Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

INTERPRETASI PASAL 112 DAN PASAL 127 AYAT (1) UNDANGUNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DALAM MENENTUKAN KUALIFIKASI TINDAK PIDANA Geraldo, Jendri; Muchtar, Andhyka; Nasir, Muh
Jurnal Pilar Keadilan Vol. 3 No. 2 (2024): Pilar Keadilan
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum, STIH Painan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pelaku Penyalahgunaan narkotika di Indonesia menjadi momok menakutkan bagibangsa Indonesia. Narkotika merupakan suatu zat atau obat yang dapatmengakibatkan ketidaksadaran dikarenakan zat-zat tersebut bekerja mempengaruhisusunan syaraf central Tindak pidana penyalahgunaan Narkotika merupakanPerbuatan pidana yang dilakukan oleh subyek pidana yang menggunakan zat atauobat yang dilarang oleh undang-undang yang dapat menyebabkan penurunan atauperubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasanyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan baik pelaku maupun orang lainnya.Subyek pidana yang dimaksud dalam tindak pidana narkotika ini adalah setiaporang. Setiap orang tersebut dapat diklasifikasikan menjadi Pengguna, Pengedar,Produsen, Importer dan Eksportir. Permasalahan dalam tesis ini yaitu bagaimanainterpretasi Pasal 112 dan Pasal 127 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun2009 Tentang Narkotika dalam menentukan kualifikasi tindak pidana danbagaimana reformulasi kualifikasi tindak pidana terhadap Pasal 112 dan Pasal 127Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dikaitkandengan kepastian hukum. Metode penelitian ini mengunakan jenis penelitianyuridis normative, secara spesifik menggambarkan Interpretasi Pasal 112 dan Pasal127 ayat (1) huruf a tentang narkotika di Indonesia, agar memberikan kualifikasidan kepastian hukum, sumber data yang digunakan yaitu bahan hukum skunder danprimer. Tindak pidana narkotika dalam rumusan Pasal 112 dan Pasal 127Kualifikasi adalah suatu pembagian atau pengelompokan. Sedangkan TindakPidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yangmana disertai sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggaraturan tersebut. Tindak pidana juga dapat dikatakan sebagai perbuatan yang olehsuatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, dilarang ditujukan kepadaperbuatannya, sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yangmenimbulkan kejadianitu.Suatu perbuatan hukum dapat dinyatakan sebagaiperbuatan pidana apabila memenuhi unsur obyektif dan subyektif. Tindak pidanamerupakanbagian dasar dari pada suatu kesalahan yang dilakukan terhadapseseorang dalam melakukan suatu kejahatan. Formulasi pidana merupakan suatubentuk perumusan perbuatan pidana yang dituangkan sebagai ketentuan pidana.
Eksekusi Barang Jaminan Fidusia Penyebab Timbulnya Masalah Hukum Hidayat, Syaiful; Geraldo, Jendri; Nasir, Muh
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 9, No 6 (2022)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v9i6.42362

Abstract

A Consumer Financing Agreement is a legal construct derived from a lease agreement. Acquiring motor vehicles through instalment purchases is advantageous for low-income, fragile economies. A Consumer Agreement with a fiduciary guarantee allows an individual to acquire a motor vehicle without immediate cash payment to enhance their operating activity. Nonetheless, executing this Consumer Financing Agreement encounters numerous challenges, as customers/debtors cannot meet their instalment obligations as per the designated schedule, resulting in adverse credit outcomes and the enforcement of goods subject to fiduciary guarantees. This study informs the public that collateral enforcement must be conducted through the judicial system and cannot be arbitrary. This study employs Analytical Descriptive Research, which involves elucidating a specific issue at a designated time and location where "Debt Collectors" execute operations to reclaim collateral, specifically motor vehicles, on the road. This process has legal implications for the financing company's efforts to recover debts from debtors, as the execution process mandated through the Head of the District Court is protracted.Keywords: Law; Legal Problems; Justice Abstrak:Perjanjian Pembiayaan Konsumen merupakan konstruksi hukum yang berasal dari perjanjian sewa guna usaha. Bagi masyarakat berpendapatan rendah dan ekonomi rapuh, membeli kendaraan bermotor melalui pembelian angsuran merupakan hal yang menguntungkan. Perjanjian Konsumen dengan jaminan fidusia memungkinkan seseorang untuk membeli kendaraan bermotor tanpa pembayaran tunai langsung untuk meningkatkan aktivitas operasional mereka. Meskipun demikian, pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen ini menghadapi berbagai tantangan, karena nasabah/debitur tidak dapat memenuhi kewajiban angsuran mereka sesuai jadwal yang ditetapkan, yang mengakibatkan hasil kredit yang merugikan dan penegakan barang yang tunduk pada jaminan fidusia. Studi ini berupaya untuk menginformasikan kepada publik bahwa penegakan agunan harus dilakukan melalui sistem peradilan dan tidak dapat dilakukan secara sewenang-wenang. Studi ini menggunakan Penelitian Deskriptif Analitis, yang melibatkan penjelasan masalah tertentu pada waktu dan lokasi yang ditentukan di mana "Penagih Utang" melakukan operasi untuk mendapatkan kembali agunan, khususnya kendaraan bermotor, di jalan. Proses ini memiliki implikasi hukum terhadap upaya perusahaan pembiayaan untuk menagih utang dari debitur, karena proses eksekusi yang diamanatkan melalui Kepala Pengadilan Negeri berlarut-larut.Kata Kunci: Hukum; Masalah Hukum; Keadilan