Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

PERLINDUNGAN SUMBER DAYA GENETIK DAN PENGETAHUAN TRADISIONAL DALAM KERANGKA WORLD INTELLECTUAL PROPERTY ORGANIZATION (WIPO) Medina, Dayu; Azmi, M. Rizqi
JURNAL HUKUM DAS SOLLEN Vol 10 No 1 (2024): Jurnal Hukum Das Sollen
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32520/das-sollen.v10i1.3404

Abstract

Abstrak Sistem kekayaan intelektual internasional yang ada tidak sepenuhnya melindungi sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional (kekayaan intelektual komunal). Kesenjangan pengaturan kekayaan intelektual yang bersifat individual dan komunal dalam Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIPs) menjadikan hak-hak komunal atas kekayaan intelektual yang dimilikinya tidak mendapatkan perlindungan yang baik. Globalisasi dan transformasi tekhnologi memudahkan dalam akses terhadap sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional untuk menghasilkan suatu invensi atau karya intelektual yang berbasis sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional masyarakat tertentu. Dari invensi tersebut bisa menghasilkan keuntungan-keuntungan secara meteril. Namun masyarakat pemilik sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional yang asli tidak mendapatkan manfaat. Hal ini menimbulkan pemikiran tentang akses dan benefit sharing, kemudian diwujudkan dengan Convention on Biological Diversity, dan Nagoya Protection. Namun perjanjian internasional tersebut belum berbuah manis karena dikotomi antara HKI rezim TRIPs dengan WIPO sangat tajam. Disamping itu adanya sistem pendaftaran internasional dalam HKI harusnya bisa menjadi solusi untuk perlindungan yang lebih baik bagi sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional. Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu untuk melihat dan menganalisa bagaimana perlindungan sumber daya genetik dan pengetahuan dalam sistem pendaftaran kekayaan intelektual internasional dan implementasinya di Indonesia. Key World: Sumber Daya Genetik, Pengetahuan Tradisional, HKI, Sistem Pendaftaran Internasional. Abstract The existing international intellectual property system does not fully protect genetic resources and traditional knowledge (communal intellectual property). The gap in the regulation of individual and communal intellectual property in the Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIPs) means that communal rights to the intellectual property they own do not receive good protection. Globalization and technological transformation make it easier to access genetic resources and traditional knowledge to produce inventions or intellectual works based on genetic resources and traditional knowledge of certain communities. From this invention, material benefits can be generated. However, communities that own genetic resources and original traditional knowledge do not benefit. This gave rise to ideas about access and benefit sharing, which were then realized with the Convention on Biological Diversity and Nagoya Protection. However, this international agreement has not yielded sweet results because the dichotomy between the IPR of the TRIPs regime and WIPO is very sharp. Besides that, the existence of an international registration system for IPRs should be a solution for better protection of genetic resources and traditional knowledge. Based on this background, it is necessary to see and analyze how genetic resources and knowledge are protected in the international intellectual property registration system and its implementation in Indonesia. Key World:Genetic Resources, Traditional Knowledge, IPR, International Registration System.
PANDANGAN HUKUM INTERNATIONAL ATAS REKLAMASI PANTAI TERHADAP RENEGOSIASI BATAS WILAYAH INDONESIA (STUDI KASUS INDONESIA DAN NEGARA TETANGGA) Azmi, M. Rizqi
JURNAL RISET INDRAGIRI Vol 2 No 3 (2023): November
Publisher : Lembaga Marwah Rakyat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61069/juri.v2i3.73

Abstract

Coastal reclamation will have an impact on social, environmental, legal and economic activities, and will even spur the development of other supporting infrastructure. With reclamation, it is hoped that the need for land will be met, but on the other hand it can have a big impact. One of them is territorial boundary conflicts due to reclamation activities. The form of territorial boundaries between countries is determined by international law, such as the 1982 United Nations Convention on the Law of the Sea, based on principles of justice accepted by all countries. Many border disputes between countries are brought to international arbitration bodies or tribunals. This judicial decision gave rise to the principle of impartiality in border decisions. This is often reaffirmed by multilateral agreements Negotiation. National territorial boundaries are important for the implementation of their rights and obligations under national and international law. The boundaries of national territorial waters are determined by the United Nations Convention on the Law of the Sea of ​​1982, the Geneva Convention on the Law of the Sea of ​​1958 and other areas. However, the Geneva Conventions do not have a legal document defining the territorial restrictions of island states.
MENINJAU KEWENANGAN JAKSA SEBAGAI PENUNTUT UMUM TERHADAP PENINJAUAN KEMBALI DALAM SISTEM HUKUM PIDANA DI INDONESIA Azmi, M. Rizqi; Wahyuni, Fitri
Selodang Mayang: Jurnal Ilmiah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Vol. 8 No. 3 (2022): JURNAL SELODANG MAYANG
Publisher : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47521/selodangmayang.v8i3.266

Abstract

Indonesia is a state of law, and one of the characteristics of a state of the law is upholding human rights, a free judiciary, and legality. Therefore, every applicable rule must be a reference for behavior in society. One of the matters relating to a review in a case must be in accordance with the legal provisions that govern it. However, at this time the review by the public prosecutor invites debate from legal experts. The method used in this research is normative legal research. Data in the form of primary legal materials and secondary materials with qualitative analysis. The results show that the Supreme Court has the authority to make breakthroughs to fill the legal void and update the law according to community developments. This breakthrough must be followed by the belief that there has been an error in the application of the law. This is different from the review of the convict Muchtar Pakpahan which was not a mistake in the application of the law. Therefore, the Supreme Court must be responsible for the reasons for accepting and deciding the case for review. The provisions in the elucidation of Article 21 are quite clear in stating that the review is only intended for the convict and his heirs. The explanation does not explain at all what the parties concerned mean. Therefore, the public prosecutor in the case of review interprets the article according to its interests to apply for a review (PK). Indonesia adalah negara hukum, salah satu ciri dari negara hukum dengan menjunjung tinggi terhadap hak asasi manusia, peradilan yang bebas dan legalitas. Oleh karena itu setiap aturan yang berlaku harus menjadi acuan untuk berperilaku dalam masyarakat. Salah satunya hal yang berkaitan dengan peninjauan kembali dalam suatu perkara harus sesuai dengan ketentuan hukum yang mengaturnya. Namun saat ini Peninjauan kembali oleh jaksa penuntut umum mengundang perdebatan dari para ahli hukum. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian hukum normatif. Data berupa bahan hukum primer dan bahan sekunder dengan analisa kualitatif. Hasil penelitian bahwa Mahkamah Agung berwenang melakukan terobosan untuk mengisi kokosongan hukum dan memperbarui hukum sesuai perkembangan masyarakat. Terobosan tersebut harus diikuti keyakinan adanya kesalahan dalam penerapan hukum. Hal tersebut berbeda dengan peninjauan kembali dengan terpidana Muchtar Pakpahan yang bukan merupakan kesalahan dalam penerapan hukum. Oleh karena itu, Mahkamah Agung harus mempertanggungjawabkan alasan menerima dan memutus perkara peninjauan kembali itu. Ketentuan dalam penjelasan Pasal 21 itu telah cukup tegas menyatakan peninjauan kembali hanya diperuntukan bagi terpidana dan ahli warisnya. Pada penjelasan sama sekali tidak diterangkan apa yang dimaksud pihak-pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu, jaksa penuntut umum pada perkara peninjauan kembali menafsirkan pasal tersebut sesuai kepentingannya untuk mengajukan peninjauan kembali (PK).
ANALISIS PENGEMBALIAN STATUS KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH MELALUI PEMBATALAN RISALAH LELANG (studi kasus Putusan no : 59/G/2019/PTUN.SBY) Azmi, M. Rizqi; Ali Abdullah; Abdurrahman
JURNAL HUKUM DAS SOLLEN Vol 10 No 2 (2024): Jurnal Hukum Das Sollen
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32520/das-sollen.v10i2.3676

Abstract

Permasalahan dalam tesis ini, mengenai putusan risalah lelang oleh Pengadilan dapat digunakan sebagai dasar balik nama sertipikat di Kantor Badan Pertanahan Nasional/Agraria dan Tata Ruang dan upaya hukum penyelesaian pembatalan risalah lelang terhadap PTUN di Kantor BPN/ATR. Tesis ini, menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menganalisis data sekunder untuk mendapatkan hasil dan kesimpulan tentang putusan risalah lelang oleh Pengadilan dapat digunakan sebagai dasar balik nama sertipikat di Kantor BPN/ATR merupakan bentuk kepastian dan perlindungan hukum bagi pemenang lelang. Akan tetapi faktanya tidak dapat dibalik nama dikarenakan objek lelang telah diblokir oleh pihak pemenang lelang yang baru dengan objek lelang yang sama. Hal ini, berdasarkan gugatan pembatalan risalah lelang oleh pemenang lelang baru dengan bukti risalah lelang yang dikeluarkan oleh pihak KPKNL. Upaya hukum penyelesaian pembatalan risalah lelang terhadap PTUN di Kantor BPN/ATR merupakan bentuk perlindungan hukum bagi pemenang lama yang beritikad baik. Apabila, gugatan ke PTUN terhadap pembatalan risalah lelang ditolak atau tidak dikabulkan maka upaya hukum selanjutnya mengajukan gugatan PMH penerbitan risalah lelang baru oleh pemenang lelang baru ke Pengadilan Negeri.