Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI HAK ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERHADAP PERNIKAHAN DINI Alvina Rivini Trulia Mokolensang; Mario A. Gerungan; Revy S. Korah
LEX PRIVATUM Vol. 11 No. 5 (2023): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana kajian yuridis mengenai pernikahan dini menurut hukum positif di Indonesia, serta untuk memberikan pemahaman mengenai hak- hak anak ketika menikah di usia dini menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yang bisa disimpulkan bahwa dalam hukum positif di Indonesia pernikahan diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun. Akan tetapi jika masih ada penyimpangan umur dalam hal tersebut, undang- undang juga mengatur dispensasi nikah. Dispensasi akan dipertimbangkan oleh hakim yang memutuskan dan akan diberikan kepada pemohon apabila memenuhi persyaratan dan benar-benar dianggap memerlukan dispensasi tersebut. Upaya pemerintah guna untuk melindungi anak dalam berbagai situasi bisa dilihat dari dibentuknya undang-undang perlindungan anak. Dimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak tersebut terdapat beberapa prinsip utama bagi pemenuhan hak hak, antara lain: Non diskriminasi; Kepentingan terbaik bagi anak; Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; Penghargaan terhadap pendapat anak. Kata Kunci : Hak Anak, Perlindungan Anak, Pernikahan Dini
TINJAUAN HUKUM NOTA ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM HUKUM ACARA PERDATA DI INDONESIA Andre Thimothy Tarigan; Deasy Soeikromo; Revy S. Korah
LEX PRIVATUM Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kehadiran alat elektonik saat ini mempermudah masyarakat dalam melakukan kegiatannya, satu diantaranya mempermudah membuat bukti transaksi. Nota elektronik merupakan bukti transakasi baru, yang dibuat oleh alat elektronik dan belum diakomodasi untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam hukum acara perdata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum, kedudukan, dan kekuatan pembuktian nota elektronik sebagai alat bukti dalam hukum acara perdata. Metode penelitian yang digunakan yaitu yuridis normatif, dengan mengakaji peraturan perundang-undangan. Adapaun hasil dari penelitian yaitu nota elektronik telah memiliki pengaturan hukum sebagai alat bukti, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang No. 11 tahun 2008 jo Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dan telah memiliki kedudukan sebagai alat bukti dalam hukum acara perdata sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 5 ayat 2 (UU ITE), serta telah memiliki kekuatan pembuktian yang dipersamakan dengan alat bukti tertulis. Kata Kunci: NOTA ELEKTRONIK, ALAT BUKTI, PERDATA.
PENERAPAN PRINSIP KEHATI – HATIAN BANK BERBASIS DIGITAL DALAM MEMBERIKAN KREDIT KEPADA DEBITUR Steven Joenathan Maluw; Grace H. Tampongangoy; Revy S. Korah
LEX ADMINISTRATUM Vol. 12 No. 2 (2024): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi Prinsip Kehati-Hatian terhadap kredit Bank Berbasis Digital dan Untuk mengetahui bagaimana dampak hukum terhadap Prinsip Kehati-Hatian dalam kredit Bank Berbasis Digital. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Penerapan Prinsip Kehati-Hatian oleh Bank Berbasis Digital dalam penyaluran kredit Tanpa Agunan (KTA), yang cenderung bergantung pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Ketergantungan ini menghasilkan kurangnya analisis terhadap karakter dan jaminan debitur, serta meningkatkan risiko kredit macet di masa depan karena kekurangan regulasi yang jelas untuk KTA. 2. Penerapan Prinsip Know Your Customer (KYC) sebagai langkah awal untuk mengenal debitur sebelum evaluasi, serta perlunya regulasi internal yang jelas dalam penyaluran KTA untuk menghindari ketidakpastian hukum. Pelanggaran terhadap Prinsip Kehati-Hatian dapat mengakibatkan sanksi dari BI dan merusak reputasi bank, sehingga Bank Berbasis Digital perlu meningkatkan proses analisis risiko, menerapkan teknologi keamanan, dan memberikan keterbukaan informasi kepada nasabah untuk menjaga stabilitas dan integritas sistem perbankan. Kata Kunci : prinsip kehati-hatian, bank berbasis digital, kredit
TINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN SENGKETA TANAH TIDAK BERSERTIFIKAT (Studi Kasus : Kecamatan Tahuna Barat Kabupaten Kepulauan Sangihe ) Yolandita Griselia Buisan; Revy S. Korah; Sarah D. L. Roeroe
LEX ADMINISTRATUM Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami pengaturan mengenai penyelesaian sengketa tanah tidak bersertifikat dan untuk mengetahui dan memahami mekanisme penerapan penyelesaian sengketa tanah tidak bersertifikat. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis empiris, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Pemerintah telah membuat regulasi atau pengaturan untuk mewadahi kepastian hukum pertanahan serta penyelesaian sengketa tanah baik litigasi yang ditinjau dalam HIR dan Rbg maupun non-litigasi berlandaskan Permen Agraria/Kepala BPN No 21 Tahun 2020 Tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan serta juga Undang-undnag No 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa sebagai dasar pelaksanaan penyelesaian sengketa diluar pengadilan. 2. Dalam penyelesaian sengketa tanah tidak bersertifikat di Kecamatan Tahuna Barat Kabupaten kepulauan Sangihe cenderung kebanyakan warga masyarakatnya menyelesaikan sengketa melalui jalur non-litigasi dengan mediasi yang juga tidak melibatkan Badan Pertanahan Nasional tetapi melibatkan hukum tidak tertulis yakni hukum adat serta Lurah sebagai mediator sekaligus hakim desa. Hal ini sudah menjadi kebiasaan warga masyarakat di Kecamatan Tahuna Barat untuk menyelesaikan sengketa pertanahan serta jarang ditemui sengketa yang sampai di ranah peradilan. Kata Kunci : sengketa tanah tidak bersertifikat, kecamatan tahuna barat
TINJAUAN HUKUM MENGENAI KEPUTUSAN MENTERI ESDM No. 37. K/MG.01/MEM.M/2023 TENTANG PENGGUNAAN LIQUEFIED PETROLEUM GAS (LPG) 3 KILOGRAM BERSUBSIDI YANG TIDAK SESUAI ATURAN Karpolin Mentari Manik; Grace H. Tampongangoy; Revy S. Korah
LEX ADMINISTRATUM Vol. 13 No. 2 (2025): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kilogram merupakan komoditas energi yang disubsidi oleh pemerintah guna memenuhi kebutuhan masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Namun, dalam praktiknya, sering terjadi penyalahgunaan distribusi LPG 3 kilogram, seperti pengoplosan, penimbunan, serta distribusi yang tidak tepat sasaran. Pemerintah melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No.37.K/MG.01/MEM.M/2023 berupaya mengatasi permasalahan ini dengan mengatur mekanisme distribusi agar lebih tepat sasaran. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif, bertujuan untuk menganalisis peraturan yang mengatur distribusi LPG 3 kilogram serta langkah-langkah hukum yang dapat diterapkan untuk mengatasi pelanggaran yang terjadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat celah dalam penegakan hukum terkait distribusi LPG 3 kilogram, yang menyebabkan subsidi tidak tersalurkan dengan efektif kepada kelompok masyarakat yang berhak menerimanya. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan lebih ketat serta peningkatan sanksi bagi pelanggar guna menciptakan distribusi yang adil dan merata. Selain itu, fenomena kelangkaan LPG 3 kilogram di beberapa daerah juga menjadi isu utama yang perlu mendapatkan perhatian. Kelangkaan ini sering kali disebabkan oleh praktik spekulatif yang dilakukan oleh distributor atau pengecer yang menahan stok untuk menaikkan harga di pasaran. Akibatnya, masyarakat yang benar-benar membutuhkan LPG bersubsidi kesulitan mendapatkannya dengan harga yang wajar. Pemerintah perlu melakukan evaluasi terhadap rantai distribusi LPG bersubsidi guna memastikan bahwa penyaluran dilakukan dengan transparan dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan sistem pemantauan berbasis teknologi untuk mencegah kebocoran distribusi dan penyelewengan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Pemanfaatan sistem digital dalam pendistribusian LPG 3 kilogram dapat membantu meningkatkan transparansi serta mempercepat identifikasi terhadap potensi penyimpangan. Dengan demikian, subsidi yang diberikan oleh pemerintah dapat benar-benar dirasakan oleh masyarakat yang berhak serta mengurangi risiko penyalahgunaan yang dapat merugikan negara. Kata Kunci : LPG 3 Kilogram, Subsidi, Hukum Energi, Keputusan Menteri ESDM, Penegakan Hukum