Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Sosialisasi Mengenai Cyberbullying Guna Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat Pada Pesantren Entrepreneur Ash-Shalahuddin Cililin, Kabupaten Bandung Barat Efik Yusdiansyah; Chepi Ali Firman; Arinto Nurcahyono; Neni Ruhaeni; Dini Dewi Heniarti; Sri Ratna Suminar; Ahmad Faizal Adha; Muhammad Ilman Abidin; Hasya Fazni Pratiwi; Suci Setiawati
JAPI (Jurnal Akses Pengabdian Indonesia) Vol 8, No 2 (2023)
Publisher : Universitas Tribhuwana Tunggadewi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33366/japi.v8i2.5030

Abstract

Cyberbullying atau intimidasi dalam dunia maya, telah menjadi fenomena yang semakin meresahkan dalam era digital saat ini. Dengan semakin meluasnya akses ke platform online, tindakan ini mengancam kesejahteraan emosional individu terutama anak muda. Penelitian ini mengulas dampak negatif cyberbullying terhadap kesehatan mental korban, seperti stres, kecemasan, depresi, dan bahkan potensi bunuh diri. Faktor-faktor seperti anonimitas dan jangkauan luasnya internet memperumit upaya pencegahan. Oleh karena itu, perlunya kerjasama antara orangtua, pendidik, dan platform online dalam menciptakan lingkungan yang aman dan mendidik bagi para pengguna, serta implementasi regulasi yang lebih ketat untuk melindungi individu dari dampak buruk cyberbullying. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan sosialisasi terkait cyberbullying. Metode yang digunakan yaitu survei lapangan, sosialisasi, dan evaluasi. Hasil kegiatan sosialisasi ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran hukum sosialisasi tentang cyberbullying di pesantren merupakan langkah penting untuk membekali santri dengan pemahaman dan keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi dunia maya dengan bijaksana dan bertanggung jawab.
Pertanggungjawaban Hukum Bagi Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang Spa Pijat Sesama Jenis (Homoseksual) Di Kota Medan Dihubungkan Dengan UU Nomer 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Kasus : No.3317/Pid.B/2020/Pn.Md Muhamad Akbar Rafly Astadipura; Chepi Ali Firman
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 4 No. 1 (2024): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsls.v4i1.9781

Abstract

Abstract. Human trafficking has evolved into a more modern form of human trade. One case of human trafficking occurred in Medan City, as in the case of Decision No. 3317/Pid.B/2020/Pn.Mdn. In this case, the modus operandi used for human trafficking was in the form of same-sex spa masseurs (homosexual). The judge's sentence imposed on the defendant was a 3-year prison term and a fine of Rp 120,000,000, or in default, an additional 1-month imprisonment. This is far from the maximum punishment stipulated in Article 2 paragraph (1) of Law Number 21 of 2007 concerning the Eradication of the Criminal Act of Trafficking in Persons, which is 15 years imprisonment and a maximum fine of Rp 600,000. This research aims to determine the legal accountability of perpetrators of the crime of trafficking in persons of the same sex and to identify the forms of legal protection for victims of the crime of human trafficking. The method used by the author is the normative juridical approach. Normative juridical research is an approach to the review of legislation. The accountability of perpetrators of the crime of human trafficking falls into a specific criminal act. If we look at the elements of the actions carried out by the defendant A Meng Als Ko Amin, they violate several provisions related to sexual deviations, illegal efforts such as same-sex massage spas, and most importantly, the crime of human trafficking. Legal protection for victims of human trafficking is contained in Articles 44 to 51, which stipulate the rights granted to victims of the crime of human trafficking. Human trafficking is one of the worst acts that threaten the dignity and humanity of individuals. The form of human trafficking is not only as an object for sexual gratification but has evolved into forms of forced labor, slavery, and other forms such as recruitment, transportation, transfer, harboring, or receipt of persons, by means of threat or use of force, or other forms of coercion, abduction, fraud, deception, abuse of power or vulnerability, giving or receiving payments or benefits to obtain consent from a person in authority over another person, for the purpose of exploitation. Abstrak. Perdagangan orang telah berkembang menjadi bentuk lebih modern dari perdagangan manusia. Salah satu kasus perdagangan orang terjadi di Kota Medan seperti dalam kasus Putusan No. 3317/Pid.B/2020/Pn.Mdn, dalam kasus ini modus perdagangan orang yang digunakan yaitu sebagai pekerja spa pijat sesama jenis (homo seksual). Vonis hakim yang dijatuhkan pada terdakwa yaitu pidana penjara selama 3 tahun dan denda sebanyak Rp 120.000.000,- subs 1 bulan penjara, dimana hal tersebut sangat jauh dari hukuman maksimal yang terdapat didalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomer 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yaitu 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 600.000,-. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertanggungjawaban hukum terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang sesama jenis dan mengetahui bentuk perlindungan hukum pada korban tindak pidana perdagangan orang. Metode yang penulis gunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah pendekatan pada tinjauan terhadap perundang-undangan. Pertanggungjawaban pelaku tindak pidana perdagangan orang, bahwa hal tersebut masuk kedalam tindak pidana khusus. Jika melihat unsur-unsur perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa A Meng Als Ko Amin melanggar beberapa ketentuan dalam ketentuan penyimpangan seksual, usaha illegal berupa spa pijat sesama jenis, dan yang terutama yaitu tindak pidana perdagangan orang. Perlindungan hukum bagi korban tindak pidana perdagangan orang terdapat didalam pasal 44 sampai pasal 51 yang berisi tentang hak-hak korban yang diberikan sebagai korban tindak pidana perdagangan orang. Perdagangan manusia merupakan salah satu tindakan yang paling buruk dalam mengancam harkat dan martabat manusia. Bentuk dari perdagangan orang bukan hanya sebagai objek pemuasan hasrat seksual saja tetapi telah berkembang menjadi bentuk pekerja paksa, perbudakan, dan bentuk lainnya seperti Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk- bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi.
Analisis Kebijakan Hukum Pidana pada Kasus Sekte Ajaran Sesat Dikaitkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Muhamad Haikal Arifin; Chepi Ali Firman
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 4 No. 2 (2024): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsls.v4i2.15629

Abstract

Abstract. The right and freedom for every Indonesian citizen to choose and embrace a religion as a way of life is guaranteed by the 1945 Constitution Article 29 Paragraph (1). The state recognizes six religions—Islam, Christianity, Catholicism, Hinduism, Buddhism, and Confucianism—based on Law Number 1 of 1965 concerning Prevention of Abuse and/or Blasphemy of Religion. Every Indonesian citizen is required to adhere to one of these recognized religions, aligning with the 1st principle of Pancasila.The Indonesian Ulema Council (MUI), as the authority on religious interpretation, has issued fatwas and identified religious beliefs considered heretical, such as Ahmadiyah, Ikrar Sunah, Hakekok Balakasuta, Maha Guru Puang La'lang, and Lia Eden. Individuals associated with these beliefs can be prosecuted under Article 156a of the Criminal Code and Law No. 1 of 1965 concerning Blasphemy of Religion.A thorough study of the legal policies, both penal and non-penal, concerning heretical sects is crucial. This research aims to contribute to fostering peaceful religious coexistence, supporting the nation’s legal ideals as outlined in the preamble to the 1945 Constitution. Abstrak. Hak dan kebebasan setiap warga negara Indonesia untuk memilih dan menganut agama sebagai pedoman hidup dijamin oleh UUD 1945 Pasal 29 Ayat (1). Negara mengakui enam agama—Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu—berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Setiap warga negara Indonesia diwajibkan untuk menganut salah satu agama yang diakui tersebut, sesuai dengan sila pertama Pancasila.Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai otoritas interpretasi agama telah mengeluarkan fatwa dan mengidentifikasi keyakinan yang dianggap sesat, seperti Ahmadiyah, Ikrar Sunah, Hakekok Balakasuta, Maha Guru Puang La'lang, dan Lia Eden. Individu yang terkait dengan keyakinan ini dapat dituntut berdasarkan Pasal 156a KUHP dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1965 tentang Penodaan Agama.Studi mendalam tentang kebijakan hukum, baik pidana maupun non-pidana, terhadap aliran sesat sangat diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk berkontribusi dalam menciptakan kehidupan beragama yang damai, mendukung cita-cita hukum bangsa sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945.
Pertanggungjawaban Pidana terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang oleh DNA Pro Trading Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Muhammad Zidane; Chepi Ali Firman
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 4 No. 2 (2024): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsls.v4i2.15703

Abstract

Abstract. This study aims to analyze the criminal liability for money laundering offenses committed by an investment company named DNA Pro Trading. The issues are analyzed based on Law Number 8 of 2010 concerning the Prevention and Eradication of Money Laundering Crimes. The research method used is normative juridical with legislative and conceptual approaches. The data used are secondary data obtained from literature studies. The results of the study show that DNA Pro Trading can be held criminally liable for money laundering offenses based on Law Number 8 of 2010. This is because DNA Pro Trading was proven to have received, controlled, used, made an investment object, exchanged, or transferred, taken abroad, exchanged, or other acts concerning Assets that it knew or reasonably suspected were proceeds of crime. DNA Pro Trading can be subject to criminal sanctions of imprisonment, fines, and administrative sanctions in accordance with the applicable laws and regulations. people still exist, the implementation of Government Regulation in the Land No. 52 of 2014 Tengtang Guidelines for the Recognition and Protection of Indigenous Peoples has not been implemented by the Customary Rulers, the Head of Nagari Kapa Customary Affairs argued that with the enactment of the West Pasaman Regency Regulation No. 9 of 2017 concerning Nagari Customary Density, it has indicated that they are recognized by the state as a unit of Indigenous Peoples. Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh perusahaan investasi bernama DNA Pro Trading. Permasalahan dianalisis berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DNA Pro Trading dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana pencucian uang berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010. Hal ini dikarenakan DNA Pro Trading terbukti menerima, menguasai, menggunakan, menjadikan objek investasi, menukarkan, atau mentransfer, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. DNA Pro Trading dapat dikenakan sanksi pidana penjara, denda, dan sanksi administratif sesuai denganketentuan perundang-undangan yang berlaku.