Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

HAK KONSTITUSIONAL NARAPIDANA UNTUK MEMILIH PADA PILKADA SERENTAK Deni Hartawan; M. Galang Asmara; Zunnuraeni
Jurnal Cahaya Mandalika ISSN 2721-4796 (online) Vol. 4 No. 3 (2023): Jurnal Cahaya Mandalika
Publisher : Institut Penelitian Dan Pengambangan Mandalika Indonesia (IP2MI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36312/jcm.v4i3.2455

Abstract

Indonesia merupakan Negara hukum dengan sistem demokrasi yang dalam peralihan kekuasaan menggunakan sistem pemilihan secara langsung, baik Pemilu maupun Pilkada. Pelaksanaan Pilkada secara langsung memunculkan berbagai permasalahan, salah satunya adalah hak pilih narapidana yang ditahan di Rutan yang berada di luar daerah pemilihan. Ketersediaan lapas dan Bapas sesuai dengan Pasal 4 Undang-undang Nomer 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyatakan bahwa Lapas dan Bapas didirikan di setiap kabupaten/kota, namun hingga saat ini 26 tahun sejak diundangkannya Undang-undang ini, pemerintah masih belum mampu mendirikan Lapas disetiap kabupaten/kota, sebagai contoh, di Kabupaten Seruyan, Murungraya, dan Pulang pisau, Kalimantan Tengah, hingga saat ini belum terdapat fasilitas Lapas. ketidak mampuan pemerintah mendirikan Lapas pada setiap kabupaten/kota berimplikasi juga pada urusan hak konstitusi warga binaan pada kabupaten/kota yang belum memiliki Lapas karena dititip pada Lapas kabupaten/kota terdekat. Karena hal tersebut maka dirasa perlu untuk mengkaji tentang bagaimana hak konstitusi narapidana yang ditahan di Rumah Pemasyarakatan (Rutan) yang berada diluar daerah pemilihan yang daerahnya belum memiliki Lapas untuk memilih pada pilkada serentak. Dimana kemudian tujuan dari penelitian yang telah dilakukan adalah Untuk mengetahui dan menganalisis jaminan hak konstitusional Narapidana yang daerahnya belum memiliki Lapas untuk memilih pada pilkada serentak. Penelitian yang digunakan adalah jenis Penelitian hukum normatif empiris, yang dilakukan dengan cara dengan cara mengumpulkan dan mengkaji bahan-bahan hukum kepustakaan. Kemudian menghasilkan bahwa dalam prakteknya KPU kabupaten tidak pernah membuat TPS di Lapas di luar Kabupatennya, sehingga jaminan hak konstitusional Narapidana yang daerahnya belum memiliki Lapas untuk memilih pada pilkada serentak belum bisa terpenuhi
PENGENAAN PAJAK TERHADAP NETFLIX SEBAGAI PELAKU USAHA LUAR NEGERI PASCA BERLAKUNYA REGULASI TERKAIT PERDAGANGAN MELALUI SISTEM ELEKTRONIK (PMSE) Alya Nurhalizah; M. Galang Asmara; Minollah
Jurnal Cahaya Mandalika ISSN 2721-4796 (online) Vol. 4 No. 3 (2023): Jurnal Cahaya Mandalika
Publisher : Institut Penelitian Dan Pengambangan Mandalika Indonesia (IP2MI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36312/jcm.v4i3.2550

Abstract

Digitalisasi dalam dunia perdagangan memberikan kesempatan kepada para pelaku usaha untuk melakukan kegiatan usaha tanpa kehadiran tempat usaha secara fisik. Salah satu contoh perusahaan raksasa dunia yang saat ini melakukan ekspansi bisnis secara internasional tanpa membuka kantor perwakilan di negara yang menjadi tujuan ekspansinya adalah Netflix, yang menawarkan jasa berupa penyedia layanan pengaliran media digital. Permasalahan kemudian muncul ketika Indonesia tidak dapat menarik pajak dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh Netflix, sehingga menghilangkan potensi pemasukan pajak yang cukup signifikan. Penyusunan Tesis ini dilakukan untuk menganalisis pengaturan pengenaan pajak terhadap Netflix dan pelaksanaannya di Indonesia. Berdasarkan analisis yang dilakukan, disimpulkan bahwa terdapat kekosongan hukum terkait penerapan sanksi atas pelanggaran dalam pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) oleh Pemungut PPN PMSE serta terkait pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) terhadap Subjek Pajak Luar Negeri yang menjalankan usahanya secara digital tanpa keberadaan secara fisik di Indonesia. Pelaksanaan pengenaan PPN PMSE melalui sistem Penunjukkan Pemungut PPN PMSE sejauh ini menunjukkan kontribusi positif terhadap penerimaan pajak pusat, terlepas dari adanya risiko kekeliruan dalam pelaporan. Untuk pengenaan PPh terhadap Netflix di Indonesia belum dapat dilaksanakan sampai dengan tercapainya kesepakatan dalam bentuk perjanjian multilateral melalui Konsensus Pajak Global. Oleh karena itu, Pemerintah disarankan agar mempercepat proses penerbitan Peraturan yang mengatur sanksi atas pelanggaran dalam pengenaan PPN PMSE dan mengupayakan segera tercapainya konsensus pajak global terkait pengenaan PPh atas transaksi lintas batas berbasis digital serta menangani masalah penghindaran pajak
Kajian Yuridis Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Pengadaan Vaksin Dan Pelaksanaan Vaksinasi Lalu Aryapanji Adipatiwardana; M. Galang Asmara; Haeruman Jayadi
Jurnal Diskresi Vol. 1 No. 2 (2022): Jurnal Diskresi
Publisher : Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum, Ilmu Sosial, dan Ilmu Politik Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/diskresi.v1i2.2097

Abstract

Tujuan penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui apakah pengaturan sanksi dalam Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pengadaan Vaksin Dan Pelaksanaan Vaksinasi sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan dan untuk mengetahui apa akibat hukum terhadap Peraturan Presiden yang bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Kemudian metode pendekatan yang digunakan adalah jenis penelitian normatif, yakni menggunakan dua metode pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukkan bahwa Perpres No 14 Tahun 2021 merupakan pemaksaan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia dan bertentangan dengan UU No 40 Tahun 2004 namun dengan kondisi dan situasi darurat sekarang ini dimana keselamatan rakyat menjadi taruhannya maka konstitusi dapat dilanggar hal tersebut selaras dengan Asas Salus populi superma lex esto. Akibat hukum dari adanya pertentangan ini adalah Perpres No 14 Tahun 2021 dapat dibatalkan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dasar Pertimbangan Hukum Mahkamah Konstitusi Untuk Menyelesaikan Sengketa Pilkada Secara Permanen Sesuai Dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/Puu-Xx/2022 Dan Implikasinya Terhadap Kepastian Hukum Adinda Thalia Salsabila; M. Galang Asmara; Chrisdianto Eko Purnomo
Jurnal Diskresi Vol. 2 No. 1 (2023): Jurnal Diskresi
Publisher : Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum, Ilmu Sosial, dan Ilmu Politik Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/diskresi.v2i1.2821

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami dasar pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam pengambilan kembali kewenangannya untuk menyelesaikan sengketa Pilkada secara permanen sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XX/2022 dan implikasi dalam pengambilan kembali kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menyelesaikan sengketa Pilkada secara permanen sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XX/2022 terhadap kepastian hukum. Jenis Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif (doctrinal). Dasar kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam pengambilan kembali kewenangannya untuk penyelesaian sengketa Pilkada secara permanen yaitu bahwa Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam UUD NRI 1945, Pasal 24C UUD NRI 1945 harus berjalan beriringan dengan living contitution, terjadinya praktek ketatanegaraan yang berulang, adanya hukum progresif, adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019 dan tidak terealisasinya pembentukan badan peradilan khusus. Adapun implikasi dalam pengambilan kembali kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menyelesaikan sengketa Pilkada secara permanen terhadap kepastian hukum yaitu memastikan bahwa Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa Pilkada secara permanen sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XX/2022. Putusan tersebut memiliki kekuatan hukum yang mengikat bagi semua pihak terkait dalam sengketa Pilkada. Kepastian hukum ini memastikan bahwa sengketa Pilkada dapat diselesaikan secara adil dan transparan sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku serta memberikan jaminan bahwa sengketa Pilkada akan segera diselesaikan tanpa terjadi penundaan, dan keputusan yang diambil menjadi landasan yang tegas dan final bagi Pilkada selanjutnya.
Kampanye Pemilihan Umum Calon Presiden dan Wakil Presiden melalui Media Sosial menurut Perspektif UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (Studi Pemilu Tahun 2024) Muhammad Rifka Wirananda; M. Galang Asmara; Rusnan
Jurnal Diskresi Vol. 3 No. 2 (2024): Jurnal Diskresi
Publisher : Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum, Ilmu Sosial, dan Ilmu Politik Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/diskresi.v3i2.6021

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme kampanye melalui media sosial berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum dan mengetahui penerapan sanksinya. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana mekanisme kampanye yang tepat melalui media sosial, serta bagaimana penerapan sanksi bagi yang melanggar ketentuan. Penelitian ini menggunakan metode normatif empiris, penelitian dalam hukum normatif dilakukan dengan cara pendekatan perundang-undangan. Dalam penelitian hukum empiris dilakukan dengan cara mengolah data, data yang terdiri dari data primer dan skunder. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoritis yaitu untuk menambah literatur tentang kampanye pemilu dan secara praktis untuk memberi sumbangann pemikiran. Hasil penelitian menunjukkan cara melakukan kampanye secara baik dan benar agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang belaku. Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah perlunya peningkatan pengawasan dan penegakan hukum terkait kampanye melalui media sosial oleh pihak berwenang, dan disarankan agar pihak berwenang lebih mengembangkan peraturan menjadi lebih ketat dan jelas terkait aktivitas kampanye di media sosial.