Dalam kasus PT Garuda Indonesia dan Rolls Royce, penyelesaian sengketa yang menggunakan mediasi menjadi alternatif yang baik dan efektif untuk menyelesaikan sengketa yang kompleks dan memakan waktu. Proses mediasi harus dilakukan secara transparan, adil, dan akuntabel agar kedua belah pihak merasa puas dengan hasilnya. Namun, dalam kasus ini juga terdapat kasus korupsi yang terjadi di perusahaan, di mana mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, menerima suap dari pihak-pihak terkait Rolls Royce. Hal ini menunjukkan adanya pelanggaran terhadap prinsip good corporate governance dan integritas perusahaan. Kaitan antara mediasi dan kasus korupsi ini menunjukkan pentingnya menjalankan tata kelola perusahaan yang baik dan menjaga integritas dalam segala aspek bisnis. Proses mediasi harus dilakukan dengan mengedepankan prinsip-prinsip integritas dan transparansi, sehingga terhindar dari praktik-praktik korupsi dan penyuapan. Dalam konteks BUMN, seperti PT Garuda Indonesia, tata kelola perusahaan yang baik dan integritas menjadi hal yang sangat penting. Perusahaan perlu menjalankan tata kelola perusahaan yang transparan dan akuntabel serta mencegah terjadinya praktik-praktik korupsi dan penyuapan. Dalam kesimpulannya, kasus PT Garuda Indonesia dan Rolls Royce menunjukkan bahwa mediasi dapat menjadi alternatif yang baik dalam menyelesaikan sengketa bisnis, namun perlu dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip good corporate governance dan integritas perusahaan. Oleh karena itu, BUMN dan perusahaan-perusahaan lainnya perlu memastikan bahwa mereka menjalankan tata kelola perusahaan yang baik dan mengedepankan integritas dalam segala aspek bisnis, termasuk dalam penyelesaian sengketa bisnis.