Ceprudin Ceprudin, Ceprudin
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Strategi Ketahanan Sosial-Ekonomi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Studi Pada Kelompok Paguyuban Budaya Bangsa Di Jawa Tengah Ceprudin, Ceprudin; Mustolehudin, Mustolehudin; Masfiah, Umi
Jurnal Spektrum Hukum PMIH UNTAG Semarang Vol 21, No 1 (2024): Jurnal Spektrum
Publisher : PMIH Untag Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56444/sh.v21i1.5182

Abstract

This research aims to reveal the survival strategies of the Faith Believers group (adherents of non-six religions in Indonesia) at the National Cultural Association (PBB). Presenting methods of resilience for the members of the Faith at this time is important as a guide to good practice (best practice) for fellow Believers. Examining group survival strategies Beliefs are closely linked to a history full of repression and discrimination. The National Cultural Association (PBB) is a group of believers who, according to organizational policy, choose not to join any religion. This type of research uses a juridical-empirical approach. This research was conducted in Kebumen Regency (central management) and Banjarnegara Regency (largest mass base) for PBB Faithful residents. Data sources were obtained from interviews with organizational leaders, young people and students who experienced pressure while being members of the PBB Faith. The author hypothesizes that PBB adherents are a group that firmly adheres to the teachings of their ancestors. Even though they face great pressure, they are still able to survive and carry out regeneration until now.
Analisis Yuridis Perjanjian Jual Beli Tanah Yang Dibuat Dibawah Tangan Terhadap Peralihan Hak Atas Tanah (Studi Kasus Putusan Nomor 566/PDT.G/2023/PN.Smg) Oksavina, Monica Belinda; Silfiyania, Mifta; Ceprudin, Ceprudin
Hukum dan Dinamika Masyarakat Vol 23, No 1 (2025): HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT
Publisher : Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus (UNTAG) Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56444/hdm.v23i1.6435

Abstract

Dalam praktik ditemukan masyarakat yang melakukan transaksi jual beli tanah secara dibawah tangan, Perjanjian jual beli tanah yang tidak dibuat dihadapan PPAT dapat menimbulkan kerugian bagi pihak pembeli, seperti pada kasus putusan Nomor 566/Pdt.G/2023/PN.Smg. Tujuan dari penelitian ini  mengenai keabsahan dan kekuatan hukum perjanjian jual beli tanah yang tidak dibuat dihadapan PPAT serta menganalisis pertimbangan hukum putusan Hakim Pengadilan Negeri Semarang terhadap Putusan Nomor 566/Pdt.G/2023/PN.Smg. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan serta dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian bahawa: 1) Keabsahan dan kekuatan hukum perjanjian jual beli tanah dibawah tangan dengan objek sertipikat hak guna bangunan adalah sah sesuai dengan pasal 1320 KUHPerdata dan mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti akta otentik. 2) Analisis pertimbangan hakim dalam putusan Nomor.566/Pdt.G/2020/PN.Smg bahwa majelis hakim telah memberikan dasar hukum bagi Penggugat untuk melanjutkan peralihan hak dengan menggunakan salinan resmi putusan pengadilan.
Implementation of the Erga Omnes Principle on the Decision of the Constitutional Court (MK) concerning the Supreme Court's SE (MA) regarding Judicial Review Ceprudin, Ceprudin
Walisongo Law Review (Walrev) Vol. 3 No. 2 (2021)
Publisher : Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/walrev.2021.3.2.9423

Abstract

This study aims to analyse the decisions of the Constitutional Court (MK) and Circular Letters (SE) of the Supreme Court (MA) regarding Judicial Review (PK) in criminal cases. In March 2014, through decision No. 34/PUU-XI/2013, the Constitutional Court stated that in a criminal case, a PK may be conducted more than once. The verdict states that Article 268 paragraph (3) of Law no. 8 of 1981 concerning the Criminal Procedure Code (KUHAP) is contrary to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. Interestingly, the Supreme Court issued SE No. 7 of 2014 which stipulates that PK is only allowed once. SEMA was signed on December 31, 2014, Chairman of the Supreme Court, Hatta Ali. The existence of the Constitutional Court and SEMA decisions has implications for the dualism of legal practice between only one time and maybe more than once in a PK application. Until now, the SEMA has not been revoked. The existence of the dualism of these rules seems to create uncertainty in the practice of PK law enforcement in Indonesia. Analysing the two legal products from two conflicting state institutions is very important to clarify the procedure for review. The review, which is also often called an extraordinary legal effort, is essential to maintain legal justice and safeguard the basic rights of citizens. In reviewing this fact, we will refer to the principle of Erga Omnes and its correlation with the protection of the basic rights of citizens. The principle of Erga Omnes (applies to everyone in the same case) must be heeded by all state institutions including the Supreme Court. In addition, regulation and its implementation must still pay attention to human rights. So this study uses the normative legal method. Based on the provisional facts presented, the authors hypothesise that SEMA should support the Constitutional Court's decision on PK as an implementation of the principle Erga Omnes and protect the basic rights of citizens. The principle of Erga Omnes and the framework for protecting basic human rights are two things that must be signed in the practice of review.[]Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Surat Edaran (SE) Mahkamah Agung (MA) tentang Peninjauan Kembali (PK) dalam perkara pidana. Pada Maret 2014, melalui putusan No. 34/PUU-XI/2013, MK menyatakan bahwa perkara pidana, PK boleh lebih dari satu kali. Putusan itu menyatakan Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bertentangan dengan UUD NRI 1945. Menariknya, MA menerbitkan SE No. 7 Tahun 2014 yang menentukan bahwa PK hanya dibolehkan satu kali. SEMA ditandatangani pada 31 Desember 2014 Ketua MA, Hatta Ali. Adanya putusan MK dan SEMA itu berimplikasi pada dualisme praktik hukum antara hanya satu kali dan boleh lebih dari satu kali dalam permohonan PK. Hingga kini, SEMA tersebut belum dicabut. Adanya dualisme aturan tersebut seakan menimbulkan ketidakpastian praktik penegakkan hukum PK di Indonesia. Menganalisis dua produk hukum dari dua lembaga negara yang bertentangan itu sangat penting untuk menjernihkan tata cara peninjauan kembali. Peninjauan kembali yang juga kerap disebut upaya hukum luar biasa pada hakikatnya untuk menjaga keadilan hukum dan menjaga hak-hak dasar warga negara. Dalam mengkaji fakta ini, akan merujuk asas erga omnes dan korelasinya dengan perlindungan hak dasar warga negara. Asas erga omnes (berlaku bagi semua orang dalam perkara yang sama) harus diindahkan oleh semua lembaga negara termasuk MA. Selain itu, dalam sebuah aturan dan pelaksanaannya harus tetap memperhatikan hak asasi manusia. Sehingga kajian ini menggunakan metode hukum normatif. Atas fakta sementara yang tesaji, penulis berhipotesa bahwa SEMA seharusnya mendukung putusan MK tentang PK sebagai implementasi asas erga omnes dan melindungi hak-hak dasar warga negara. Asas erga omnes dan kerangka perlindungan hak dasar manusia merupakan dua hal yang harus menjadi rambu-rambu dalam praktik peninjauan kembali.