Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Implikasi Normatif Peraturan Bersama Menteri Nomor 9 Dan 8 Tahun 2006 Terhadap Perlindungan Kelompok Minroritas Di Wilayah Provinsi DKI Jakarta Abi Ichwanuddin; Tuti Widyaningrum
JURNAL HUKUM STAATRECHTS Vol 4, No 2 (2021): JURNAL STAATRECHTS
Publisher : Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52447/sr.v4i1.4900

Abstract

Negara Indonesia mempunyai keungggulan, yaitu pluralitas, kemajemukan yang bersifatmultidimensional. Kemajemukan suku, ras, etnik golongan dan agama adalah warna dasar dannafas yang membuat Indonesia memiliki nilai yang unik dan spesifik. Negara berkewajibanmemfasilitasi masyarakat yang hidup di dalam wilayahnya untuk dapat hidup rukunberdampingan. Negara menjamin kebebasan semua warga negaranya untuk melaksanakankepercayaannya masing-masing seperti tercantum dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat (2) yangberbunyi: ”Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masingmasingdan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaan itu”. Oleh karena itu rumah ibadahdan pelaksanaan ibadah umat beragama adalah hal yang penting dan mendasar bagi setiap umatberagama yang jamin negara. Kebebasan untuk beragama di Indonesia ini dituangkan dalamkonstitusi (UUD 1945) sebagaimana dapat dilihat pada Pasal 28 E mengenai kebebasan beragamadan beribadah; pasal 28 J yang mengatur mengenai batasan dalam beribadah bagi setiap orang agartercipta ketertiban ; serta pasal 29 yang memberikan jaminan menjalankan agama dankepercayaan. Peran UUD 1945 sebagai pemersatu, bukan berarti UUD 1945 menghilangkan ataumenafikkan adanya perbedaan yang beragam dari seluruh rakyat Indonesia. Konflik pendirianrumah ibadah acapkali menjadi hambatan upaya penciptaan kerukunan umat beragama. Tidakjarang ditemukan dalam pendirian rumah ibadah mengalami problematika, sebab permasalahanrumah ibadah sesuatu yang sangat sensitif dan seringkali menjadi pemicu terjadinya konflik.Kata Kunci : rumah ibadah, kebebasan beragama
Kewenangan Pengujian Peraturan Perundang- Undangan Oleh Eksekutif Setelah Berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja Assertri Simorangkir; Tuti Widyaningrum
JURNAL HUKUM STAATRECHTS Vol 4, No 1 (2021): JURNAL STAATRECHTS
Publisher : Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52447/sr.v3i2.4894

Abstract

Kebijakan Pemerintah dalam menerbitkan metode melalui omnibus law patut di apresiasi karenabertujuan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan mempermudah investasi, namun harustetap dengan prinsip Negara hukum.Penelitian ini dilakukan untuk menjawab beberapapermasalahan terkait Putusan MK No. 137/PUU-XIII/2015 setahun kemudian terbitlahPutusan MK No. 56/PUU-XIV/2016 dimana pasal yang diuji dan dikabulkan terkait pengaturankewenangan menteri nmembatalkan peraturan Daerah Provinsi. Adapun Objek Permohonan dalamPutusan ini Pengujian Materiil Pasal 251 ayat (1), ayat (2), ayat (7), dan ayat (8) Undang-UndangNomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU 23 tahun 2014). Terkait denganpembatalan peraturan daerah yang di ubah melalui Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentangcipta kerja yang dimana kewenangan pembatalan peraturan daerah dapat dibatalkan olehpemerintah pusat melalui peraturan Presiden, penelitian ini merupakan penelitian normativedengan mengunakan data sekunder. Yang menarik kesimpulan bahwa undang-undang nomor 11tahun 2020 pada pasal 251 ayat (1) bahwa kewenangan pemerintah pusat dalam membatalakanperaturan daerah provinsi dan kabupaten/kota melalui peraturan presiden tidak tepat karena tidaksejalan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 137/PUU-XIII/2015 yang dimana dalamputusan tersebut mengatakan bahwa kewenangan pembatalan peraturan daerahprovinsi,kabupaten/kota harus melalui mekanisme judicial review di Mahkamah Agung (MA).Kata Kunci : Putusan MK, Omnibus law, Peraturan Daerah
Perda Kabupaten Sawah Lunto Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Kewajiban Berpakaian Muslim Dan Muslimah Dalam Perspektif Asas- Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Vinsensius Luky Asmara; Tuti Widyaningrum
JURNAL HUKUM STAATRECHTS Vol 3, No 2 (2020): JURNAL STAATRECHTS
Publisher : Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52447/sr.v3i1.4877

Abstract

Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum dan Pancasila adalah cita hukum bangsa Indonesia yang menjadi nilai dasar dalam bermasyarakat dan bernegara. Otonomi Daerah memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk membentuk Peraturan Daerahnya sendiri dengan memperhatikan ciri khas dari masing-masing daerah. Hal tersebut mengakibatkan daerah-daerah berlomba-lomba untuk membentuk Peraturan Daerah berdasarkan hukum suatu agama tertentu dengan alasan hal tersebut adalah ciri dari daerahnya. Salah satunya adalah Peraturan daerah Kabupaten Sawah Lunto No. 2 Tahun 2003 tentang Berpakaian Muslim Dan Muslimah menimbulkan keambiguan dan kontroversi terkait Peraturan tersebut berdasarkan atas satu agama yang berpotensi mengakibatkan perlakuan diskriminatif. Padahal Negara Indonesia adalah negara yang tidak berdasarkan agama tertentu. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian Yuridis-Normatif dengan menggunakan data sekunder. Dari penelitian tersebut dirumuskan dua permasalah yang masing-masing didapatkan hasil penelitian dengan kesimpulan sebagai berikut, (1) Perda Kabupaten Sawah Lunto No. 2 Tahun 2003 tidak sesuai dengan Pancasila, konsep HAM, Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Perda tersebut juga bersifat diskriminatif, (2) Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara pencegahan di Program legislasi daerah. Apabila sudah diundangkan maka Judicial review di Mahkamah Agung.Kata kunci : Negara Hukum Pancasila, Otonomi Daerah, Peraturan Perundang-Undangan, Perda Diskriminatif.
PENGATURAN HAK KEBEBASAN BERKEYAKINAN PENGHAYAT KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA DALAM PERSPEKTIF NEGARA HUKUM DEMOKRATIS INDONESIA Tuti Widyaningrum
JURNAL HUKUM STAATRECHTS Vol 1, No 1 (2018): Jurnal Staatrechts
Publisher : Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52447/sr.v1i1.1507

Abstract

ABSTRACT  Article Number 28E point (1) and point (2) of UUD 1945 mentioned human rights enactment that show freedom for Indonesian citizen to choose their religion and belief, hold conscience and manifestating their ritual and consciences.That Article is the guarantee of human rights and rights of citizen of Indonesia in the the right of conscience with the Almighty God.The article 28E poin (2) UUD 1945 is closely related with article 29 poin (2) UUD 1945 that mentioned the state guarantee the freedom of religion and believ and to worship according to their religion and conscience. With the contitutional guarantee, the right of religious freedom of the religious people can enjoyed the derivation of that rights in forum internum also forum eksternum. But not so with the believers, they still have neglect of citizen rights because different faith to interpreting Belief in the one and only God. This research will analyze, 1).How the regulation of the rights of conscience believers of God in Indonesian democratic state law perspective  2) How implementation of the rights of conscience believers of God in Indonesian democratic state law perspective  3) How to make ideal regulation to regulate the rights of conscience believers of God in Indonesian democratic state law perspective.  The research method is yuridis normatif. The result of this research is first, there is no regulation about protection of the rights of regious freedom of believers, and existing law just fulfill practical needs without strategical action to protect the rights of religious freedom that can setled down equaly between believers and religious people before the law and governance. The conclusion is the emptyness of law in regulating among believers can only has solution with law making that gives special protection of the rights of religious freedom of believers. The suggestion to legislative is very importance to making regulation that ruled of the rights of religious freedom believers that can give them the advantage og democratic contitutional state for fulfilling rights of citizen as same as religious people.   Key words : Rights of Conscience, Citizen Rights, Believers of God
Sanksi Pelatihan Kerja terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum Nunsuhaini; Basuki Rekso Wibowo; Rio Christiawan; Tuti Widyaningrum
Jurnal Interpretasi Hukum Vol. 5 No. 1 (2024): Jurnal Interpretasi Hukum
Publisher : Warmadewa Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/juinhum.5.1.9070.962-968

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan keadilan kepada anak, khususnya dalam penjatuhan sanksi bagi mereka yang terlibat dalam pelanggaran hukum. Keadilan tersebut diukur dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik anak. Namun, dalam praktiknya, terdapat kesenjangan di mana pidana penjara lebih sering digunakan daripada alternatif lain. Profesor Acmad Ali dalam bukunya "Menguak Tabir Hukum" menjelaskan bahwa penyelesaian perkara hukum terakhir dilakukan melalui pranata pengadilan melalui putusan hakim. Putusan tersebut hanya mempertimbangkan unsur-unsur delik dari dakwaan, tanpa memperhatikan secara mendalam kepentingan terbaik anak. Sebagai contoh, dalam kasus anak, pidana penjara cenderung lebih banyak dijatuhkan daripada alternatif lainnya. Padahal, pidana penjara seharusnya merupakan opsi terakhir, terutama jika pelanggaran yang dilakukan anak tidak serius dan tidak menimbulkan dampak besar bagi masyarakat. Permasalahan yang dibahas meliputi analisis mengenai penjatuhan sanksi pelatihan kerja untuk mewujudkan asas kepentingan terbaik untuk anak, serta seperti apa rasio legislatif seharusnya mengoptimalkan sistem tersebut sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan mengacu pada berbagai sumber hukum seperti undang-undang, buku, dan data dari internet serta wawancara dengan Hakim Anak. Hasil penelitian mengatakan bahwa dalam penjatuhan sanksi untuk anak, hakim seharusnya lebih memperhatikan kepentingan masa depan anak. Tindakan tersebut tidak hanya mempertimbangkan kepastian hukum, tetapi juga keadilan bagi korban, anak, dan masyarakat secara keseluruhan. Terutama untuk tindak pidana ringan, seperti pencurian biasa atau tawuran tanpa korban jiwa, sanksi yang bersifat pembinaan dan pendidikan seperti pelatihan kerja seharusnya lebih diutamakan daripada pidana penjara untuk menghindari stigma yang merugikan bagi anak
STREET CHILDREN'S LEGAL PROTECTION IN BANDUNG DISTRICT Hardi Fardiansyah; Rio Christiawan; Tuti Widyaningrum
JURNAL HUKUM, POLITIK DAN ILMU SOSIAL Vol. 2 No. 2 (2023): Juni: JURNAL HUKUM, POLITIK DAN ILMU SOSIAL
Publisher : Pusat Riset dan Inovasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55606/jhpis.v2i2.1600

Abstract

The lowest echelons of society have been affected by the global spread of the coronavirus epidemic, which has infected people from all walks of life and altered regional lives and cultural practices. In addition to causing a recession in the national economy, this issue has also decreased peoples' purchasing power and ability to withstand the rising cost of living.This study outlines the efforts made by the Bandung Regency government to provide good guarantees for street children through preventive measures, financial education assistance, fostering enthusiasm and shelter supervision, developing regulations and policies, and providing freedom of choice for street children in the medium term through playing, direct support, approaches to tackling social issues, and suggestions for revenue management. the enhancement of human resources, research into the growth of street children, and evaluation of good street child conduct are all attempts to better society.The problem is that because of spiritual issues, many of them try to escape and destroy necessities of life. Despite having a sizable state budget, it is impossible to employ street children in suitable jobs. Additionally, there is still a dearth of assistance and backing from many organizations.