Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PEMBATALAN PERKAWINAN ATAS DASAR PENIPUAN STATUS PERKAWINAN Lindri Pubowati
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 13, No 2 (2023): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35968/jihd.v13i2.1108

Abstract

Kedewasaan merupakan hal terpenting yang harus dimiliki pasangan suami istri dalam membina rumah tangga. Cara penyelesaian konflik yang memiliki solusi akan berdampak baik untuk masa depan rumah tangga tersebut. Konflik berkepanjangan yang tidak diselesaikan dengan tuntas akan membuat kehidupan keluarga tidak memiliki ketentraman, dimana ketentraman tersebut merupakan salah satu esensi dalam rumah tangga. Pembatalan perkawinan menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. Berbeda dengan perceraian, pembatalan perkawinan terjadi akibat adanya pelanggaran terhadap syarat-syarat dalam melangsungkan perkawinan. Alasan-alasan pembatalan perkawinan ada dalam UU Nomor 1 Tahun 1974, secara limitatif diatur dalam Pasal 22 sampai 28, dan Pasal 37 dan 38 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974. Rumusan masalah dalam penelitian ini Apa saja alasan-alasan pembatalan perkawinan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam?Bagaimana aturan hukum terhadap pembatalan perkawinan atas dasar penipuan status perkawinan? Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perbandingan hukum. Sedangkan sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini Alasan-alasan pembatalan perkawinan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam dapat diketahui bahwa ada beberapa yang menjadi alasan pembatalan terhadap perkawinan yaitu jika sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 22-28, perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan. Kemudian, pengertian “dapat” dalam pasal tersebut mengacu pada ketentuan agama masing-masing. Pada pasal 26 ayat 1 perkawinan dapat dibatalkan apabila perkawinan tersebut tidak dilaksanakan di muka pegawai pencatatan perkawinan yang berwenang. Pasal 27 Undang-Undang Perkawinan, pembatalan perkawinan dapat dibatalkan apabila perkawinan dilangsungkan dibawah ancaman yang melanggar hukum atau terjadi salah sangka terhadap diri pasangan. Pasal 72 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam menyebutkan Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau isteri. Aturan Hukum Terhadap Pembatalan Perkawinan Atas Dasar Penipuan Status Perkawinan bahwa terjadi pelanggaran mengenai syarat-syarat dalam melangsungkan perkawinan, dan dalam hal ini pembatalan perkawinan atas dasar penipuan status indentitas memiliki akibat hukum yang dimana terhadap perkawinan tersebut harus batal demi hukum dengan putusan pengadilanKata Kunci: Perkawinan, Pembatalan Perkawinan, Penipuan Status Perkawinan
The Role of the Marriage Advisory, Development and Preservation Body (Bp4) in Divorce Mediation Cendhayanie, Rara Amalia; Purbowati, Lindri; Sulisrudatin, Nunuk; Putri Andhiargo, Adelia; Nur Safana, Azzahra
JIHAD : Jurnal Ilmu Hukum dan Administrasi Vol 6, No 2 (2024): JIHAD : Jurnal Ilmu Hukum Dan Administrasi
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58258/jihad.v6i2.6940

Abstract

Penyelesaian perceraian melalui mediasi menjadi pilihan utama, upaya mediasi dapat memudahkan pengadilan karena akan mengurangi bertumpuknya perkara. Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) selaku mediator memiliki peran menentukan dalam suatu proses mediasi. Penelitian ini memfokuskan pada peranan BP4 dalam proses mediasi perceraian, dimana BP4 mempunyai peran penting terkait keberhasilan mediasi yang ditentukan oleh mediator, yang berperan aktif dalam menjembatani sejumlah pertemuan antara para pihak. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan, bahwa Pelaksanaan mediasi perceraian yang berhasil dimediasi oleh BP4  Pusat menunjukan angka sebesar 1,76 %. Data tersebut membuktikan bahwa mediasi perceraian yang dilaksanakan oleh BP4 Pusat belum efektif. Adapun kendala-kendala yang dihadapi antara lain Terbatasnya anggaran untuk meningkatkan kualitas para mediator dan ketidakhadiran para pihak saat proses mediasi. Untuk dapat mengoptimalkan kinerja mediator, BP4 Pusat seharusnya membuka peluang bagi pihak lain untuk masuk di dalamnya, seperti ulama dan aktivis lembaga swadaya masyarakat
Sosialisasi Batas Usia Nikah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan Sebagai Upaya Pencegahan Perkawinan Dini di Sekolah Menengah Atas Negeri 9 Jakarta Purbowati, Lindri; Cendhayanie, Rara Amalia; Sulisrudatin, Nunuk; Aprilliani, Shilvyana; Purnamasari, Defi
Abdimas Indonesian Journal Vol. 4 No. 2 (2024)
Publisher : Civiliza Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59525/aij.v4i2.406

Abstract

The determination of the age limit for marriage is stated in UU No.16 Tahun 2009 article (1), where marriage is only permitted if the man and woman have reached the age of 19 (nineteen) years. However, data from the Central Statistics Agency (BPS) shows that 33.76% of young people in Indonesia recorded their first marriage age in the range of 19-21 years in 2022. As many as 19.24% of young people who first married when they were 16-18 years old. Early marriage has an impact on children, because there is no readiness both mentally and economically. Therefore, the Socialization of Law Number 16 of 2009 concerning the age of marriage as an effort to prevent early marriage was held at the State Senior High School 9 Jakarta which aims to provide legal awareness as well as enlightenment regarding the prevention of early marriage and provide education on mental readiness to become parents for children. The implementation of the socialization began with a pretest which was conducted orally to find out the initial understanding of the participants, then after that it began with material presentation and question and answer discussion for 2 hours. The results of this activity show that based on the participants' posttest results there is an increase in understanding about the age of marriage and the prevention of early marriage.