Natharina Yolanda, Natharina
Unknown Affiliation

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Cermin Dunia Kedokteran

Wound Myasis pada Anak Winata, Satyadharma Michael; Yolanda, Natharina
Cermin Dunia Kedokteran Vol 41, No 8 (2014): Pediatrik
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (977.431 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v41i8.1116

Abstract

Myasis merupakan infestasi parasit pada jaringan hidup makhluk bertulang belakang (manusia dan atau hewan) disebabkan oleh lalat ordo Diptera (belatung). Infestasi larva pada kulit dan luka adalah bentuk yang paling sering. Dilaporkan kasus seorang anak perempuan 10 tahun dengan keluhan luka disertai belatung pada kulit kepala. Pada pemeriksaan fisik ditemukan sebuah luka terbuka bentuk bulat, diameter 1,5 cm, kedalaman 1 cm, bergaung, berbau busuk, dengan tepi eritema disertai pus. Pada probing luka ditemukan 10 larvae berbentuk silinder, bersegmen, putih – kecokelatan dengan panjang 1,5 – 2 cm. Gambaran di atas mengarah pada diagnosis wound myasis dengan infeksi bakterial sekunder. Pasien diterapi dengan ekstraksi larva secara mekanik diikuti debridemen dan irigasi saline, petroleum jelly untuk merangsang granulasi pada kondisi lembap, antibiotik untuk infeksi sekunder. Luka sembuh dan menutup sempurna.Myasis is an infestation of dipterous larvae in live vertebrates (humans and or animals). Larvae infestation in skin and wound are the most common form. This is a report of a 10-year-old girl with chief complaint of an open wound with larvae in her scalp. Physical examination revealed a round open lesion, 1.5 cm in diameter, 1 cm in depth, cavernous, malodorous, with florid and purulent margin. Probing into the lesion revealed 10 larvae which are cylindrical, segmented, white-brownish, and 1.5 – 2 cm in length. Those findings confirmed the diagnosis of wound myasis with secondary bacterial infection. Patient was treated with mechanical larva extraction followed by debridement and saline irrigation, petroleum jelly to stimulate granulation in humid condition, and antibiotics for secondary infection. The lesion was healed and closed perfectly.
Panduan Diagnosis dan Terapi Kawasaki Disease Yolanda, Natharina
Cermin Dunia Kedokteran Vol 42, No 9 (2015): Pediatri
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (907.252 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v42i9.969

Abstract

Kawasaki Disease (KD) adalah penyakit vaskulitis akut self-limited yang sebagian besar menyerang anak di bawah 5 tahun. Penyakit dengan etiologi yang belum pasti ini memiliki gambaran klinis utama berupa demam, perubahan pada ekstremitas, eksantema, konjungtivitis bilateral, perubahan bibir dan kavum oral, serta limfadenopati servikal. KD dapat menyebabkan komplikasi pada arteri koroner, sehingga menjadi penyebab utama penyakit jantung didapat pada anak. Komplikasi berupa aneurisma koroner, stenosis, infark miokard, gagal jantung, sampai kematian mendadak. Ekokardiografi dan angiografi berperan penting dalam diagnosis dan follow-up komplikasi KD. Terapi utama berupa aspirin dan intravenous immunoglobulin (IVIG). Diagnosis dan terapi yang tepat dapat menurunkan risiko komplikasi sampai 20%.Kawasaki Disease (KD) is a self-limited acute vasculitis disease that occurs predominantly in children under 5 year-old. This disease of unknown etiology is characterized by fever, changes in extremities, exanthema, bilateral conjunctivitis, changes of lips and oral mucosa, and cervical lymphadenopathies. KD could lead to coronary artery complications, and become the leading cause of acquired heart disease in children. Cardiovascular complications include coronary aneurysm, stenosis, myocardial infarction, heart failure, and sudden death. Echocardiography and angiography are important in diagnosis and follow-up. Main therapy includes aspirin and intravenous immunoglobulin (IVIG). Prompt diagnosis and therapy could lead to 20% reduction of complication rate.