p-Index From 2020 - 2025
1.037
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Soedirman Law Review
Siti Muflichah
Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

CERAI GUGAT KARENA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (Tinjauan Yuridis Putusan Pengadilan Agama Malang Nomor: 1172/Pdt.G/2017/PA.Mlg) Sendy Ayu Aulia; Siti Muflichah; Haedah Faradz
Soedirman Law Review Vol 5, No 2 (2023)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2023.5.2.187

Abstract

Salah satu alasan perceraian adalah perselisihan dan pertengkaran dimana biasanya perselisihan dan pertengkaran diakibatkan adanya Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Kekerasan Dalam Rumah Tangga ada 4 macam yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan penelantaran ekonomi, dalam hal ini terjadi Kekerasan Dalam Rumah Tangga khususnya kekerasan seksual, sehingga memicu salah satu pihak yaitu isteri memutuskan untuk mengajukan perceraian ke Pengadilan Agama.  Permasalahan  dalam penelitian ini yaitu pertimbangan hukum Hakim dalam memutus perkara cerai gugat karena Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang terjadi di Pengadilan Agama Malang pada putusan nomor 1172/Pdt.G/2017/PA.Mlg. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah yuridis normatif. Hasil penelitian  menunjukan  bahwa pertimbangan hukum yang dipakai  hakim Pengadilan Agama Malang pada putusan nomor 1172/Pdt.G/2017/PA.Mlg hanya mengacu pada ketentuan alasan perceraian Pasal 70 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Jo Pasal 19 huruf (f) dan Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 serta Pasal 116 huruf (d) dan huruf (f) KHI. Menurut Peneliti pertimbangan Hakim dalam memberikan pertimbangan dapat dilengkapi Pasal 39 ayat(2) huruf d Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Jo Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo Pasal 116 (f) Kompilasi Hukum Islam dan Pasal 8 huruf b Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.Kata Kunci: Perceraian; Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA MAHAR IMITASI (Tinjauan Yuridis Putusan Pengadilan Agama Bekasi Nomor 2699/Pdt.G/2019/Pa.Bks) Priska Regita Dwintasari; Siti Muflichah; Haedah Faradz
Soedirman Law Review Vol 2, No 4 (2020)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2020.2.4.111

Abstract

Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyatakan bahwa, Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Artinya, bahwa suatu perkawinan adalah sah baik menurut agama maupun hukum negara apabila dilakukan dengan memenuhi segala rukun dan syaratnya serta harus memenuhi hal yang diwajibkan dalam hukum Islam yaitu adanya mahar yang diberikan oleh calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, jika tidak terpenuhi maka dapat dilakukan pembatalan perkawinan Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam mengabulkan Permohonan Pembatalan Perkawinan Karena Mahar Imitasi pada Putusan Pengadilan Agama Bekasi Nomor 2699/Pdt.G/2019/PA.Bks. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, spesifikasi penelitian preskriptif analisis, pengumpulan data studi kepustakaan dengan inventarisasi data, serta data yang terkumpul kemdian disajikan dalam bentuk teks naratif dan analisis data normatif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa permohonan pembatalan perkawinan karena mahar imitasi pada Putusan Pengadilan Agama Bekasi Nomor 2699/Pdt.G/2019/PA.Bks. Hakim dalam memutus perkara ini mendasarkan pada Pasal 30, Pasal 34, dan Pasal 38 Kompilasi Hukum Islam mengenai ketentuan mahar, Pasal 23 huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Menurut peneliti, dasar pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara ini, dapat dilengkapi dengan Pasal 23 huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.Kata Kunci: Pembatalan Perkawinan, Mahar
AKIBAT CERAI-GUGAT TERHADAP HARTA PERKAWINAN (Tinjauan Yuridis Putusan Pengadilan Tinggi Agama Makassar Nomor 016/Pdt.G/2020/PTA.Mks) Rizki Darmawan; Siti Muflichah; Haedah Faradz
Soedirman Law Review Vol 3, No 4 (2021)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2021.3.4.172

Abstract

Harta yang diperoleh selama perkawinan atau yang disebut sebagai harta perkawinan haruslah dibagi secara adil dan rata antara suami dan isteri sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku yang mana tidak boleh ada harta yang ditutup – tutupi oleh suami maupun isteri seperti dalam perkara mengenai pembagian harta perkawinan yang terjadi di Pengadilan Tinggi Agama Makassar dengan Putusan Nomor 016/Pdt.G/2020/PTA.Mks. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana dasar pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara harta perkawinan akibat dari cerai – gugat pada Putusan Pengadilan Tinggi Agama Nomor 016/Pdt.G/2020/PTA.Mks. Metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif. Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah perspektif analisis. Data yang digunakan adalah Putusan Pengadilan Tinggi Agama Makassar Nomor 016/Pdt.G/2020/PTA.Mks. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan. Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis normatif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil simpulan bahwa pertimbangan hukum hakim dalam memutus pembagian harta perkawinan pada Putusan Pengadilan Tinggi Agama Nomor 016/Pdt.G/2020/PTA.Mks hanya mendasarkan pada Pasal 1 huruf f dan Pasal 210 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam. Menurut peneliti dalam pertimbangan hukum hakim dapat melengkapi dengan Pasal 35 ayat (1) dan Pasal 36 ayat (1) Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dan kurang dijelaskan dalam pertimbangan hakim. Kata Kunci : Cerai-Gugat, Harta Perkawinan.
PENERAPAN PRINSIP RESTORATIVE JUSTICE DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA Dessi Perdani Yuris Puspita Sari; Handri Wirastuti Sawitri; Siti Muflichah
Soedirman Law Review Vol 4, No 2 (2022)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2022.4.2.185

Abstract

Praktek penegakan hukum pidana sering kali mendengar istilah Restorative Justice, atau Restorasi Justice yang dalam terjemahan bahasa Indonesia disebut dengan istilah keadilan restorative. Keadilan restoratif atau Restorative Justice mengandung pengertian yaitu: "suatu pemulihan hubungan dan penebusan kesalahan yang ingin dilakukan oleh pelaku tindak pidana (keluarganya) terhadap korban tindak pidana tersebut (keluarganya) (upaya perdamaian) di luar pengadilan dengan maksud dan tujuan agar permasalahan hukum yang timbul akibat terjadinya perbuatan pidana tersebut dapat diselesaikan dengan baik dengan tercapainya persetujuan dan kesepakatan diantara para pihak. Tujuan jangka pendek yang diharapkan dari penelitian ini adalah mencari akar permasalahan hukum terhadap pengaturan hukum Restorative Justice. Tujuan jangka panjang dari penelitian ini dapat menjadi kerangka kerja yang tepat dan efektif dalam pelaksanaan Restorative Justice dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Penelitian hukum normatif ini dilakukan secara diskriptif kualitatif, yaitu materi atau bahan-bahan hukum tersebut dikumpulkan, dipilah-pilah untuk selanjutnya dipelajari dan dianalisis muatannya, sehingga dapat diketahui taraf sinkronisasinya, kelayakan norma, dan pengajuan gagasan-gagasan normatif baru.Kata Kunci: Penegakan Hukum, Keadilan Restorative, Peradilan Pidana.
Gugat Cerai Karena Perselisihan Dan Pertengkaran Terus-Menerus (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Agama Baturaja Nomor 30/Pdt.G/2019/Pa.Bta) Nabilla Alya Adelia; Siti Muflichah; Rochati Rochati
Soedirman Law Review Vol 1, No 1 (2019)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2019.1.1.42

Abstract

Perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga, sering mengakibatkan perceraian Perceraian adalah putusnya hubungan perkawinan antara suami isteri seperti dalam perkara mengenai gugat cerai yang terjadi di Pengadilan Agama Baturaja dengan Putusan Nomor:30/Pdt.G/2019/PA.Bta. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam mengabulkan gugat cerai karena perselisihan dan pertengkaran terus-menerus pada Putusan Pengadilan Agama Baturaja Nomor:30/Pdt.G/2019/PA.Bta. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, spesifikasi preskriptif analitis, pengumpulan data studi kepustakaan dengan inventarisasi, data yang terkumpul disajikan dalam bentuk teks naratif dan analisis normatif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil simpulan bahwa pertimbangan hukum hakim dalam mengabulkan gugat cerai karena perselisihan dan pertengkaran terus-menerus pada putusan Pengadilan Agama Baturaja Nomor:30/Pdt.G/2019/PA.Bta hanya mendasarkan pada Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam. Menurut Peneliti pertimbangan hukumhakim tidak lengkap, sebaiknya menambahkan Pasal 19 huruf (a) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam serta Pasal 33 dan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.Kata Kunci : Gugat Cerai; Perselisihan; Pertengkaran.
PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENYUKA SESAMA JENIS (Tinjauan Yuridis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor 2723/Pdt.G/2019/PA.JS) Nuraeni Nuraeni; Siti Muflichah; Haedah Faradz
Soedirman Law Review Vol 3, No 1 (2021)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2021.3.1.125

Abstract

Syarat syahnya perkawinan diatur dalam Bab II dari Pasal 6 sampai dengan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Perkawinan dikatakan sah apabila memenuhi syarat dan hukum yang telah ditentukan. Apabila perkawinan dilaksanakan tidak sesuai dengan tata tertib hukum yang ditentukan maka perkawinan itu menjadi tidak sah dan perkawinan tersebut dapat diancam dengan pembatalan atau dapat dibatalkan. Perkawinan dapat dibatalkan salah satunya apabila dalam pelaksanaannya terdapat unsur penipuan atau salah sangka mengenai identitas, keadaan diri, atau status. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam mengabulkan Permohonan Pembatalan Perkawinan Karena Penyuka Sesama Jenis pada Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor 2723/Pdt.G/2019/PA.JS. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, spesifikasi penelitian preskriptif analitis, teknik pengumpulan data studi kepustakaan dengan inventarisasi, data yang terkumpul kemudian disajikan dalam bentuk teks naratif dan analisis data normatif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa permohonan pembatalan perkawinan karena penyuka sesama jenis pada Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor 2723/Pdt.G/2019/PA.JS. Hakim dalam memutus perkara ini mendasarkan pada Pasal 23 huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo Pasal 73 huruf b Kompilasi Hukum Islam, Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun Tentang Perkawinan 1974 jo Pasal 72 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam dan Pasal 72 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam. Menurut peneliti, pertimbangan hakim yang mendasarkan pada Pasal 72 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam tidak sesuai dengan isi pasal tersebut. Sehingga seharusnya hakim dapat menambahkan lagi Pasal 72 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam.Kata Kunci : Pembatalan Perkawinan, Penyuka Sesama Jenis (Homoseksual)