Suwito
Universitas Yapis Papua

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

DUALISME (RANGKAP) JABATAN WAKIL MENTERI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 80/PUU-XVII/2019 TERHADAP PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA Ika Fitrianita; Jayanti Puspitaningrum; Suwito
Journal of Law Review Vol. 1 No. 1 (2022): Journal of Law Review
Publisher : Program Pascasarjana Universitas Yapis Papua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55098/jolr.1.1.11-24

Abstract

Kekuasaan salah satu masalah sentral di suatu negara, Presiden memiliki kewenangan dalam mengangkat serta memberhentikan para menteri yang bertanggung jawab kepadanya sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 4 dan Pasal 17 UUD NRI 1945, untuk membantu beban kerja di beberapa Kementerian Presiden mengangkat Wakil Menteri sebagai hak Prerogeratif. Penunjukan Wakil Menteri menjadi sorotan dalam kebijakan guna menjamin terselenggaranya penyelenggaraan negara pemerintahan yang baik karena munculnya Wakil Menteri rangkap jabatan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 80/PUU/XVII/2019 dalam memutuskan perkara pengujian Undang-undang nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara serta mengetahui kedudukan dan wewenang jabatan Wakil Menteri Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi. Hasil penelitian, mengatakan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 80/PUU/XVII/2019 tidak adanya larangan untuk merangkap jabatan. Hal ini dikarenakan Mahkamah Konstitusi tidak menemukan adanya bukti-bukti yang mendukung alasan kerugian konstitusional. Wakil Menteri membantu menteri dalam memimpin pelaksanaan tugas kementerian. Wakil menteri dapat menjalankan perannya yang ideal serta dapat melaksanakan tugas dengan baik dan tanggungjawab dengan beban kerja yang berat sehingga perlu diangkatnya wakil menteri, maka perlu adanya : (a) Peraturan secara khusus yang mengatur tentang Wakil Menteri (b) Jabatan Wakil Menteri di berikan pada kalangan birokrat dan professional, (c) Apabila ada pengangkatan Wakil Menteri dapat sementara melepas jabatan sebelumnya sesuai yang tercantum dalam pasal 7 Perpres Nomor 60 Tahun 2014)
Perlindungan Hukum Pekerja Kontrak Di PT (Persero) Perusahaan Listrik Negara Di Kota Jayapura Liani Sari; Simion Haluk; Suwito
Journal of Law Review Vol. 1 No. 2 (2022): Journal of Law Review
Publisher : Program Pascasarjana Universitas Yapis Papua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55098/jolr.1.2.112-131

Abstract

Pekerjaan yang di outsource-kan oleh PT. PLN (Persero) kepada Pekerja Kontrak (PT. SONY RAYA) adalah pekerjaan pembacaan meter yang dimuat dalam perjanjian jasa kerja, yang didalamnya dapat diketahui hak dan kewajiban dari para pihak dan perlindingan hukum bagi pekerja kontrak. Hak dan kewajiban pekerja terhadap kontrak PT. PLN (Persero) dalam perjanjian kontrak antara lain : PT. PLN (Persero) wajib memberikan pekerjaan kepada pekrja, PT. PLN (Pesero) berhak mengkoordinir dan mengawasi pekerjaan yang diserahkan kepada pekerja, PT. PLN (Persero) wajib memberikan data pelanggan yang akan dibaca pada pekerja, PT. PLN (Persero) berhak menerima laporan data bersih hasil pekerjaan baca meter oleh pekerja, PT. PLN (Persero) wajib memberikan bayaran atas pekerjaan yang diberikan kepada pekerja osourcing, Pekerja kontrak wajib melaksanakan pekerjaan dari PT. PLN (Persero) sesuai jadwal dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh PT. PLN (Persero), Pekerja kontrak wajib melaporkan segala hasil kerja kepada PT. PLN (Persero), Pekerja berhak menerima bayaran atas pekerjaan yang diberikan oleh PT. PLN (Persero). Dengan demikian Kurangnya perlindungan para pihak dalam klausul baku perjanjian pemborongan pekerjaan yang menjadi satu permasalahan dalam perjanjian Pekerjaan yang dibuat sepihak oleh PT. PLN (Persero) Jayapura tidak mencerminkan asas kebebasan berkontrak dan asas keseimbangan yang menjadi sendi utama pembentukan suatu perjanjian
Perlindungan Hukum Bagi Perempuan Atas Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Ahmad Rifai Rahawarin; Anita; Suwito; Muhammad Amin Hamid
Journal of Law Review Vol. 2 No. 1 (2023): Journal of Law Review
Publisher : Program Pascasarjana Universitas Yapis Papua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55098/jolr.2.1.13-40

Abstract

Bangsa Indonesia patut berbahagia karena pada tanggal 22 September 2004 pemerintah mengundangkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), yang diharapkan dapat dijadikan sebagai perangkat hukum yang memadai, yang didalamnya antara lain mengatur mengenai pencegahan, perlindungan terhadap korban, dan penindakan terhadap pelaku KDRT, dengan tetap menjaga keutuhan demi keharmonisan keluarga. Secara umum Undang-Undang ini menjelaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Apa yang sesungguhnya ingin dicapai oleh undang-Undang ini adalah meminimalisir tindak pidana KDRT dan pada akhirnya adalah terwujudnya posisi yang sama dan sederajat di antara sesama anggota keluarga