p-Index From 2020 - 2025
0.817
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Soedirman Law Review
Noer Indriati
Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PERLINDUNGAN HAK PRIVASI ATAS DATA PRIBADI ANAK MENURUT HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL INDONESIA Azriel Fatahillah Lazuardiansyah; Noer Indriati
Soedirman Law Review Vol 5, No 3 (2023)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2023.5.3.14192

Abstract

Penggunaan teknologi informasi di kalangan pelajar dan anak-anak bukanlah merupakan hal baru. Penggunaan platform layanan digital turut melahirkan berbagai tantangan yang berpotensi mengancam hak privasi atas data pribadi anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan perlindungan hak privasi atas data pribadi anak menurut hukum internasional dan hukum nasional Indonesia, serta untuk menganalisis perlindungan hukum hak privasi atas data pribadi anak oleh Pemerintah Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Data yang digunakan adalah data sekunder dengan metode pengumpulan data berdasarkan studi kepustakaan kemudian disajikan dalam bentuk uraian sistematis dan logis serta menggunakan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa pengaturan secara umum menurut hukum internasional dapat ditemukan dalam: Pasal 12 Universal Declaration of Human Rights 1948 dan Pasal 17 International Covenant on Civil and Political Rights 1966. Pengaturan secara khusus: Pasal 16 Convention on the Rights of the Child 1989, OECD Council Recommendation on The Protection of Children Online 2012, APEC Privacy Framework 2015, Pasal 6, 8, & Pasal 38 General Data Protection Regulations 2018. Menurut hukum nasional Indonesia secara umum dapat ditemukan dalam: Pasal 28F & 28G UUD 1945; Pasal 14 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; Pasal 26 UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Pasal 3 dan Pasal 25 UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Pemerintah Indonesia turut berupaya memberikan perlindungan hukum mengesahkan UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi didukung dengan program Gerakan Nasional Literasi Digital. Perlindungan data pribadi anak dalam GNLD termasuk salah satu dari fokus kerja program GNLD untuk mendukung transformasi digital di Indonesia.
PRINSIP TIDAK DIGANGGUGUGATNYA GEDUNG PERWAKILAN DIPLOMATIK MENURUT HUKUM INTERNASIONAL (Studi tentang Penggeledahan Kedutaan Besar Irak di Islamabad, Pakistan pada 1973) Nabila Fitriasachra; Aryuni Yuliantiningsih; Noer Indriati
Soedirman Law Review Vol 2, No 4 (2020)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2020.2.4.135

Abstract

Berdasarkan Pasal 22 ayat (1) Konvensi Wina 1961, gedung perwakilan asing tidak dapat diganggu gugat oleh aparat keamanan negara penerima. Dalam praktiknya, terkadang terjadi pelanggaran Konvensi tersebut khususnya mengenai penyalahgunaan gedung perwakilan asing, salah satunya adalah kasus penggeledahan Kedutaan Besar Irak di Islamabad, Pakistan pada 1973. Kasus ini berawal dari penyelundupan senjata dan bahan peledak ke dalam gedung perwakilan Irak di Islamabad yang menyebabkan gedung perwakilan tersebut digeledah oleh aparat keamanan Pakistan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis prinsip tidak diganggugugatnya perwakilan diplomatik menurut Konvensi Wina 1961 dan menganalisis kasus penggeledahan Kedutaan Besar Irak di Islamabad oleh aparat keamanan negara Pakistan menurut hukum internasional. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian secara deskriptif analitis. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data normatif-kualitatif. Berdasarkan penelitian, Pakistan tidak melanggar prinsip inviolabilitas gedung perwakilan asing yang diatur dalam Pasal 22 Konvensi Wina 1961. Perbuatan Irak menyelundupkan senjata dan bahan peledak ke dalam gedung perwakilannya di Islamabad, menyebabkan aparat keamanan Pakistan menggeledah gedung perwakilan tersebut. Penggeledahan dilakukan karena gedung perwakilan digunakan negara pengirim untuk kegiatan yang bertentangan dengan pelaksaan fungsi dan tugas perwakilan diplomatik, sebagaimana diatur dalam Pasal 41 ayat (3) Konvensi Wina 1961 yang menjelaskan bahwa gedung perwakilan asing tidak boleh digunakan untuk tindakan yang bertentangan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi perwakilan sebagaimana ditetapkan dalam konvensi atau oleh peraturan hukum internasional lain atau oleh perjanjian khusus yang berlaku antara negara pengirim dan negara penerima.Kata Kunci : Prinsip tidak diganggu gugat,  gedung perwakilan asing, Konvensi Wina 1961
Kajian Tentang Tanggung Jawab Negara Akibat Korban Kejahatan Genosida di Darfur, Sudan, Tahun 2010 Dimas Aji Pratama; Ade Maman Suherman; Noer Indriati
Soedirman Law Review Vol 1, No 1 (2019)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2019.1.1.28

Abstract

Tanggung  jawab  negara  timbul  akibat  dari  kedaulatan  negara.  Tanggung jawab negara dapat diterapkan terhadap tindakan negara yang melanggar perjanjian, tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannkontraktual, serta tindakan-tindakan negara yang  menimbulkan  kerugian  terhadap  warga  negara  atau  warga  negara  lain. Kaitannya dengan kasus di Darfur, Sudan, terjadi kejahatan genosida dilakukan Presidan Sudan, Omar Hassan Ahmad Al Bashir yang mengakibatkan 300.000 orang meninggal, 1,65 juta orang terlantar di Darfur dan lebih dari 200.000 mengungsi ke negara tetangga, Chad. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tinjauan atas kejahatan genosida  ditinjau  dari  hukum  internasional,  serta  tanggung  jawab  negara  akibat korban  kejahatan  genosida  di  Darfur,  Sudan.  Metode  penelitian  yang  digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif. Semua data dalam  penelitian  ini  berasal  dari  data sekunder  yang disusun  secara sistematis dan dianalisis dengan metode normatif kualitatif. Hasil Penelitian yaitu kejahatan genosida ditinjau dari hukum internasional terdapat dalam Konvensi Genosida 1948 Statuta International Criminal Tribunal for The  Former  Yugoslavia  (ICTY),  International  Criminal  Tribunal  for  Rwanda (ICTR), dan Statuta Roma   1998.   Mahkamah   Pidana   Internasional   telah mengeluarkan surat perintah penangkapan sebanyak dua kali terhadap Omar Hassan Ahmad Al Bashir pada 4 Maret 2009, dan 12 Juli 2010, namun hingga tahun 2019, ICC masih belum dapat menangkap Omar Hassan Ahmad Al Bashir. Negara Sudan belum bertanggung jawab secara nyata terhadap Warga Negara Sudan khususnya etnik Fur, Masalit dan Zaghawa atas terjadinya genosida di Darfur, Sudan hingga 2019 tidak dapat mengadili pelaku kejahatan genosida dan belum bertanggung jawab melakukan pemulihan kepada korban atas kerusakan dan kerugian baik material maupun moral akibat tindakan genosida.Kata kunci: Kedaulatan Negara, Tanggung Jawab Negara, Genosida
TINJAUAN YURIDIS PENYALAHGUNAAN KEKEBALAN DIPLOMATIK BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL (Studi Tentang Kasus Penyelundupan Emas Oleh Diplomat Korea Utara Di Bangladesh Tahun 2015) Siti Azhara Saraswaty; Aryuni Yuliantiningsih; Noer Indriati
Soedirman Law Review Vol 3, No 2 (2021)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2021.3.2.140

Abstract

Seorang wakil diplomatik memiliki kekebalan dan keistimewaan dalammenjalankan tugas-tugas dari negara yang diwakilinya secara efisien. Fungsidiberikannya kekebalan dan keistimewaan disebutkan dalam PembukaanKonvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik, namun pada praktiknyatidak jarang kekebalan diplomatik tersebut disalahgunakan oleh seorang wakildiplomatik. Salah satu contoh penyalahgunaan kekebalan diplomatik terjadipada tahun 2015 yang melibatkan Sekretaris Pertama Kedutaan Besar KoreaUtara bernama Son Young Nam yang terbukti menyelundupkan emas seberat27 kilogram dari Korea Utara ke Bangladesh. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui pengaturan hukum internasional tentang kekebalan diplomatikserta mengetahui tanggung jawab negara berkaitan dengan terjadinyapenyalahgunaan kekebalan yang dilakukan oleh Son Young Nam diBangladesh tahun 2015. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatifyang menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatananalitis. Semua data dalam penelitian ini berasal dari data sekunder yangdisusun secara naratif dan dianalisis melalui metode normatif-kualitatif. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa pengaturan hukum internasional tentangkekebalan diplomatik termuat dalam Konvensi Wina 1961 tentang HubunganDiplomatik. Bentuk-bentuk kekebalan yang dimaksud, antara lain kekebalanmengenai diri pribadi pada Pasal 29, kekebalan keluarga dari seorang wakildiplomatik pada Pasal 37 ayat (1), kekebalan yurisdiksi pada Pasal 31 ayat(1), kekebalan dari kewajiban menjadi saksi pada Pasal 31 ayat (2), kekebalankantor perwakilan asing dan tempat kediaman seorang wakil diplomatik padaPasal 22 dan 30 ayat (1), kekebalan korespondensi pada Pasal 27 ayat (2),serta kekebalan diplomatik di negara ketiga pada Pasal 40. Korea Utara sebagai negara pengirim harus bertanggung jawab atas tindakan Son Young Nam yang telah menyalahgunakan kekebalan diplomatik. Bangladesh hanya mendapat kerugian imateriil karena Pasal 28 Konvensi Wina 1961 mengatur tentang keistimewaan pejabat diplomatik yang bebas dari semua iuran dan pajak. Bentuk tanggung jawab yang dilakukan oleh Korea Utara adalah dengan pemuasan berupa permintaan maaf. Tanggung jawab negara tersebut dapat merujuk pada ILC’s Articles on Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts tahun 2001.Kata Kunci: Penyalahgunaan Kekebalan Diplomatik, Tanggung JawabNegara, Hukum Diplomatik
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK BUAH KAPAL MENURUT HUKUM INTERNASIONAL (Studi Tentang Penegakan Hukum Atas Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia Terhadap ABK Di Kapal Fu Tzu Chun Pada 2015) Zahra Aulia Rahmani; Aryuni Yuliatiningsih; Noer Indriati
Soedirman Law Review Vol 3, No 3 (2021)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2021.3.3.169

Abstract

Praktik modern slavery dapat terjadi di berbagai sektor, salah satunya terjadi dalam sektor pekerjaan industri perikanan. Pada tahun 2015, sebuah laporan mengungkap kasus kematian Supriyanto di atas kapal perikanan Fu Tzu Chun berbendera Taiwan. Laporan investigasi menjelaskan bahwa ABK bernama Supriyanto mengalami tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh kepala teknisi, kapten kapal dan ABK lainnya. Tentu hal ini memberikan fakta bahwa masih terjadi praktik modern slavery yang berujung pada pelanggaran HAM dalam sektor industri perikanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan terkait perlindungan hukum terhadap anak buah kapal berdasarkan hukum internasional, serta untuk mengetahui penegakan hukum atas kasus pelanggaran hak asasi manusia terhadap Supriyanto, seorang ABK di Kapal Fu Tzu Chun pada tahun 2015. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Metode pengumpulan data yakni berdasar pada inventarisasi studi kepustakaan dan disajikan dalam bentuk uraian deskriptif dengan metode analisis normatif kualitatif.  Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan hukum internasional terkait dengan perlindungan hukum anak buah kapal secara mendasar terkandung dalam ketentuan Universal Declaration of Human Rights (UDHR) dan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR). Secara khusus, pengaturan internasional terhadap anak buah kapal terdapat dalam ILO Convention 188 (C-188) Work in Fishing Convention Tahun 2007. Penegakan hukum atas kasus ABK Supriyanto dapat diterapkan prinsip yurisdiksi ekstra-teritorial dimana Kapal Fu Tzu Chun berbendera Taiwan wajib bertanggung jawab. Pada tahun 2017, penegakan hukum atas kasus ini dibuka dan Kejaksaan Pingtung di Taiwan melakukan penyelidikan lebih lanjut, namun pada tahun 2019 terjadi pandemi virus COVID-19 yang menyebabkan terhambatnya semua rangkaian legal process sehingga penegakan hukum atas perkara ini masih belum selesaiKata Kunci : Perlindungan Hukum, Anak Buah Kapal, Penegakan Hukum, Hukum Internasional