Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

PERAN KEPOLISIAN DALAM PENCEGAHAN KEJAHATAN PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DI KOTA MANADO Ronaldo Ignatius Mokalu; Rodrigo F. Elias; Deizen D. Rompas
LEX ADMINISTRATUM Vol. 11 No. 4 (2023): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian adalah untuk menjelaskan penegakan hukum dalam kejahatan pelecehan seksual terhadap anak di kota Manado dan menjelaskan peran Kepolisian dalam pencegahan kejahatan pelecehan seksual terhadap anak di kota Manado. Dengan metode penelitian hukum normatif-empiris kesimpulan yang didapat: Penegakan hukum dalam kaitannya dengan kejahatan pelecehan seksual di kota Manado dilaksanakan oleh unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dalam lingkup satuan institusi Kepolisian Resort Kota Manado, Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam rangka penanganan dan pencegahan kejahatan pelecehan seksual tersebut, Kepolisian Resort Kota Manado secara aktif sering berkoordinasi dengan pihak Dinas Sosial kota Manado. Standar pengaturan hukum dalam upaya penanganan kejahatan pelecehan seksual di kota Manado oleh lembaga-lembaga tersebut diatas berpedoman pada peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. Peran Kepolisian dalam hal fungsi dan kewenangan pencegahan kekerasan pelecehan seksual anak belum maksimal. Sebagai salah satu bukti masih semarak kekerasan seksual di tengah masyarakat dan para pelaku terindikasi orang-orang dekat. Optimalisasi peran Kepolisian hingga kini masih diperdebatkan oleh para pakar hukum sekitar asas legalitas kepastian hukum oleh karena dianggap Undang-Undang untuk menjerat pelaku kekerasan seksual terhadap anak masih banyak kelemahan.
PENERAPAN MEKANISME KEADILAN RESTORATIF (RESTORATIVE JUSTICE) DI TAHAP PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN DAERAH SULAWESI UTARA Christfael Noverio Sulung; Toar Neman Palilingan; Deizen D. Rompas
LEX PRIVATUM Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Keadilan Restoratif atau sering dikenal dengan sebutan Restorative Justice merupakan prinsip baru penyelesaian tindak pidana dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) di Indonesia. Dalam hal ini penerapannya pada tahap penyidikan oleh Kepolisian Republik Indonesia secara umum dan secara khusus Kepolisian Daerah Sulawesi Utara. Mekanisme pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) ini, lebih berorientasi pada rekonsiliasi antara pelaku (offender), korban (victim) dan masyarakat (community) untuk mengakomodir kepentingan masing-masing pihak. Meskipun prinsip ini masih baru dan kerap kali menjadi perdebatan oleh para ahli, namun penerapannya cukup sering digunakan sebagai sarana dalam memberikan rasa keadilan baik keadilan substantif maupun keadilan prosedur. Karena, dengan tingkat kejahatan yang tinggi dan secara simultan dengan overcapacity lembaga pemasyarakatan sehingga perlu mempertimbankan penerapan prinsip restorative justice dalam rangkaian criminal justice system di Indonesia. Berdasarkan data pendukung sejak tahun 2021 hingga bulan April 2023, bahwa Kepolisian Daerah Sulawesi Utara masih terbilang cukup rendah dalam mengedepankan restorative justice sehingga perlu dimasifkan penerapannya dan dibarengi dengan sosialisasi kepada seluruh stakeholders. Hal ini tentunya disebabkan oleh paradigma polisi maupun masyarakat terkait pemidanaan, masih berorientasi pada keadilan retributif (lex talionis). Tentunya dengan mengedepankan prinsip keadilan restoratif ini, agar dapat memberikan rasa keadilan kepada pihak-pihak terkait (pelaku, korban, keluarga, masyarakat dan negara). Kepolisian Daerah Sulawesi Utara memasifkan peningkatan sarana dan prasana dalam menunjang penereapan mekanisme keadilan restoratif melalui peresmian rumah restoratif justice atau disebut dengan Wale Bakubae. Kata Kunci: Keadilan Restoratif, Penyidikan, Polisi, Kepolisian Daerah Sulawesi Utara, Wale Bakubae
PENERAPAN PASAL 340 KUHP PADA ANAK DIBAWAH UMUR DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (Studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Airmadidi Nomor: 13/Pid-Sus Anak/2023/PN Arm) Fegi Amelia Datulangi; Rodrigo F. Elias; Deizen D. Rompas
LEX PRIVATUM Vol. 13 No. 4 (2024): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tujuan pemidanaan anak dalam Sistem Peradilan anak di Indonesia dan untuk mengetahui apakah tujuan pemidaan anak dalam Putusan Pengadilan Negeri Airmadidi Nomor: 13/Pid.Sus-Anak/2023/PN Arm sesuai dengan tujuan pembentukan peradilan anak di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian normatif-empiris, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Ukuran Pemidanaan Berangkat dari tujuan pemidanaan dalam upaya memberikan perlindungan demi tercapainya kesejahteraan anak, maka kriteria/standar berat ringannya pemberian sanksi bukan hanya dilihat/ diukur secara kuantitatif, melainkan lebih didasarkan kepada pertimbangan kualitatif. Oleh karena itu, sesungguhnya pertimbangan berat ringannya sanksi, bukan hanya sebatas adanya pengurangan dari ancaman sanksi untuk orang dewasa, melainkan perlu dipertimbangkan juga bobot sanksi yang diancamkan. Sebagai ukuran, bahwa penjatuhan sanksi ditujukan untuk melindungi kepentingan anak, maka ancaman sanksi perampasan kemerdekaan sejauh mungkin dihindarkan. 2. Putusan Pengadilan Negeri Airmadidi Nomor 13/Pid.Sus- Anak/2023/PN Arm. Dalam putusan perkara ini setelah memperhatikan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa di persidangan serta barang bukti dalam perkara ini yang sesuai satu dan lainnya. Setelah diperiksa hakim menilai bahwa unsur-unsur Pasal 340 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP telah terpenuhi, maka terdapatlah cukup bukti-bukti yang sah menurut hukum dan menyakinkan bagi hakim bahwa terdakwa tersebut bersalah melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan kepadanya dalam dakwaan primer. Kata Kunci : Pasal 340 KUHP, Sistem Peradilan Pidana Anak
KAJIAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA CYBERBULLYING OLEH GENERASI Z MENURUT UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Valencia Veronica Magdalena Hattu; Deizen D. Rompas; Grace Y. Bawole
LEX CRIMEN Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk pengaturan hukum mengenai Cyberbullying dan untuk mengetahui penyelesaian terhadap kasus Cyberbullying menurut pasal 45 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. KUHP memang mengatur mengenai bentuk-bentuk dari perbuatan cyberbullying yaitu seperti pencemaran nama baik seseorang untuk mempermalukan orang tersebut dan penghinaan terhadap orang lain, tetapi terdapat hal-hal yang tidak dapat dijangkau oleh KUHP untuk menjerat cyberbullying karena KUHP merupakan pengaturan untuk menjerat perbuatan yang dilakukan di dunia nyata sedangkan cyberbullying merupakan perbuatan yang dilakukan di dunia maya. Maka dalam rangka mengakomodasi pengaturan mengenai dunia maya dan segala hal yang berkaitan dengannya, dibentuklah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 2. Dalam penyelesaian kasus cyberbullying dilakukan oleh pihak yang berwenang dalam masyarakat untuk memastikan bahwa hukum tersebut dilaksanakan dan ditaati oleh setiap warga negara. Mengenai peraturan tentang tindak pidana cyberbullying yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 kemudian seiring dengan perkembangan zaman dan diikuti dengan kemajuan teknologi maka diubah menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Selanjutnya, mengalami lagi perubahan sehingga menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Cyberbullying merupakan permasalahan yang memerlukan perhatian yang lebih mendalam baik dari penegak hukum maupun dari masyarakat. Kata Kunci : pidana cyberbullying, generasi z
PERAN TEKNOLOGI DALAM MENDUKUNG PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELANGGARAN TATA TERTIB BERLALU-LINTAS Joseph Ackley Melope; Debby T. Antow; Deizen D. Rompas
LEX ADMINISTRATUM Vol. 13 No. 1 (2025): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami bagaimana landasan dasar dari pengaturan penerapan teknologi dalam mendukung penegakan hukum pidana terhadap pelanggaran tata tertib berlalu-lintas dan untuk mengetahui bagaimana proses untuk bertanggung jawab dari penerapan teknologi yang digunakan dalam mendukung penegakan hukum pidana dalam berlalu-lintas. Metode yang digunakan adalah penelitian normatif, dengan kesimpulan yaitu: 1. Dasar pengaturan hukum dan penerapan dari teknologi E-TLE dalam mendukung penegakan hukum pidana terhadap pelanggaran tata tertib berlalu-lintas untuk menunjang keabsahan alat bukti elektronik Pasal 272 dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor Di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Nomor 8 Tahun 2023 Tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas Berbasis Sistem Elektronik. 2. Pertanggungjawaban pidana terhadap masyarakat yang melanggar peraturan tata tertib berlalu-lintas yang telah di jelaskan, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan telah mengatur aturan untuk pelanggaran pada pasal 291 ayat (1) dan pasal 287 ayat (2) terkait yang tidak mau mengenakan helm dan tidak mematuhi alat pemberi isyarat lalu lintas saat melakukan konvoi. Pidana denda dapat diselesaikan melalui sistem tilang elektronik (ETLE) atau melalui pengadilan. Kata Kunci : pelanggaran lalu lintas, ETLE
Perlindungan Hukum Terhadap Korban Pemerasan Dalam Kasus Vidio Call Seks Berdasarkan Undang Undang ITE Desi Ratnasari; Deizen D. Rompas; Herry F.D Tuwaidan
LEX ADMINISTRATUM Vol. 13 No. 1 (2025): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian adalah Untuk mengetahui Perlindungan Pemerasan terhadap Korban dalam Kasus Video Call Seks berdasarkan norma yang berlaku dan Untuk mengetahui Proses Penyelesaian Perkara Pidana dalam Kasus Pemerasan melalui Video Call Seks sesuai dengan Undang-undang ITE . Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat : 1. Pengaturan pemerasan seksual (Sextortion) dalam hukum positif di Indonesia diatur dalam KUHP Pasal 368 ayat (1) dan Pasal 369 ayat (1), Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi Pasal 4 ayat (1), Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal 27 ayat (1), ayat (4) dan Pasal 29, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) Pasal 14 Ayat (1). Namun aturan yang mengatur menegnai pemerasan seksual (sextortion) yang ada di Indonesia masih memiliki kelemahan untuk meberikan perlindungan kepada korban, sehingga perlu adanya penyempurnaan dan penjelasan mengenai unsur-unsur pasal di dalamnya, guna menciptakan kepastian hukum mengenai sextortion di Indonesia. 2. Dari keseluruhan undang-undang positif yang berlaku di indonesia, distorsi merupakan tindak kejahatan yang bertentangan dengan undang-undang terutama bagi pelaku sekstorsi yang melakukan pemerasan pada korban, namun dalam kegiatan Video Call Sex ada landasan suka sama suka yang menyebabkan terjadinya peristiwa hukum, ditinjau dari asas kemampuan bertanggung jawab dan asas kesempatan bahwa terjadinya VCS murni atas dasar suka sama suka dan kesadaran untuk melakukan tindakan asusila tersebut, baik pelaku ataupun korban sama-sama memiliki pertanggung jawaban atas perbuatan yang dilakukan, yang membedakan adalah pelaku sekstorsi akan menerima hukuman lebih bila terbukti melakukan kejahatan pemerasan yang menguntungkan diri pribadi dibalik kerugian korban secara mental maupun materi. Kata Kunci : Korban, Video Call Sex, ITE