Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN SEBAGAIUPAYA MENCEGAH PERATURAN DAERAH BERMASALAH DI KABUPATEN BOJONEGORO Bukhari Yasin; Andrianto Prabowo
Jurnal Pro Hukum : Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik Vol 9 No 2 (2020): JURNAL PRO HUKUM : JURNAL PENELITIAN BIDANG HUKUM UNIVERSITAS GRESIK
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gresik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55129/jph.v9i2.1202

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran dan fungsi pengawasan Gubernur terhadap Peraturan Daerah.Metode penelitian terdiri dari jenis penelitian, metode pendekatan, sumber bahan hukum, teknik pengumpulan bahan hukum dan analisis bahan hukum.Dari hasil analisis maka dapat disimpulkan bahwa peran dan fungsi pengawasan Gubernur terhadap Peraturan Daerah adalah untuk memastikan bahwa Peraturan Daerah yang dibuat tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada di atasnya agar tidak terjadi tumpang tindih baik dari segi kewenangan maupun dari segi materi muatan, dan Gubernur sebagai wakil dari pada Pemerintah Pusat yang ada di daerah diberi kewenangan untuk itu.Kata Kunci: Pelaksanaan, Fungsi, Pengawasan,Peraturan Daerah. This study aims to determine the role and function of governor's supervision of regional regulations. The research method consists of the type of research, the approach method, the source of legal materials, the techniques of collecting legal materials and the analysis of legal materials. From the results of the analysis, it can be concluded that the role and function of the Governor's oversight of Regional Regulations is to ensure that the Regional Regulations made do not conflict with existing laws and regulations so that there is no overlap, both in terms of authority and in terms of content, and the Governor as the representative of the Central Government in the regions is given the authority to do this.Keywords: Implementation, Functions, Supervision, Regional Regulations.
KEKUATAN ALAT BUKTI SERTIPIKAT DALAM PERKARA SENGKETA TANAH BEKAS ADAT (Analisis Yuridis terhadap Putusan PN Bojonegoro No.21/Pdt.G/1994/PN.BJN.) Andrianto Prabowo
JUSTITIABLE - Jurnal Hukum Vol. 1 No. 1 (2018): JUSTITIABLE - Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Bojonegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Mencuatnya kasus pertanahan di Indonesia menandai bahwa pemerintah belum berhasil dalam mengatur dan memberikan kepastian hokum khususnya dalam hal atas kepemilikan tanah. UU Nomor 5 tahun 1960 yang kemudian disempurnakan dengan Undang-undang Nomor 24 tahun 1997 merupakan jawaban perhatian pemerintah , kurangnya pengetahuan masyarakat dan ketidakpedulian masyarakat terkadang merupakan pemicu terjadinya sengketa atas kepemilikan tanah dan didalam prakteknya apabila terjadi sengketa maka penyelesaian dapat melalui berbagai tahap. Melalui penelitian ini penulis bertujuan untuk lebih mengetahui dan mempelajari tentang kepastian hokum sertifikat hak milik atas kepemilikan tanah terhadap penyelesaian sengketa tanah dengan metode Pendekatan Kasus (caseapproach) yang menelaah ratio decidendi atau alasan-alasan hokum apa yang dipertimbangkan oleh hakim untuk sampai pada putusan. Dan pada skripsi ini penulis melakukan penelitian pada kasus sengketa yang ada di Desa Kunci Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro, yang sudah diputus perkaranya pada Pengadilan Negeri Bojonegoro hingga Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia. Dan dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa sertipikat memiliki kepastian hokum terhadap kepemilikan tanah namun apabila dalam proses administrasinya terdapat cara yang melanggar hokum atau cacat hukum maka dapat batal demi hukum apabila cacat dimaksud bias dibuktikan secara nyata dan relevan dan sudah memilki kekuatan hokum tetap atau dictum dari Pengadilan Tata Usaha Negara maka dapat di status quo atau pemblokiran terhadap sertipikat tersebut untuk di koreksi di Badan Pertanahan Nasional Setempat.
PROSEDUR PERUBAHAN IDENTITAS NAMA YANG TERDAPAT PADA KUTIPAN AKTA CERAI (Study di Kantor Pengadilan Agama Bojonegoro) Andrianto Prabowo
JUSTITIABLE - Jurnal Hukum Vol. 1 No. 2 (2019): JUSTITIABLE - Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Bojonegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Fenomena perceraian merupakan hal yang sudah umum terjadi di masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk, yang terjadi apabila antara suami dan istri sudah tidak mampu lagi mencari cara penyelesaian masalah yang dapat memuaskan kedua belah pihak. Bercerai dengan orang yang sebelumnya atau masih dicintai merupakan suatu peristiwa yang tidak menyenangkan. Setelah bercerai, kebanyakan orang tua memiliki dua masalah, yaitu penyesuaian terhadap konflik-konflik intrapsikis dan terhadap peran mereka sebagai orang tua yang bercerai.Akta Perceraian merupakan bukti cerai atau putusnya hubungan antara suami-isteri dari status perkawinan. Akta Cerai ini sangat penting untuk diterbitkan setelah adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, karena akta tersebut merupakan status pribadi dan status hukum setiap peristiwa perceraian yang dialami oleh setiap orang. Dalam penelitian ini membahas tentang 2 (dua) hal, yaitu Dasar hukum penerbitan Kutipan Akta Cerai di Pengadilan Agama Bojonegoro danProses perubahan identitas nama pada Kutipan Akta Cerai di Pengadilan Agama Bojonegoro. Metode penelitian yang digunakan adalah Normatif-Empiris dengan lokasi penelitian di Kantor Pengadilan Agama Bojonegoro, metode pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep dan pendekatan historis, teknik pengumpulan bahan hukum yaitu wawancara serta analisis bahan hukum menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sehingga dapat ditarik kesimpulan singkat dalam pembahasan ini adalah berkaitan dengan siapakah yang berwenang untuk mengubah identitas nama pada Kutipan Akta Cerai apabila terjadi kesalahan, sehingga menimbulkan perbedaan dengan dokumen lain milik para pihak.
KEDUDUKAN HUKUM BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA Andrianto Prabowo
JUSTITIABLE - Jurnal Hukum Vol. 2 No. 1 (2019): JUSTITIABLE - Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Bojonegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, menjelaskan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam pemerintahan desa tidak hanya terdiri dari kepala desa beserta perangkat-perangkat lain di bawahnya, namun juga terdiri dari masyarakat setempat yang tergabung menjadi suatu kelompok yang disebut Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Hal tersebut agar tercipta asas check and balances yang mendukung demokrasi agar pemerintah desa tidak bertindak sewenang-wenang dalam menjalankan jabatannya. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Perubahan tugas dan fungsi BPD berpengaruh pasang naik dan surutnya demokrasi di desa. Desa sebagai republik kecil menginginkan setiapwarganya memiliki hak untuk terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Karena itu, BPD menjadi lembaga demokrasi perwakilandi tingkat desa. Dalam penulisan Penelitian ini, penulis membahas dua rumusan masalah yaitu : Kedudukan dan kewenangan Badan Permusyawaratan Desa menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa berdasarkan UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Metode penelitian yang digunakan adalah normatif, yang menggunakan studi kasus hukum normatif berupa produk perilaku hukum, misalnya mengkaji rancangan undangundang. Menggunakan sumber bahan hukum peraturan perundang-undangan dan analisis deskriptif kualitatif.
JAMINAN KEBEBASAN DAN KEPASTIAN HUKUM DALAM BERAGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DI KABUPATEN BOJONEGORO Andrianto Prabowo
JUSTITIABLE - Jurnal Hukum Vol. 2 No. 2 (2020): JUSTITIABLE - Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Bojonegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Di dalam penelitian ini terdapat beberapa tujuan yaitu untuk mengetahui jaminan kepastian hukum dari negara terhadap kebebasan masyarakat dalam beragama di Kabupaten Bojonegoro dan mengetahui prosedur penyelesaian jika terdapat praktek diskriminasi dalam beragama di kehidupan masyarakat. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan hukum normatif dan sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder serta analisa data menggunakan analisa deskriptif kualitatif. Agama seseorang menjadi tidak bermakna sama sekali jika dilakukan tanpa keyakinan dan semata-mata ditentukan oleh faktor di luar diri sendiri. Seperti halnya di dalam Islam bahwa secara tegas dinyatakan bahwa tidak ada paksaan dalam agama. Beragama dengan keterpaksaan adalah sebuah kemunafikan. Kebebasan beragama dalam negara telah diperjelas dalam beberapa pasal-pasal dalam UUD 1945, yaitu Pasal 28E, Pasal 29 ayat 1 dan ayat 2 : Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. penyelesaian terhadap konfilk antar agama di masyarakat, para pemuka agama di Kabupaten Bojonegoro, menerapkan beberapa cara diantaranya adalah Penanganan berbasis kekuatan atau kekuasaan (power-based approach), yaitu pendekatan menggunakan represi, ancaman, dan intimidasidalam penyelesaian konflik, Pendekatan berbasis hak melalui proses hukum di pengadilan (right-based approach), dan pendekatan berbasis kepentinganatau interest-based approach, yang saat ini sedang diupayakan sebagai model penanganan alternatif dalam menyelesaikan konflik keberagaman.
Tinjauan Yuridis Dan Analisa Hukum Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Perkara Tindak Pidana Pencabulan Andrianto Prabowo
JUSTITIABLE - Jurnal Hukum Vol. 3 No. 1 (2020): JUSTITIABLE - Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Bojonegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penanganan anak bermasalah tetap berpegang teguh pada prinsip bahwa peyelenggaraan peradilan pidana anak, diharapkan tetap berpengang teguh bahwa mereka merupakan bagian intekgral dari kesejahterahan anak, dapat memberikan jaminan bahwa setiap reaksi terhadap anak yang berkonflik dengan dengan hukum selalu diperlakukan secara proporsonal sesuai dengan situasi lingkungan pelaku atau perbuatanya. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak, menentukan bahwa sistem peradilan pidana anak dilaksanakan berdasarkan asas:perlindungan, keadilan, nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak yang berkonflik dengan hukum. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis akan mengemukakan beberapa rumusan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu: Bagaimana tinjauan yuridis dan analisa hukum terhadap anak yang berhadapan dengan perkara tindak pidana pencabulan dan Upaya apakah yang dapat dilakukan terhadap anak yang berhadapan dengan perkara tindak pidana pencabulan. Jenis metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah Deskriptif analisis dan Yuridis normatif.
Perlindungan Hukum Terhadap Anak Akibat Putusnya Perkawinan Karena Perceraian Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan andrianto prabowo
JUSTITIABLE - Jurnal Hukum Vol. 4 No. 2 (2022): JUSTITIABLE - Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Bojonegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hukum memberikan jalan untuk perceraian, namun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan berusaha semaksimal mungkin menekan angka per-ceraian. Pembuat undang-undang juga menyadari bahwa perceraian yang dilakukan sewenang-wenang akan mengakibatkan kehancuran bukan saja kepada pasangan suami isteri tersebut, tetapi juga kepada anak yang mestinya diasuh dan dipelihara dengan baik, sehingga anak tersebut semakin terjerembab sebagai korban dari perceraian. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis akan mengemukakan beberapa rumusan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu : “Bagaimanakah proses hukum yang dapat ditempuh apabila terdapat seorang anak yang tidak terpenuhi hak – haknya oleh orang tua yang telah bercerai?”. Adapun tujuan penelitian ini adalah: “Untuk mendekripskan proses hukum yang dapat ditempuh apabila terdapat seorang anak yang tidak terpenuhi hak – haknya oleh orang tua yang telah bercerai” Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, karena sasaran penelitian ini adalah hukum atau kaidah (norm). Beberapa pendekatan masalah yang digunakan oleh peneliti adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach). Penelitian tentang perundang-undangan digunakan untuk mengetahui keseluruhan peraturan hukum mengenai nafkah anak pasca perceraian Upaya Pemenuhan Hak Nafkah Anak Pertama, Permohonan eksekusi dimana salah satu diantara keluarga dari anak atau Pemohon dapat mengajukan permohonan eksekusi nafkah ke Pengadilan Agama terkait. Kedua, Pencabutan Kuasa Hak Asuh. Ketiga, upaya pemenuhan hak nafkah tanpa kedua orang tuanya bercerai. Yaitu dengan mengajukan gugatan nafkah ke Pengadilan Agama terkait. Apabila pihak ayah melalaikan tanggung jawabnya dan tidak memberi nafkah kepada anaknya, maka ibu bisa mengajukan gugatan nafkah namun tidak mengajukan gugatan perceraian di pengadilan. Akan tetapi hal ini masih sangat jarang terjadi, karena masyarakat belum banyak mengenal. Kebetulan di Pengadilan Agama Surakarta belum pernah menjumpai adanya gugatan nafkah. Akan tetapi gugatan nafkah boleh saja diajukan asalnya dengan alasan yang sesungguhnya dan dapat dibuktikan.
KEBERADAAN ORGANISASI BOJONEGORO KAMPUNG PESILAT (BKP) DALAM RANGKA MEWUJUDKAN SITUASI YANG KONDUSIF (Studi Kasus di Polres Bojonegoro) Bayu Iqbal Pamungkas; Andrianto Prabowo
JUSTITIABLE - Jurnal Hukum Vol. 5 No. 2 (2023): JUSTITIABLE -Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Bojonegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56071/justitiable.v5i2.548

Abstract

Pencak silat merupakan suatu metode bela diri untuk melindungi diri dari ancaman bahaya serta bertahan hidup, mulai saat itu pencak banyak digunakan oleh kalangan kerajaan untuk mempertahankan dan memperluas pengajaran pencak silat. Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu: 1) Bagaimanakah keberadaan organisasi Bojonegoro Kampung Pesilat (BKP) dalam rangka mewujudkan situasi yang kondusif di wilayah Kabupaten Bojonegoro? 2) Bagaimanakah peran organisasi Bojonegoro Kampung Pesilat (BKP) dalam rangka mewujudkan situasi yang kondusif di wilayah Kabupaten Bojonegoro? Jenis Penelitian yang digunakan yaitu Yuridis Empiris atau penelitian hukum sosiologis atau disebut dengan peneltian lapangan (Field research) yaitu mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyatannya pada masyarakat. Analisis data yang digunakan adalah deskritif kualitatif. Keberadaan organisasi Bojonegoro Kampung Pesilat (BKP) sangat jelas diajarkan dalam menjaga dan menumbuhkan persaudaraan (ukhwah wathaniyah). Upaya yang dilakukan yaitu pembinaan karakter tanggung jawab sehingga dapat meningkatkan pemahaman lebih mendalam kepada pemuda terhadap tanggung jawab dirinya sendiri, orang tua, guru dan orang lain. Bukti dari pembinaan tanggung jawab sendiri yaitu, organisasi Bojonegoro Kampung Pesilat (BKP) tidak memberi dispensasi terhadap siswa jika rasa tanggung jawab itu dilalaikan maka organisasi Bojonegoro Kampung Pesilat (BKP) akan mengeluarkan siswa tersebut.Peranan organisasi Bojonegoro Kampung Pesilat (BKP) dalam mewujudkan situasi yang kondusif dengan menumbuhkan sikap toleransi yang secara aktif ikut terlibat untuk saling mengulurkan tangan dalam menciptakan perdamaian. Dengan demikian didikan yang ada dalam organisasi Bojonegoro Kampung Pesilat (BKP) dapat dibuktikan melalui hasil dari ajaran sikap toleransi. Kata Kunci: Organisasi; Kampung Pesilat; Situasi Kondusif; Peran.
Penetapan Sanksi Oleh Pt. Pln (Persero) Terhadap Pelanggar Penggunaan Daya Tenaga Listrik : (Studi Kasus Kantor Unit Layanan Pelanggan Bojonegoro) Habib Yafie, Achmad; Prabowo, Andrianto
JUSTITIABLE - Jurnal Hukum Vol. 5 No. 1 (2022): JUSTITIABLE - Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Bojonegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56071/justitiable.v5i1.409

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk dan penyebab pelanggaran penggunaan tenaga listrik dan penetapan sanksi terhadap pelanggar penggunaan tenaga listrik di wilayah kerja PT. PLN (Persero) ULP Bojonegoro. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian hukum empiris. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk pelanggaran penggunaan tenaga listrik yang terjadi di wilayah kerja PT. PLN (Persero) ULP Bojonegoro di antaranya yaitu : Pelanggaran dengan memperbesar MCB sehingga tidak sesuai dengan daya kontrak; Memberikan alat/ mengganjal dengan serabut tembaga atau dengan lainnya sehingga mempengaruhi pengukuran KWh meter; Sambung langsung dari kabel SR ke IML pelanggan sehingga pemakaian tidak terukur; Memindahkan KWh meter dari posisi awal ke rumah/ persil lain; Bongkar pasang/ geser KWh meter tanpa izin; Pemasangan ilegal/ pelaku belum terdaftar menjadi pengguna listrik, dan sebagainya. Pelanggaran penggunaan tenaga listrik tersebut disebabkan oleh masyarakat selaku konsumen yang masih awam dan banyak yang kurang memahami isi perjanjian maupun konsekuensinya jika melanggar ketentuan-ketentuan dalam Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL). Penetapan sanksi terhadap pelanggar penggunaan tenaga listrik di wilayah kerja PT. PLN (Persero) ULP Bojonegoro sudah didasarkan pada Peraturan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor : 088-Z.P/DIR/2016 tentang Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL). Kebijakan yang diambil oleh PT. PLN (Persero) ULP Bojonegoro tekait dengan konsumen pelanggaran penggunaan tenaga listrik, langkah pertama yang dilakukan yaitu : Pemutusan sementara; Pembongkaran rampung; Pembayaran tagihan susulan; Pembayaran biaya P2TL lainnya.
TINJAUAN HUKUM: HUBUNGAN KERJA KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BERDASARKAN UU NO. 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA Prabowo, Andrianto; Handayani, Tri Astuti
Jurnal Hukum Ius Publicum Vol 5 No 1 (2024): Jurnal Hukum Ius Publicum
Publisher : LPPM Universitas Doktor Husni Ingratubun Papua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55551/jip.v5i1.94

Abstract

This research aims to determine the working relationship between the Village Head and the Village Consultative Body based on Law no. 6 of 2014 concerning Villages. Seeing the importance of the village government system which must be carried out based on applicable regulations. This research method was carried out using normative legal research using a statutory approach. The Legislative Regulations Approach is an approach that looks at and analyzes statutory regulations relating to village government which is the subject of research. The data in this research is secondary data in the form of laws. The research results found that village government law, in accordance with Law Number 6 of 2014, confirms the partnership between the Village Head and the Village Consultative Body (BPD). Villages have the authority to regulate government affairs and community interests. The Village Head is responsible for governance and development, while the BPD plays a role in drafting village regulations, gathering community aspirations, and supervising the performance of the village head. The Village Law and related regulations regulate the roles and authorities of both to prevent conflict. This collaboration is regulated in Village Regulations to ensure the effectiveness of tasks and prevent conflicts. BPD is also involved in managing village funds and democracy, making an important contribution to holistic and transparent village development.