Leiwakabessy, Tabita
Unknown Affiliation

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Menggabungkan nilai IQ, SQ, EQ, dan DQ dalam Pengajaran Kristen dengan Metode Story-telling Leiwakabessy, Tabita; Purwonugroho, Daniel Pesah
Veritas Lux Mea (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen) Vol 6, No 1 (2024): Teologi dan Pendidikan Agama Kristen (Februari 2024)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kanaan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59177/veritas.v6i1.257

Abstract

Kekurangan dan kesulitan di sekolah-sekolah Kristen selalu terjadi karena serta kurang memadainya penerapan ajaran Kristen. Permasalahan sering muncul akibat dari kurangnya fungsi keluarga menjadi tempat refleksi untuk membentuk kepribadian yang bercirikan nilai-nilai Kristiani yang dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan nilai intelektual anak. Tujuan dari penulian ini untuk menggabungkan nilai IQ, SQ, EQ dan DQ dalam norma dan pengajaran Kristen melalui metode story-telling. Tulisan ini dirancang dengan menggunakan metode kualitatif-deskriptif dengan pendekatan studi pustaka, Maka dapat disimpulkan bahwa metode story-telling dalam norma dan pengajaran Kristen dibutuhkan untuk mengembangkan nilai IQ, SQ, EQ dan DQ. Hubungan IQ, SQ, EQ dan DQ menjadi sangat penting dalam pengajaran Kristen.
Kecerdasan Spiritual dalam Konteks Pengajaran Kristen: Memahami Efek Pencerahan Rohani melalui Narasi Efesus 1:17-18 Leiwakabessy, Tabita; Purwonugroho, Daniel Pesah
MANTHANO: Jurnal Pendidikan Kristen Vol. 3 No. 1 (2024): Maret 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Kristen Samarinda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55967/manthano.v3i1.55

Abstract

Abstract: Spiritual intelligence is an intelligence highly needed by learners. Spiritual intelligence is the highest intelligence, and it can shape the personality, motivation, and mental strength of learners. From a Christian faith perspective, spiritual intelligence can be nurtured through Biblical narratives as teaching material. Ephesians 1:17-18 is a teaching material that can enhance learners' spiritual intelligence. This teaching material is also delivered through storytelling technique. Storytelling is a teaching technique to make learners experience imaginative effects and enable them to extract values from the teaching material without feeling lectured. Storytelling heavily relies on the competence of the teacher. Teachers can combine storytelling with various tools to create imaginative effects so that learners' spiritual intelligence can be achieved. Using a qualitative-descriptive method, the author concludes that Ephesians 1:17-18 is the appropriate teaching material to be presented through storytelling to enhance learners' spiritual intelligence. Ephesians 1:17-18 narrates how the Ephesian church realizes their existence in Jesus, which leads them to experience spiritual enlightenment and have an impact on their personal lives. The same can happen to learners if Ephesians 1:17-18 is applied through storytelling to enhance each learner's spiritual intelligence. Abstrak: Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang sangat dibutuhkan peserta didik. Kecerdasan spritiual adalah kecerdasan tertinggi dan kecerdasan spiritual dapat membentuk kepribadian, motivasi dan kekuatan mental peserta didik. Dalam perspektif iman Kristen, kecerdasan spiritual dapat dibentuk dengan kisah Alkitab sebagai materi ajar. Efesus 1:17-18 adalah materi ajar yang dapat meningkatkan kecerdasan spiritual peserta didik. Materi ajar tersebut juga disampaikan dengan teknik story-telling. Story-telling adalah sebuah teknik mengajar untuk membawa peserta didik mengalami efek imajinatif dan membuat peserta didik dapat mengambil value yang berasal dari bahan ajar tanpa merasa digurui. Story-telling sangat amat bergantung dengan kompetensi pengajar. Pengajar dapat menggabungkan story-telling dengan berbagai alat untuk menciptakan efek imajinatif agar kecerdasan spiritual peserta didik dapat dicapai. Dengan menggunakan metode kualitatif-deskriptif,  penulis menyimpulkan bahwa Efesus 1:17-18 adalah bahan ajar yang tepat untuk dibawakan secara story-telling demi meningkatkan kecerdasan spiritual peserta didik. Efesus 1:17-18 menceritakan tentang bagaimana jemaat Efesus menyadari keberadaan mereka di dalam Yesus yang membuat jemaat Efesus mengalami pencerahan spiritual dan memberikan dampak dalam kehidupan pribadi masing-masing. Hal tersebut juga dapat terjadi kepada peserta didik apabila menerapkan Efesus 1:17-18 dengan story-telling untuk meningkatkan kecerdasan spiritual masing-masing peserta didik.
Meningkatkan Kecerdasan Emosional Anak Melalui Metode Story-Telling Berdasarkan Filipi 4:4 Leiwakabessy, Tabita; Purwonugroho, Daniel Pesah
EDULEAD: Journal of Christian Education and Leadership Vol 5, No 1 (2024): Christian Education and Christian Leadership (June 2024)
Publisher : Sekolah Agama Kristen Terpadu Pesat Salatiga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47530/edulead.v5i1.196

Abstract

Emotional Intelligence is an intelligence in managing emotions and self-motivation. Emotional intelligence is required by learners. Emotional intelligence can be enhanced through story-telling based teaching. Story-telling is a teaching method involving narration. The content of story-telling determines how learners' emotional intelligence is formed. Through story-telling, learners can be trained to possess good emotions and cultivate noble characters according to the teaching material. Philippians 4:4 can be used as teaching material to enrich learners' emotional intelligence. Philippians 4:4 teaches that happiness and joy will arise when all attention is focused on Jesus Christ and His redemption work. Using a descriptive qualitative approach, the author asserts that teaching learners with Philippians 4:4 through story-telling can enrich and enhance emotional intelligence.AbstrakKecerdasan Emosional adalah sebuah kecerdasan dalam mengelola emosi dan memotivasi diri dimana kecerdasan emosional dibutuhkan oleh peserta didik. Kecerdasan emosional dapat dipacu dengan pengajaran berbasis story-telling dan story-telling adalah sebuah metode ajar dengan bercerita. Materi story-telling menentukan bagaimana kecerdasan emosional peserta didik terbentuk. Dengan story-telling, peserta didik dapat dilatih untuk memiliki emosi yang baik dan menghasilkan karakter yang luhur sesuai dengan materi ajar. Filipi 4:4 dapat digunakan sebagai bahan ajar demi memperkaya kecerdasan emosional peserta didik. Filipi 4:4 mengajarkan bahwa kebahagiaan dan sukacita akan muncul saat segala perhatian berpusat kepada Yesus Kristus dan karya penebusanNya. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, penulis menyatakan bahwa mengajar peserta didik dengan ayat Filipi 4:4 secara story-telling dapat memperkaya dan meningkatkan kecerdasan emosional.
Meningkatkan Kecerdasan Digital dalam Dinamika Pendidikan Kristiani di era Pascakebenaran: Sebuah Perspektif Kolose 4:5 Leiwakabessy, Tabita; Purwonugroho, Daniel Pesah
SIKIP: Jurnal Pendidikan Agama Kristen Vol 5, No 2: Agustus 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi IKAT Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52220/sikip.v5i2.265

Abstract

This article explores the dynamics of Christian religious education in the post-truth era and its relationship with the enhancement of digital intelligence from the perspective of Colossians 4:5. Christian religious education embodies the truth of God's Word. Such education is essential for students in this post-truth era. The post-truth era introduces a distortion of reality in society, degrading the value of truth by reducing it to personal taste without verifiable and accountable affirmation. Students are expected to possess digital intelligence in this post-truth era. Digital intelligence is cultivated through Christian religious education within the framework of Colossians 4:5. Utilizing a descriptive qualitative approach; this study investigates the enhancement of digital intelligence from the perspective of Colossians 4:5 through Christian education in the post-truth era. Colossians 4:5 provides an appropriate perspective to develop students' digital intelligence through Christian education to face the challenges of the post-truth era.  AbstrakArtikel ini dibuat untuk menelusuri dinamika pendidikan agama Kristen di era pascakebenaran dan hubungannya dengan peningkatan kecerdasan digital dalam perspektif Kolose 4:5. Pendidikan agama Kristen merupakan pendidikan dengan nilai kebenaran Firman Tuhan. Pendidikan kristiani diperlukan oleh peserta didik di era pascakebenaran ini. Era pascakebenaran memberikan sebuah distorsi kebenaran dalam kehidupan masyarakat. Era pascakebenaran mendegradasi nilai kebenaran karena kebenaran hanyalah perkara selera perspektif personal tanpa adanya verifikasi dan affirmasi yang dapat dipertanggung jawabkan. Peserta didik diharapkan memiliki kecerdasan digital dalam era pascakebenaran ini. Kecerdasan digital dibangun melalui pendidikan agama Kristen dalam perspektif Kolose 4:5. Melalui pendekatan kualitatif deskriptif, penelitian ini akan menelusuri peningkatan kecerdasan digital dalam perspektif Kolose 4:5 melalui pendidikan kristiani di era pascakebenaran ini. Kolose 4:5 merupakan perspektif yang tepat untuk membangun kecerdasan digital peserta didik melalui pendidikan kristiani untuk menghadapi era pascakebenaran ini.  
Meningkatkan Nilai IQ melalui Penerapan Story-telling dalam Pengajaran Kristen: Kajian Berbasis Daniel 1:8-20 Leiwakabessy, Tabita; Purwonugroho, Daniel Pesah; Suseno, Aji
Jurnal Lentera Nusantara Vol 3, No 2 (2024): Teologi dan Pendidikan Kristen (Juni 2024)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kanaan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59177/jls.v3i2.277

Abstract

Intellectual intelligence is essential for the development of learners. Success in problem-solving, analysis, reasoning, and application demonstrates the competence of learners in enhancing aspects of IQ intelligence. IQ is highly dependent on the learning materials. The interaction in communicating learning materials varies greatly depending on the teacher's ability to choose appropriate teaching methods to achieve optimal learning outcomes. Storytelling is chosen as a teaching method to stimulate the IQ values of learners. The teaching materials in storytelling are also designed to bring benefits to learners. From a Christian perspective, the story of Daniel can lead learners to experience intellectual intelligence. Daniel's obedience to God gives him high intelligence because of God's grace. Through storytelling based on the story of Daniel, learners can emulate Daniel's obedience to God. With a descriptive qualitative approach, it can be concluded that storytelling of the Daniel 1:8-20 story can enhance the IQ scores of learners.AbstrakKecerdasan intelektual dibutuhkan untuk mengembangkan diri peserta didik. Keberhasilan memecahkan masalah, menganalisa, menalar dan mengaplikasikan membuktikan kompetensi peserta didik mampu meningkatkan aspek kecerdasan IQ. IQ sangat bergantung dengan mater pembelajaran. Interaksi dalam mengkomunikasikan materi pembelajaran sangat bervariasi tergantung kemampuan guru dalam memilih metode mengajar yang sesuai agar dapat meraih hasil belajar yang maksimal. Story-telling dipilih sebagai metode mengajar untuk merangsang nilai IQ peserta didik. Bahan ajar dalam story-telling juga di desain agar dapat membawa manfaat kepada peserta didik. Dalam perspektif Kristen, kisah tentang Daniel dapat membawa peserta didik mengalami kecerdasan intelektual. Ketaatan Daniel kepada Allah membuat Daniel memiliki kemampuan intelegensi yang tinggi karena anugerah Allah. Dengan story-telling berbasis kisah Daniel, maka peserta didik dapat meneladani ketaatan Daniel kepada Allah. Dengan pendekatan kualitatif deskriptif, dapat disimpulkan bahwa story-telling kisah Daniel 1:8-20 dapat meningkatkan nilai IQ peserta didik.
PENERAPAN PRINSIP TOTAL QUALITY MANAGEMENT DI REHABILITASI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN INISIATIF PERBAIKAN BERKELANJUTAN : TINJAUAN ETIKA KRISTEN Leiwakabessy, Tabita; Purwonugroho, Daniel Pesah
Metanoia Vol 6 No 2 (2024): Metanoia Juni 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Duta Panisal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55962/metanoia.v6i2.152

Abstract

Prinsip TQM dapat membawa sebuah sistem manajemen yang menghasilkan kualitas dan kepuasan pelanggan. Prinsip TQM tidak hanya dilakukan di dalam sebuah Perusahaan besar namun juga dapat dikerjakan di dalam panti rehabilitasi. Prinsip TQM juga berkaitan erat dengan inisiatif perbaikan berkelanjutan. Inisiatif perbaikan berkelanjutan adalah puncak dari pelaksanaan prinsip TQM. Panti rehabilitasi dapat menerapkan prinsip TQM yang dikolaborasikan dengan inisiatif perbaikan berkelanjutan. Proses implementasi TQM serta inisiatif perbaikan berkelanjutan pada panti rehabilitasi akan mendatangkan manfaat yang holistik baik mutu dan kualitas layanan panti rehabilitasi, progresifitas pemulihan penghuni panti rehabilitasi dan kontinuitas layanan panti rehabilitasi. Panti rehabilitasi perlu memetakan berbagai macam faktor pendukung serta faktor penghambat pelaksanaan prinsip TQM serta inisiatif perbaikan berkelanjutan. Prinsip TQM juga dapat dikombinasikan dengan nilai etika Kristen untuk mencapai hasil yang holistic dan komprehensfi. Melalui penelitian kualitatif deskriptif, penulis menegaskan bahwa prinsip TQM yang dikombinasikan dengan etika Kristen serta inisiatif perbaikan berkelanjutan dapat dikerjakan dalam panti rehabilitasi. Tujuan penerapan prinsip TQM dan inisiatif perbaikan berkelanjutan dalam panti rehabilitasi adalah agar proses pelayanan panti rehabilitasi mengalami peningkatan mutu dan kualitas agar ppenghuni rehabilitasi mengalami progresifitas pemulihan yang holistik.
Kemesiasan Yesus dan Kemesiasan Masa Intertestamentum: Sebuah Studi Analisis Komparatif Daniel Pesah Purwonugroho; Leiwakabessy, Tabita
SCRIPTA: Jurnal Teologi dan Pelayanan Kontekstual Vol. 18 No. 2 (2024): Pastoral dan Teologi
Publisher : Sekolah Tinggi Theologia Ebenhaezer Tanjung Enim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47154/sjtpk.v18i2.795

Abstract

This paper is designed to provide a comparative analytical study of the messiahship of Jesus and the intertestamental messiahship. The messiahship of Jesus and the intertestament messiahship have intersections of similarities and differences that cannot be avoided. The concept of messiahship originates from the Hebrew Bible which has its roots in God's covenant with David. In the intertestament period, the concept of messiahship was characterized by the expectation of a leader who would bring political liberation to the Jewish nation. The intertestament messiahship appears in various texts such as 1 Enoch and the book of Jubilees. On the one hand, Jesus' messiahship emphasizes his function as the savior of mankind. Jesus' messiahship can be traced through the four gospels, the testimonies of the disciples and Paul's theological constructs. The messiahship of Jesus and the intertestamentary messiahship have in common the aspect of hope for a deliverer. However, the obvious difference is that the intertestamental messiahship focuses on the political aspect while Jesus' messiahship focuses on the theological aspect. Through a descriptive qualitative approach, the author will comparatively analyze the messiahship of Jesus and the intertestamental messiahship. The comparative analysis brings strengthening to the Christological aspects of the contemporary church today.