Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

EFEKTIVITAS SANKSI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERKAIT EKSPLOITASI DAN PENGANIAYAAN PADA HEWAN Meisarah Tri Anjani; Bagus Ramadi
Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial Vol. 1 No. 12 (2023): Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial
Publisher : CV SWA ANUGERAH

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.6578/tjis.v1i12.595

Abstract

Eksploitasi dan penganiayaan pada hewan merupakan kasus kejahatan yang sangat sering terjadi, terutama perburuan satwa liar atau dilindungi dan penganiayaan yang terjadi pada hewan peliharaan. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti efektivitas sanksi dalam hukum Islam dan hukum positif terkait eksploitasi dan penganiayaan pada hewan. Kajian penelitian ini berfokus pada sanksi pada masing-masing dua hukum tersebut. Metode pada penelitian ini menggunakan metode normatof yaitu metode studi kepustakaan terhadap hukum pidana Islam, Undang-Undang, dan KUHP. Penelitian ini menggunakan pendekatan state approach dan comparative approach guna berusaha mencari perbandingan yang lebih efektif antara hukum Islam dengan hukum positif terkait permasalahan eksploitasi dan penganiayaan pada hewan. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa hukum Islam dan hukum positif sama-sama memberikan sanksi yang efektif terkait eksploitasi dan penganiayaan pada hewan. Hukum Islam memberikan sanksi hukuman ta’zir, yang seluruh jenis hukumannya diserahkan kepada hakim atau penguasa dan hukum positif yang sudah mengatur secara rinci ataupun jelas terkait eksploitasi dan penganiayaan pada hewan. Namun, dalam hukum positif terkait penganiayaan pada hewan yang bukan dilindungi atau satwa liar, masih terbilang belum efektif, karena hukumannya masih terlalu ringan jika dilihat dari kasus-kasus yang masih banyak melakukan kekerasan pada hewan-hewan disekitar rumah atau lingkungan kita.
Analysis of Legal Liability in Force Majeure Arbitration Civil Matters Due to Decrease in Currency Value (Study of Decision Number 976 K/Pdt/2012) Meisarah Tri Anjani; Dea Khairat; Wulan Dari; Mhd Ary Fadhillah Nasution; Lufti Sugara
ISNU Nine-Star Multidisciplinary Journal Vol. 1 No. 2 (2024): SEPTEMBER 2024 :ISNU Nine-Star_INS9MJ
Publisher : ISNU Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.70826/ins9mj.v1i2.109

Abstract

A currency downgrade refers to an economic downturn that has a significant impact on the economy of one or more countries, including inflation and international trade. This can affect business relationships. In some cases, a currency downgrade can lead to a default, and the party who suffered the loss can invoke force majeure. However, currency downgrades are not considered force majeure under Indonesian law. In the case of business disputes, arbitration is often a strong and final resolution mechanism, although the award can still be overturned if there is fraud or forged documents. Force majeure must be caused by an extraordinary event that cannot be foreseen, such as a natural disaster or social conflict. A valid sale and purchase agreement is legally binding on both parties, and breaches of the agreement can be resolved through the courts or arbitration. Dispute resolution through arbitration is seen as a faster and more flexible alternative to litigation in court.