The legend of the Tomb of Ratu Mas Malang is one of the oral stories that developed among the people of Pleret, Bantul, DIY. The story contains the origin of the tomb of Ratu Mas Malang, which is also related to the reign of Islamic Mataram under the leadership of Amangkurat I. This research aims to analyze the position of women in the legend of the Tomb of Ratu Mas Malang through a feminist lens, focusing on the forms of women's objectification. This research is qualitative, with data collected through field observation, interviews, listening, and note-taking. The results of this study show that the objectification of women in the story of Ratu Mas Malang is the result of layered repression from the king and men in power as active subjects. The forms of objectification of women are seen in various actions. First, women are still seen as tools to fulfil men's desires based on physical form, reproductive ability, and usefulness in the political sphere. Second, women's agency in the story is reduced through the narrative. Third, the response of the community still tends to view women in terms of their beauty and believes stereotypes about women as a nuisance. On the other hand, the legend of the Tomb of Ratu Mas Malang also opens public awareness that oral literature positions women as mere objects. === Legenda Makam Ratu Mas Malang merupakan salah satu cerita lisan yang berkembang di masyarakat Pleret, Bantul, DIY. Cerita tersebut memuat asal-usul makam Ratu Mas Malang yang juga berkaitan dengan masa pemerintahan Mataram Islam di bawah kepemimpinan Amangkurat I. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis posisi perempuan dalam legenda Makam Ratu Mas Malang melalui pendekatan feminisme dengan fokus bahasan, yaitu bentuk-bentuk objektifikasi perempuan. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan teknik pengambilan data melalui observasi lapangan, wawancara, menyimak, dan mencatat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa objektifikasi perempuan dalam cerita Ratu Mas Malang merupakan akibat dari represi berlapis dari raja dan laki-laki yang berkuasa sebagai subjek aktif. Bentuk-bentuk objektifikasi perempuan terlihat dalam berbagai tindakan. Pertama, perempuan masih dipandang sebagai alat untuk memenuhi keinginan laki-laki yang didasarkan pada bentuk fisik, kemampuan reproduksi, dan kegunaan dalam ranah politik. Kedua, agensi perempuan dalam cerita direduksi melalui narasi yang disampaikan. Ketiga, respons masyarakat masih cenderung memandang perempuan dari segi kecantikannya dan mempercayai stereotip tentang perempuan sebagai gangguan. Di sisi lain, legenda Makam Ratu Mas Malang juga membuka kesadaran masyarakat bahwa sastra lisan tersebut memosisikan perempuan sebagai objek belaka.