Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan keadilan kepada anak, khususnya dalam penjatuhan sanksi bagi mereka yang terlibat dalam pelanggaran hukum. Keadilan tersebut diukur dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik anak. Namun, dalam praktiknya, terdapat kesenjangan di mana pidana penjara lebih sering digunakan daripada alternatif lain. Profesor Acmad Ali dalam bukunya "Menguak Tabir Hukum" menjelaskan bahwa penyelesaian perkara hukum terakhir dilakukan melalui pranata pengadilan melalui putusan hakim. Putusan tersebut hanya mempertimbangkan unsur-unsur delik dari dakwaan, tanpa memperhatikan secara mendalam kepentingan terbaik anak. Sebagai contoh, dalam kasus anak, pidana penjara cenderung lebih banyak dijatuhkan daripada alternatif lainnya. Padahal, pidana penjara seharusnya merupakan opsi terakhir, terutama jika pelanggaran yang dilakukan anak tidak serius dan tidak menimbulkan dampak besar bagi masyarakat. Permasalahan yang dibahas meliputi analisis mengenai penjatuhan sanksi pelatihan kerja untuk mewujudkan asas kepentingan terbaik untuk anak, serta seperti apa rasio legislatif seharusnya mengoptimalkan sistem tersebut sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan mengacu pada berbagai sumber hukum seperti undang-undang, buku, dan data dari internet serta wawancara dengan Hakim Anak. Hasil penelitian mengatakan bahwa dalam penjatuhan sanksi untuk anak, hakim seharusnya lebih memperhatikan kepentingan masa depan anak. Tindakan tersebut tidak hanya mempertimbangkan kepastian hukum, tetapi juga keadilan bagi korban, anak, dan masyarakat secara keseluruhan. Terutama untuk tindak pidana ringan, seperti pencurian biasa atau tawuran tanpa korban jiwa, sanksi yang bersifat pembinaan dan pendidikan seperti pelatihan kerja seharusnya lebih diutamakan daripada pidana penjara untuk menghindari stigma yang merugikan bagi anak