Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PEMBERIAN SANKSI KEPADA HAKIM SEBAGAI PENEGAK HUKUM YANG MELANGGAR KODE ETIK Tsabitha, Tanissa Mayra; Lesmana, Idham Putra; Ramdhani, Dwi Sukma; Hidayat, Erika Maharani; Hezron, Alessandro Christoper Max; Saly, Jeane neltje
Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan Vol 9 No 20 (2023): Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan
Publisher : Peneliti.net

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5281/zenodo.8437436

Abstract

This article now the content of the ethics rules for judges, which apply to sanction violations of every Code of Ethics. The technique selected by the author is a normative injunction research method that polestar on the study of legal norms. One of the infraction of the Code of Professional Decency affairs the profession of judges, whichever is reflected in the oversight of judges, which is catalogued in Article 1, Item 6, of Law No. 18 of 2011 on Respect and Obedience to Judicial Conduct. A code of ethics is a set of rules and principles that govern the conduct and burden of professionals in the legal field. The Code of Ethics is calculated to ensure that they carry out their work alongside a high degree of responsibility, integrity, honor and probity. However, unprofessional conduct persists, with in the court.
Analisis Hukum Internasional: Dinamika Geopolitik Amerika Serikat & Rusia dengan ISIS dalam Gerakan Terorisme Di Moskow Amri, Ibra Fulenzi; Tsabitha, Tanissa Mayra; Lewiandy, Lewiandy
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 4 No. 3 (2024): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v4i3.10075

Abstract

Dalam dinamika geopolitik internasional yang turbulen dan sarat ketegangan, aksi terorisme yang dilancarkan oleh kelompok militan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) merupakan pelanggaran internasional yang tak dapat ditoleransi. Dalam hal ini, perlu disadari bahwa kekuatan politik kontemporer tidak dapat dilepaskan dari peran sentral yang dimainkan oleh Amerika Serikat (AS) dan Rusia. Dua negara adidaya ini memegang pengaruh yang signifikan dalam menentukan arah geopolitik dan kepentingan bangsa-bangsa lain dalam mencapai tujuan nasional masing-masing. Keterlibatan AS dalam pendanaan terorisme ISIS, maka hal tersebut akan menjadi pelanggaran serius terhadap Konvensi Internasional untuk Pemberantasan Pendanaan Terorisme (1999) dan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1373 (2001). Konvensi ini secara tegas mengkriminalisasi pendanaan terorisme, sementara Resolusi PBB tersebut mewajibkan negara-negara untuk mengambil langkah-langkah konkret dalam memberantas gerakan teroris, mengkriminalisasi pendanaan terorisme, serta berbagi informasi intelijen terkait terorisme. Konsekuensi dari pelanggaran ini dapat memiliki implikasi yang luas dan mendalam dalam dinamika geopolitik dan hegemoni global. Rusia, sebagai kekuatan rival AS, dapat mengalami ketidakstabilan internal yang parah akibat serangan teror yang dilakukan ISIS di kota Moskow. Tujuan penelitian ini ingin mengungkap dampak mendalam dari dugaan pendanaan terorisme terhadap keamanan dunia, demi membangun kesadaran dalam perspektif hukum internasional. Dengan Menggunakan metode penelitian normatif empiris dengan pendekatan undang-undang. Kata kunci: dinamika, geopolitik, hegemoni, terorisme, internasional.
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual atas Karya AI: Studi Kasus ChatGPT dan DeepSeek dalam Perspektif TRIPS Agreement Tsabitha, Tanissa Mayra
UNES Law Review Vol. 8 No. 1 (2025)
Publisher : Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v8i1.2472

Abstract

Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI), khususnya generative AI seperti ChatGPT dan DeepSeek, telah memunculkan suatu tantangan yang baru di sistem perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Artikel ini mengkaji status hukum karya yang sepenuhnya dihasilkan oleh AI di perspektif perjanjian internasional TRIPS dan sistem hukum nasional. Lewat metode yuridis normatif dan pendekatan komparatif, penelitian ini menyoroti ketidaksesuaian antara perkembangan teknologi dan regulasi yang ada. Perjanjian TRIPS belum secara eksplisit mengatur mengenai status hukum karya yang dihasilkan tanpa kontribusi manusia, sehingga menimbulkan kekosongan hukum dan perbedaan interpretasi antarnegara. Di Indonesia, Undang-Undang Hak Cipta masih mendefinisikan pencipta sebagai manusia, sehingga karya AI-only belum dapat memperoleh perlindungan hukum. Studi kasus ChatGPT dan DeepSeek menunjukkan kompleksitas dalam atribusi kepemilikan dan potensi pelanggaran HKI, seperti praktik knowledge distillation. Artikel ini merekomendasikan amandemen TRIPS untuk memasukkan definisi "karya AI", penguatan regulasi nasional, serta eksplorasi rezim hukum sui generis sebagai solusi alternatif. Dengan demikian, perlindungan HKI dapat disesuaikan dengan realitas teknologi masa kini dan mendukung terciptanya ekosistem inovasi yang adil, seimbang, dan berkelanjutan.