rasch Model Analysis Hilfi, Lukman; Ardisasmita, Mulya Nurmansyah; Nuril Mahra, Fauzura
Jurnal Ilmiah Pengabdian Masyarakat Bidang Kesehatan (Abdigermas) Vol. 3 No. 3 (2025): Jurnal Ilmiah Pengabdian Kepada Masyarakat Bidang Kesehatan (Abdigermas)
Publisher : CV Media Inti Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58723/abdigermas.v3i3.453

Abstract

Aging contributes to functional decline and heightened psychological distress that affects the older adults’ quality of life. The World Health Organization (WHO) recommends the 10-item Kessler Psychological Distress Scale (K-10) for assessing psychological distress, however the Classical Test Theory (CTT)-based evaluation method has limitations. Item Response Theory (IRT), specifically the Rasch model, offers a more accurate method for measuring the instrument’ validity and reliability. This study examined the construct validity of the K-10 Indonesian version in older adults with disabilities. A cross-sectional method and secondary data from 321 elderly individuals (≥60 years) with disabilities in Bandung City, Indonesia, were used between August and February 2025. The Instrument’s construct validity of was analyzed by performing the Rasch model. A total of 315 responses were eligible for analysis. The K-10 showed an overall fit to the Rasch model (mean outfit MnSq = 1.03±0.27). Item C10 (“feel worthless”) was identified as misfitting (outfit MnSq >1.4; ZSTD >2), although no factor bias was detected. The explained variance reached 54.10%. Reliability indicators were strong, with a Cronbach’s alpha of 0.89 and a person separation index above 2. However, category functioning and targeting did not fully meet Rasch expectations. The correlation between K-10 and WHODAS 2.0 showed a moderate positive relationship, though it did not reach the criterion for convergent validity (r >0.6).  The Indonesian version of the K-10 has acceptable construct validity in a sample of older adults with disabilities in Bandung City, Indonesia.