Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN PENGGUNA AIR MINUM ISI ULANG YANG TIDAK MEMENUHI STANDAR KUALITAS PERMENKES RI NOMOR492/MENKES/PER/IV/2010 TENTANG PESYARATAN KUALITAS AIR MINUM M. Bram Kurniawan; Bagus Fariza Pratama Syahputra; Rajali; Heru Pratama; Arbi Yanto; Liza Deshaini
Consensus : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 2 (2022): November
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (606.672 KB)

Abstract

Abstrak Air yang dimana dipakai untuk mencuci, mandi, minum dan lain-lain merupakan kebutuhan primer bagi manusia. Air yang bersih dan sehat merupakan salah satu syarat yang harus terpenuhi demi menciptakan air minum, karena air minum yang bersih berhubungan secara langsung dengan tubuh manusia. Air yang tidak bersih dapat melahirkan penyakit, antara lain munculnya penyakit kolera, malaria dan diare. Atas kerugian konsumen ini, pelaku usaha harus bertanggungjawab terhadap konsumen karena mengkonsumsi air minum isi ulang tidak bersih Metode yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif. Sumber data terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hokum tertier.Hasil penelitian diketahui bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen yang diberikan adalah dengan mengeluarkan undang-undang, peraturan-peraturan pemerintah, atau penerbitan standar mutu barang.Di samping itu, tidak kalah pentingnya adalah melakukan pengawasan pada penerapan peraturan, ataupun standar-standar yang telah ada.Selain bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen dari penelitian penulis di lapangan adalah dengan cara pemberian ganti kerugian terhadap konsumen yang mengalami kerugian setelah membeli jajanan pasar tersebut Kata kunci : Standarisasi, Air Minum, Isi Ulang Abstract Water which is used for washing, bathing, drinking and others is a primary need for humans. Clean and healthy water is one of the conditions that must be met in order to create drinking water, because water clean drinking is directly related to the human body. Unclean water can give birth to diseases, including the emergence of cholera, malaria and diarrhea. For this consumer loss, business actors must be responsible for consumers for consuming unclean refilled drinking water. The method used is legal research normative. Data sources consist of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. The results of the research show that the form of legal protection given to consumers is by issuing laws, government regulations, or issuing quality standards for goods. In addition, it is equally important to supervise the implementation of regulations, or existing standards. In addition to the form of legal protection for consumers from the author's research in the field, it is by giving compensation to consumers who experience losses after buying the market snacks
Peran Kepolisian dalam Upaya Mitigasi Kebakaran Hutan dan Lahan di Tanjung Jabung Timur rajali; Kurniawan; Sarwono
Swakarya: Jurnal Penelitian Sosial dan Pengabdian Masyarakat Vol. 2 No. 1 (2024): Swakarya: Jurnal Penelitian Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat
Publisher : Pusat Studi Penelitian dan Evaluasi Pembelajaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59698/swakarya.v2i1.348

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas strategi penanggulangan kebakaran hutan dan lahan oleh kepolisian di Tanjung Jabung Timur. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berbagai upaya telah dilakukan oleh kepolisian, termasuk sosialisasi bahaya kebakaran, patroli rutin, dan penerapan teknologi informasi untuk pemantauan. Kolaborasi antara kepolisian dan masyarakat terbukti efektif dalam meningkatkan kesadaran dan pengawasan terhadap kebakaran. Namun, tantangan dalam penegakan hukum, keterlibatan masyarakat, dan keterbatasan sumber daya masih perlu diatasi. Rekomendasi dari penelitian ini mencakup perlunya penguatan kolaborasi, dukungan dari pemerintah, serta peningkatan keterlibatan media dan organisasi masyarakat sipil dalam upaya mitigasi kebakaran. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan strategi penanggulangan kebakaran dapat berjalan lebih efektif dan berkelanjutan, memberikan manfaat bagi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Islamic Legal Perspectives on the Meja Waris Wedding Contribution Tradition in Jambi Rajali; Zeni Sunarti; Nilfatri; Kuswanto; Kurniawan
Kartika: Jurnal Studi Keislaman Vol. 5 No. 2 (2025): Kartika: Jurnal Studi Keislaman (Agustus)
Publisher : Lembaga Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPT NU) PCNU Kabupaten Nganjuk

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59240/kjsk.v5i2.328

Abstract

This study explores the “meja waris” tradition, a form of collective wedding contribution practiced in Teluk Dawan Village, Tanjung Jabung Timur Regency, Jambi Province. The tradition embodies strong social values of solidarity and mutual cooperation, yet it raises academic concerns due to its potential tension with Islamic legal principles. The research aims to analyze the socio-cultural significance of the “meja waris” practice and to examine its conformity with Islamic law based on the perspectives of traditional leaders, religious leaders, community figures, and local residents. This study adopts a qualitative approach, utilizing in-depth interviews, direct observation, and documentation. Data validity was reinforced through triangulation to ensure accuracy and reliability. Findings reveal that the “meja waris” tradition serves as a social mechanism to reduce the financial burden of wedding ceremonies, reinforcing social capital within the community. However, its transformation into a binding norm that demands reciprocity has the potential to contradict Islamic legal values, particularly when coercion undermines sincerity and voluntarism. From an Islamic legal perspective, the practice remains permissible when grounded in ikhlāṣ (sincerity), tabarru‘ (voluntary giving), and ta‘āwun (mutual assistance), but becomes problematic when enforced as a social obligation. The study concludes by emphasizing the need to reinterpret and contextualize the “meja waris” tradition in accordance with Islamic values, with active involvement from the village government, religious and traditional authorities, community leaders, and academic institutions. Such collaboration is essential to preserve the tradition while ensuring alignment with Islamic legal and ethical principles.