Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

EKSISTENSI DAN KEDUDUKAN KREDITUR HAK TANGGUNGAN DALAM KEPAILITAN Muchtar, Andhyka
REPERTORIUM Vol 1, No 2 (2014)
Publisher : REPERTORIUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractIn Act Mortgage determine collateral security rights for the creditors directly to executing a deed of mortgage collateral pledged as collateral against the repayment of debt in case if the debtoris unable to pay its debtsor whethe rthe debtoris in peroses. Fact will happen with the existence of non UU KpKpU,where creditors holding security rights cannot directly execute collateral security rights in the debtor’s debts are bankrupted, butwas taken over by the curator, can even trea top jeken cumbranceas if no bankruptcy against the debtordoes not happen because UU KpKp Utake arbitrarily rights of creditors.This is contrary to the rules contained in UHT wheree very encumbrance can be directly executedby the Irah-Irah executorial to any Mortgage debt guarantees.AbstrakDalam Undang-undang Hak tanggungan menentukan jaminan hak tanggungan bagi kreditur untuk mengekseskusi secara langsung jaminan hak tanggungan yang dijadikan jaminan pelunasan terhadap utang dalam hal apabila debitur tidak dapat membayar utang-utangnyaataukah debitur sedang dalam perosesdifailitkan. Akan tetapidalam kenyataannya terjadi ketidak singkrongan dengan eksistensi UUKPKPU, dimana Kreditur memegang hak tanggungan tidak dapat langsung mengeksekusi jaminan hak tanggungan  atas hutang debitur yang dipailitkan, tetapi diambil alih oleh curator, bahkan dapat memperlakukan opjek hak tanggungan seolah-olah tidak tidak terjadi kepailitan terhadap debitur dikarenakan UUKPKPU mengambil dengan sewenang- wenang hak dari kreditur. Hal ini sangat bertentangan dengan aturan yang ada dalam UHt dimana setiap hak tanggungan dapat langsung dieksekusi dengan adanya Irah-irah eksekutorial terhadap setiapjaminan utang Hak tanggungan.
Regulation Model for Collecting State Revenue in Registration of Sale and Purchase Land Muchtar, Andhyka; Mujib, M. Misbahul
Journal of Sustainable Development and Regulatory Issues (JSDERI) Vol. 2 No. 1 (2024): Journal of Sustainable Development and Regulatory Issues
Publisher : Lembaga Contrarius Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53955/jsderi.v2i1.24

Abstract

Taxes serve as the primary source of income for the nation to finance its diverse requirements. Land sales and purchase taxes are a specialized sort of tax revenue. Nevertheless, the current taxing arrangements for land transactions enforced by the state remain unjust and need more legal certainty. This study evaluates the significance of state taxation regulations in land acquisitions, aiming to establish legal certainty and justice for the community. It proposes that state taxes on land sales should be determined based on the Tax Object Proceeds Value (NJOP). It advocates for implementing a self-assessment system to ensure equitable taxation and legal certainty in Indonesia. This study employs a doctrinal legal research methodology, conceptual approach, and statutory regulations. The sources utilized encompass primary and secondary legal texts, subsequently synthesized through deductive syllogism. The results indicate that the current rules for determining state tax deductions for land sales in Indonesia are invalid and unfair. This is because they need a self-assessment system, which leads to a lack of clarity and transparency. To address this issue, it is necessary to implement the Tax Deal System as the primary method for collecting sales and purchase taxes on land. This system would allow taxpayers to communicate with tax authorities to determine the land's fair value before conducting transactions to ensure that the transaction value and tax amount are based on the actual value of the land.
ANALISIS TANGGUNG JAWAB PRODUK DALAM JUAL BELI ONLINE: Jual beli online, tanggung jawab produk, perlindungan konsumen. BUDIYANTO, BUDIYANTO; MUCHTAR, ANDHYKA; NASIR, MUH.
Jurnal Pilar Keadilan Vol. 3 No. 1 (2023): Pilar Keadilan
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum, STIH Painan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59635/jpk.v3i1.280

Abstract

Perdagangan elektronik atau jual beli online telah memperluas pasar global dan memberikan akses yang lebih mudah kepada konsumen untuk berbelanja dan bertransaksi dengan penjual dari berbagai lokasi. Namun, pertumbuhan pesat e-commerce juga memunculkan isu yang berkaitan dengan konsep tanggung jawab produk dalam konteks jual beli online. Jurnal ini bertujuan untuk menggali dan menganalisis aspek-aspek hukum serta dampak praktis dari tanggung jawab produk dalam lingkungan jual beli online. Penelitian ini mencakup dua aspek utama. Pertama, jurnal ini menguraikan kerangka hukum yang mengatur tanggung jawab produk dalam konteks transkasi online. Ini mencakup analisis terhadap peraturan perlindungan konsumen, perjanjian pengguna platform e-commerce dan peraturan hukum internasional yang berkaitan. Kedua, penelitian ini memeriksa dampak praktis dari tanggung jawab produk pada konsumen dalam jual beli online. Ini melibatkan analisis kasus-kasus nyata yang melibatkan produk cacat, penipuan atau ketidaksesuaian produk dengan deskripsi yang disediakan oleh penjual. Jurnal ini juga mengidentifikasi peran patform e-commerce dalam memediasi sengketa dan tangung jawab mereka terhadap konsumen. Hasil penelitian menunjukan bahwa konsep tanggung jawab produk dalam jual beli online memerlukan pemahaman yang lebih dalam dan pendekatan yang cermat. Dalam era di mana platform e-commerce berperan sebagai perantara utama, perlu ada kerjasama yang lebih baik antara pihak-pihak yang terlibat dalam menjaga keamanan dan kualitas produk serta memastikan perlindungan konsumen yang efektif. Jurnal ini memiliki implikasi yang signifikan terhadap pengembangan kebijakan dan regulasi di bidang jual beli online serta kesadaran konsumen. Penelitian ini juga memberikan wawasan bagaimana kerangka hukum dapat ditingkatkan untuk mengatasi isu-isu yang muncul dalam perdagangan elektronik yang terus berkembang.
ATAS TABUNGAN TANPA BUKU DIHUBUNGKAN DENGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2021 TENTANG PENYELENGGARAAN BANK UMUM (STUDI KASUS LAYANAN JENIUS PT. BANK TABUNGAN PENSIUNAN NASIONAL, TBK) Priandi, Priandi; Nasir, Muh; Muchtar, andhyka
Jurnal Pilar Keadilan Vol. 3 No. 2 (2024): Pilar Keadilan
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum, STIH Painan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59635/jpk.v3i2.300

Abstract

Dunia Perbankan sangat tergantung pada nasabah yang akan menyimpan dananya di bank dan yang meminjam dana dari bank, karena nasabah merupakan salah satu faktor penting dalam bisnis perbankan. Untuk mendapatkan nasabah tersebut, diperlukan kepercayaan yang dapat dipertanggungjawabkan oleh bank terhadap nasabahnya. Tujuan penelitian saya yang diangkat dari tesis ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan hukum perbankan dalam melindungi dana nasabah, untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban bank terhadap nasabah bank sebagai korban atas kelalaian bank dan untuk mengetahui pertimbangan hukum majelis hakim Mahkamah Agung dalam perkara hilangnya uang nasabah atas kelalaian bank. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penyusunan penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang menganalisis hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan dengan cara meneliti data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Dengan menggunakaan teori perlindungan hukum dan teori pertanggungjawaban sehingga dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini, yang mengenai pertanggungjawaban bank dalam memberikan ganti rugi terhadap nasabah atas kelalaian bank dan mau pun kelalaian nasabah itu sendiri. Berdasarkan hasil penelitian adalah, layanan Digital Banking di Indonesia sudah terdapat perlindungan hukum baik dari Perlindungan Secara Preventif Dan Perlindungan Secara Refresif Berdasarkan 13/Pojk.03/2021 Tentang Penyelenggaraan Bank Umum. Pertanggungjawaban bank dalam memberikan ganti rugi terhadap nasabah atas kelalaian bank yaitu dengan adanya peraturan perundang-undangan yang melindungi nasabah yaitu Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, Undang-undang No. 10 Tahun 1998 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dan undang-undang Otoritas Jasa keuangan Nomor 21 Tahun 2011. Penulis melakukan pendekatan penelitian terhadap Produk Digital Banking yang terdapat di Bank Tabungan Pensiunan Nasional dimana tidak semua kerugian nasabah terdapat dalam kelalaian pihak Bank melainkan dapat terjadi juga kesalahan yang diakibatkan oleh kelalaian oleh pihak Nasabah itu sendiri.
INTERPRETASI PASAL 112 DAN PASAL 127 AYAT (1) UNDANGUNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DALAM MENENTUKAN KUALIFIKASI TINDAK PIDANA Geraldo, Jendri; Muchtar, Andhyka; Nasir, Muh
Jurnal Pilar Keadilan Vol. 3 No. 2 (2024): Pilar Keadilan
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum, STIH Painan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pelaku Penyalahgunaan narkotika di Indonesia menjadi momok menakutkan bagibangsa Indonesia. Narkotika merupakan suatu zat atau obat yang dapatmengakibatkan ketidaksadaran dikarenakan zat-zat tersebut bekerja mempengaruhisusunan syaraf central Tindak pidana penyalahgunaan Narkotika merupakanPerbuatan pidana yang dilakukan oleh subyek pidana yang menggunakan zat atauobat yang dilarang oleh undang-undang yang dapat menyebabkan penurunan atauperubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasanyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan baik pelaku maupun orang lainnya.Subyek pidana yang dimaksud dalam tindak pidana narkotika ini adalah setiaporang. Setiap orang tersebut dapat diklasifikasikan menjadi Pengguna, Pengedar,Produsen, Importer dan Eksportir. Permasalahan dalam tesis ini yaitu bagaimanainterpretasi Pasal 112 dan Pasal 127 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun2009 Tentang Narkotika dalam menentukan kualifikasi tindak pidana danbagaimana reformulasi kualifikasi tindak pidana terhadap Pasal 112 dan Pasal 127Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dikaitkandengan kepastian hukum. Metode penelitian ini mengunakan jenis penelitianyuridis normative, secara spesifik menggambarkan Interpretasi Pasal 112 dan Pasal127 ayat (1) huruf a tentang narkotika di Indonesia, agar memberikan kualifikasidan kepastian hukum, sumber data yang digunakan yaitu bahan hukum skunder danprimer. Tindak pidana narkotika dalam rumusan Pasal 112 dan Pasal 127Kualifikasi adalah suatu pembagian atau pengelompokan. Sedangkan TindakPidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yangmana disertai sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggaraturan tersebut. Tindak pidana juga dapat dikatakan sebagai perbuatan yang olehsuatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, dilarang ditujukan kepadaperbuatannya, sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yangmenimbulkan kejadianitu.Suatu perbuatan hukum dapat dinyatakan sebagaiperbuatan pidana apabila memenuhi unsur obyektif dan subyektif. Tindak pidanamerupakanbagian dasar dari pada suatu kesalahan yang dilakukan terhadapseseorang dalam melakukan suatu kejahatan. Formulasi pidana merupakan suatubentuk perumusan perbuatan pidana yang dituangkan sebagai ketentuan pidana.
IMPLIKASI POLITIK HUKUM PERADILAN TATA USAHA NEGARA TERHADAP PRODUK HUKUM KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA (TUN): Politik Hukum PTUN Suardi, Ilham; Muchtar, Andhyka
Jurnal Pilar Keadilan Vol. 4 No. 1 (2024): Pilar Keadilan
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum, STIH Painan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59635/jpk.v3i3.341

Abstract

Reformasi terhadap sistem Peradilan TUN di Indonesia ditandai dengan perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentag PTUN. Perubahan pertama dilakukan melalui penetapan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN. Selanjutnya melalui penetapan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN. Perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN pada prinsipnya merupakan akibat dari amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Perubahan dimaksud dalam rangka memperkuat prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya dalam menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan Keadilan. Sehubungan dengan latar belakang di atas, maka penulis bermaksud mengkaji mengenai Politik Hukum Peradilan Tata Usaha Negara. Berdasarkan keadaan diatas yang telah dikemukakan, ditemukan permasalahan mengenai bagaimana keberadaan politik hukum peradilan Tata Usaha Negara (TUN) dan Implikasi pengawasan yudisial terhadap produk hukum yang berbentuk keputusan Tata Usaha Negara (TUN). Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan statue approach, dan conseptual approach, dan hasil penelitian menunjukan sisten ketatanegaraan di Indonesia, reasonable apabila dilakukan perubahan terhadap UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986 dengan dihapuskannya dualisme dalam kekuasaan kehakiman, menjadi satu atap di bawah kekuasaan Mahkamah Agung RI, diperketatnya persyaratan menjadi Hakim, pengaturan yang lebih jelas mengenai pemberhentian Hakim, pengawasan terhadap Hakim di lingkungan Peradilan TUN yang dilakukan secara internal oleh Mahkamah Agung dan pengawasan eksternal oleh Komisi Yudisial, implikasi pengawasan Pengadilan administrasi negara (PTUN) adalah selain sebagai salah satu ciri 2 negara hukum modern, juga memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat serta aparatur pemerintahan itu sendiri karena Pengadilan administrasi (PTUN) melakukan kontrol yuridis terhadap perbuatan hukum publik badan atau pejabat administrasi negara. Kaitannya dengan prinsip-prinsip dalam good governance pada dasarnya menjadi pedoman bagi pejabat administrasi negara dalam melaksanakan urusan pemerintahan yaitu mencegah terjadinya KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), menciptakan birokrasi yang seakin baik, tranparan, dan effesien.
Juridical Review of Government Regulation 40 of 2019 Regarding the Marriage of Believers in Indonesia Saputro, Dwi Yudha; Muchtar, Andhyka
International Journal of Religion Education and Law Vol 3, No 2 (2024): August 2024
Publisher : CV. Rayyan Dwi Bharata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57235/ijrael.v3i2.2113

Abstract

Marriage registration for religious beliefs in Indonesia has been recognized by the state, whereas previously there was no recognition from the state and there was no legal certainty for adherents of this religious belief. The recognition of the religious beliefs that exist in Indonesia as beliefs and religions is good news for all believers in Indonesia, where the condition is that adherents of these beliefs have registered with the Ministry of Education, Culture, Research and Technology. This is as regulated in PP Number 40 of 2019 concerning Population Administration, where this regulation regulates all forms of administration and procedures for registering marriages for believers. This research uses a normative legal approach method. In this research, library data collection techniques (library research). The results of research on the Juridical Review of PP 40 of 2019 on the Marriages of Believers in Indonesia show that the registration of marriages for adherents of this religion is contained in Government Regulation Number 40 of 2019 concerning population administration, in this Government Regulation regulates marriage procedures for adherents of the faith who wish to those carrying out a marriage can register their marriage at the government's public service agency, namely at the Regency/City Population and Civil Registration Service where the prospective couple is domiciled. The legal obstacles that arise in registering marriages of believers in Indonesia make the implementation of PP Number 40 of 2019 still ineffective due to the lack of religious leaders who have a decree to marry prospective couples who want to get married, so difficulties will arise in the process of registering marriages at the Population Service Office. and Civil Registration if it is slow or impossible to issue a Letter of Blessing for a Faithful Couple who has entered into a Marriage.
EKSEMINASI PUTUSAN PENGADILAN PTUN NOMOR 11/G/2022/PTUN.JKT Febriansyah, Ferdi; Habeahan, Rasman; Muchtar, Andhyka
DESANTA (Indonesian of Interdisciplinary Journal) Vol. 4 No. 1 (2023): September 2023
Publisher : Desanta Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tulisan ini membahas hubungan hukum antara pekerja dan pemberi kerja, khususnya dalam konteks upah minimum provinsi (UMP) tahun 2022 di DKI Jakarta. Dengan merinci unsur-unsur hubungan kerja dan imperatifnya, tulisan menyoroti Undang-Undang Ketenagakerjaan dan pengertian kesetaraan upah. Fokus kemudian beralih ke kasus konkret di DKI Jakarta, di mana PTUN Jakarta membatalkan UMP 2022 yang semula ditetapkan oleh Gubernur DKI Jakarta. Pemprov DKI Jakarta merevisi kebijakan UMP 2022 berdasarkan rekomendasi Dewan Pengupahan, yang direspons oleh PTUN dengan memerintahkan penerbitan peraturan tata usaha negara baru. Metode penelitian yang digunakan adalah kepustakaan dan penelitian normatif dengan pendekatan kualitatif. Hasil dan pembahasan mencakup putusan PTUN Jakarta, eksaminasi terhadap putusan tersebut, dan perluasan kajian terhadap alasan di balik kebijakan kenaikan UMP oleh Gubernur DKI Jakarta. Penulis menilai perlunya tinjauan kembali terhadap putusan PTUN dengan mengacu pada asas-asas hukum tata kelola pemerintahan yang baik. Kesimpulan menyatakan bahwa putusan PTUN menuntut Gubernur DKI Jakarta untuk mengeluarkan peraturan baru tentang UMP sesuai dengan rekomendasi Dewan Pengupahan. Penulis menilai bahwa putusan PTUN layak ditinjau ulang karena adanya kekurangan dalam perkara yang diajukan oleh pemohon, dan pertimbangan Gubernur DKI Jakarta dalam menaikkan UMP tidak merugikan pihak manapun.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH KOPERASI SIMPAN PINJAM Yuniadi, Dani; Muchtar, Andhyka; Nasir, Muh
DESANTA (Indonesian of Interdisciplinary Journal) Vol. 4 No. 1 (2023): September 2023
Publisher : Desanta Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini membahas tentang berbagai aspek koperasi di Indonesia, khususnya Koperasi Simpan Pinjam, sebagai bentuk badan usaha yang memberikan kontribusi terhadap perkembangan sektor perekonomian di Indonesia. Koperasi memiliki prinsip kekeluargaan dan tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Pembahasan melibatkan aspek hukum, terutama Pasal 33 UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Koperasi. Fokus selanjutnya adalah pada Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Cipta dan perlindungan hukum terhadap nasabahnya. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, dengan menganalisis bahan hukum dan perundang-undangan terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap nasabah koperasi simpan pinjam mencakup beberapa aspek, termasuk Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan peraturan perundang-undangan terkait sektor jasa keuangan. Pengaturan perlindungan konsumen pada sektor jasa keuangan, seperti yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 01/POJK.07/2013, memberikan definisi konsumen dan prinsip-prinsip perlindungan konsumen. Sistem Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) juga disoroti sebagai upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Selanjutnya, penulis membahas hak dan kewajiban konsumen/nasabah di sektor jasa keuangan, dengan mempertimbangkan prinsip kebebasan berkontrak dan standar permasalahan kontrak. Penulisan ini juga menyoroti ketentuan pengaduan konsumen, yang mewajibkan perusahaan jasa keuangan untuk memproses dan menyelesaikan pengaduan konsumen sebelum meneruskannya kepada pihak lain. Hak-hak dasar konsumen, seperti hak memperoleh keamanan, hak memilih, hak mendapat informasi, dan hak untuk didengar, ditekankan sebagai cara untuk menyeimbangkan perlindungan konsumen dan produsen. Kesimpulan dari tulisan ini menggarisbawahi pentingnya perlindungan hukum terhadap nasabah koperasi simpan pinjam, dengan merinci aspek-aspek yang mencakup ketentuan hukum, perlindungan konsumen, dan hak serta kewajiban konsumen di sektor jasa keuangan.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP JUSTICE COLLABORATOR DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Kasus Putusan Pidana untuk Tripeni Irianto Putro dalam Putusan No.124/PID.SUS/TPK/2015/PN.JKT.PST) Supriyanto, Cipto Eko; Nasir, Muh.; Muchtar, Andhyka
DESANTA (Indonesian of Interdisciplinary Journal) Vol. 4 No. 1 (2023): September 2023
Publisher : Desanta Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Korupsi merupakan kejahatan serius yang dapat merugikan negara secara luas. Tulisan ini membahas korupsi sebagai tindak kejahatan terorganisir yang melibatkan kelompok orang berkuasa dan sulit dibuktikan. Fokusnya adalah pada peran "justice collaborator," individu yang, meski telah melakukan kesalahan, membantu aparat penegak hukum dengan memberikan informasi yang krusial selama penyelidikan dan di pengadilan. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan menggunakan bahan pustaka dan data sekunder, seperti putusan pengadilan dan perundang-undangan terkait. Artikel ini mengeksplorasi perlindungan hukum yang diberikan kepada justice collaborator di Indonesia, terutama dalam upaya pemberantasan korupsi. Aturan perlindungan justice collaborator di Indonesia diuraikan, khususnya dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Kemudian, tulisan ini mengambil studi kasus putusan pidana Tripeni Irianto Putro pada kasus No.124/PID.SUS/TPK/2015/PN.JKT.PST untuk menggambarkan penerapan perlindungan bagi justice collaborator. Hasilnya menunjukkan bahwa Tripeni Irianto Putro diakui sebagai justice collaborator, tetapi penjatuhan hukuman di bawah standar minimum khusus tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pemberian status justice collaborator seharusnya mempertimbangkan pengurangan hukuman yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kesimpulannya, perlindungan hukum bagi justice collaborator di Indonesia telah diatur dengan baik, namun implementasinya dalam putusan pidana masih perlu diperhatikan agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku