Tempursari Village is about 60 kilometers south of Malang City and became one of the Malang Regency border areas with Blitar Regency. Farms are one of the leading commodities in the area. According to government data from the Tempursari Village in 2020, around 80% of villagers have livestock, starting at small and largest scales. To succeed the success of the government program to become an independent and educated village, the government had Village Owned Business Entity (BUMDes). BUMDes Tempursari Village has 3 main business units, they are making fertilizers, construction, and agricultural products. The current construction unit relies on 2 jobs: rent tools and Eton village roads. However, while implementing Eton work, there are still obstacles related to the detonation's quality, work methods, and results. The person in charge of the construction unit does not have certification related to eton jobs but only based on experience. This causes a lack of control, concrete quality, and job results that do not match the National Standard of Indonesia (SNI). Therefore, assistance related to implementation work, quality, and making of concrete mix design. So that the quality of concrete can be more precise, on time, and timely is on the cost. Desa Tempursari berada sekitar 60 kilometer di selatan Kota Malang dan menjadi salah satu wilayah perbatasan Kabupaten Malang dengan Kabupaten Blitar. Peternakan merupakah salah satu komoditi unggulan dari daerah ini. Menurut data pemerintah desa Tempursari pada tahun 2020, sekitar 80% warga desa memiliki hewan ternak mulai dari skala kecil maupun besar. Dalam rangka mensukseskan program pemerintah guna menjadi desa mandiri dan berdikari, desa Tempursari memilik Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). BUMDes desa Tempursari memiliki 3-unit usaha utama, yaitu pembuatan pupuk organi, konstruksi, dan hasil pertanian. Khusus untuk unit konstruksi saat ini mengandalkan 2 pekerjaan yaitu sewa alat dan pembetonan jalan desa. Namun pada saat proses pelaksanaan pekerjaan pembetonan, masih terdapat kendala terkait mutu, metode pekerjaan dan hasil pembetonan. Penanggung jawab unit konstruksi tidak memiliki sertifikasi terkait pekerjaan pembetonan, namun hanya berdasarkan pengalaman saja. Hal ini menyebabkan tidak terkontrolnya mutu beton dan hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan standard nasional Indonesia (SNI). Oleh sebab itu di butuhkanlah pendampingan terkait pekerjaan pelaksanaan, mutu, dan pembuatan mix design beton. Sehingga mutu beton yang dihasilakan dapat menjadi lebih tepat mutu, tepat waktu, dan tepat biaya.