Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus sprain ankle sinistra: A Case Report Setyaningratri, Yeni; Komalasari, Dwi Rosella
Journal Physical Therapy UNISA Vol. 2 No. 2 (2022): November
Publisher : Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (243.661 KB) | DOI: 10.31101/jitu.2840

Abstract

Latar Belakang: Sprain ankle adalah cedera pada ligament ankle karena adanya overstretch dengan posisi plantar flexi dan inversi yang terjadi secara mendadak saat kaki tidak mampu menumpu pada permukaan tanah dengan sempurna. Rehabilitasi pasca cedera harus dilakukan dengan tepat untuk menghindari terjadinya cedera berulang. Salah satu rehabilitasi fisioterapi menggunakan elektroterapi dan terapi latihan secara aktif maupun pasif. Yang dapat membantu pemulihan kekuatan otot, tendon, ligament, serta dapat mempertahankan stabilitas sendi dan menambah range of motion (ROM). Tujuan: Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada sprain ankle terhadap nyeri, kekuatan grup otot flexor, extensor, inversor, eversor ankle, serta peningkatan range of motion ankle. Metode: Studi kasus ini dilakukan pada seorang pasien sprain ankle di Bintang Physio Klinik. Problematika yang dialami pasien adalah terdapat nyeri dan terdapat kelemahan otot dorsi flexor, plantar flexsor, invertor, evertor ankle. Intervensi fisioterapi yang diberikan adalah elektroterapi yang dikombinasikan dengan terapi latihan dilakukan selama 1 kali/minggu selama 1 bulan. Hasil: Pemeriksaan nyeri dengan menggunakan Numeric Rating Scale (NRS) menunjukkan penurunan nyeri tekan 3 menjadi 0, nyeri gerak 4 menjadi 2, dan nyeri diam tetap 0. Kekuatan otot diukur dengan Manual Muscle Testing (MMT) otot dorsi flexor, plantar flexsor, invertor, evertor ankle dengan nilai 4 menjadi 5.Range of motion (ROM) diukur dengan goniometer pada gerakan plantar-dorso flexi S:15°-0°-35° menjadi S.20o-0o-35o, sedangkan pada gerakan inversi-eversi R:30°-0°-15° menjadi R:30°-0°-20° Kesimpulan: Intervensi elektroterapi dikombinasika dengan terapi latihan 1x/minggu selama 1 bulan mampu menurunkan nyeri, meningkatkan kekuatan otottungkai bawah serta meningkatkan range of motion ankle.
Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Post Orif Fraktur Humerus Distal Setyaningratri, Yeni; Komalasari, Dwi Rosella; Ismadi, I
Prosiding University Research Colloquium Proceeding of The 16th University Research Colloquium 2022: Mahasiswa (Student Paper Presentation)
Publisher : Konsorsium Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Perguruan Tinggi Muhammadiyah 'Aisyiyah (PTMA) Koordinator Wilayah Jawa Tengah - DIY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang : Fraktur humerus distal adalah patah diujung bawah tulang lengan atas, salah satu dari tiga tulang yang bersatu untuk membentuk sendi elbow. Salah satu penanganan kondisi ini dengan dilakukan pembedahan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Salah satu rehabilitasi fisioterapi menggunakan terapi latihan secara aktif maupun pasif, baik menggunakan alat maupun tanpa menggunakan alat. Yang dapat membantu pemulihan kekuatan otot, tendon, ligament, serta dapat mempertahankan stabilitas sendi dan menambah lingkup gerak sendi (LGS). Tujuan : Untuk mengetahui efek penatalaksaan fisioterapi pada post ORIF fraktur humerus distal sinistra terhadap penurunan nyeri dan peningkatan LGS elbow. Metode: Studi kasus ini dilakukan pada seorang pasien post ORIF fraktur humerus distal sinistra di RSUD Wonosari. Problematika yang dialami pasien adalah terdapat nyeri, dan penurunan LGS elbow. Intervensi fisioterapi yang diberikan adalah instrument assisted soft tissue mobilization (IASTM) dikombinasikan dengan resisted active exercise dilakukan 1x/minggu selama 1 bulan. Hasil: Pemeriksaan nyeri dengan menggunakan Numeric Rating Scale (NRS) menunjukkan penurunan nyeri diam dari 1 menjadi 0, nyeri tekan dari 6 menjadi 2 dan nyeri gerak dari 7 menjadi 3, LGS diukur dengan goniometer untuk ekstensi & fleksi elbow dimana T0: S.130o-0o-70o menjadi S.155o-0o-95o. Kesimpulan : Intervensi IASTM dikombinasikan dengan resisted active exercise 1x/minggu selama 1 bulan, mampu menurunkan nyeri serta dapat meningkatan lingkup gerak sendi elbow.
Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Sprain Ankle Sinistra: A Case Report Setyaningratri, Yeni; Komalasari, Dwi Rosella
Prosiding University Research Colloquium Proceeding of The 16th University Research Colloquium 2022: Mahasiswa (Student Paper Presentation)
Publisher : Konsorsium Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Perguruan Tinggi Muhammadiyah 'Aisyiyah (PTMA) Koordinator Wilayah Jawa Tengah - DIY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: Sprain ankle adalah cedera pada ligament ankle karena adanya overstretch dengan posisi plantar flexi dan inversi yang terjadi secara mendadak saat kaki tidak mampu menumpu pada permukaan tanah dengan sempurna. Rehabilitasi pasca cedera harus dilakukan dengan tepat untuk menghindari terjadinya cedera berulang. Salah satu rehabilitasi fisioterapi menggunakan elektroterapi dan terapi latihan secara aktif maupun pasif. Yang dapat membantu pemulihan kekuatan otot, tendon, ligament, serta dapat mempertahankan stabilitas sendi dan menambah range of motion (ROM). Tujuan: Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada sprain ankle terhadap nyeri, kekuatan grup otot flexor, extensor, inversor, eversor ankle, serta peningkatan range of motion ankle. Metode: Studi kasus ini dilakukan pada seorang pasien sprain ankle di Bintang Physio Klinik. Problematika yang dialami pasien adalah terdapat nyeri dan terdapat kelemahan otot dorsi flexor, plantar flexsor, invertor, evertor ankle. Intervensi fisioterapi yang diberikan adalah elektroterapi yang dikombinasikan dengan terapi latihan dilakukan selama 1 kali/minggu selama 1 bulan. Hasil: Pemeriksaan nyeri dengan menggunakan Numeric Rating Scale (NRS) menunjukkan penurunan nyeri tekan 3 menjadi 0, nyeri gerak 4 menjadi 2, dan nyeri diam tetap 0. Kekuatan otot diukur dengan Manual Muscle Testing (MMT) otot dorsi flexor, plantar flexsor, invertor, evertor ankle dengan nilai 4 menjadi 5. Range of motion (ROM) diukur dengan goniometer pada gerakan plantar-dorso flexi S:15?-0?-35? menjadi S.20o-0o-35o, sedangkan pada gerakan inversi-eversi R:30?-0?-15? menjadi R:30?-0?-20?. Kesimpulan: Intervensi elektroterapi dikombinasika dengan terapi latihan 1x/minggu selama 1 bulan mampu menurunkan nyeri, meningkatkan kekuatan otot tungkai bawah serta meningkatkan range of motion ankle.
Deteksi Dini Kelainan Tumbuh Kembang Anak Dan Pelayanan Fisioterapi Komunitas Difabel Wijianto, W; Pratiwi, Anisa Asri; Triandari, Listya; Setyaningratri, Yeni; Akbar, Muhammad Tarbiyah; Wibowo, Bagas Satrio; Subagiyo S, Ilham; Sudarwanto, Anita Maharani; Ayu, Yunidar Niken; Nooryana, Syavira; Afifah, Isti Nabila Nur
Prosiding University Research Colloquium Proceeding of The 16th University Research Colloquium 2022: Bidang MIPA dan Kesehatan
Publisher : Konsorsium Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Perguruan Tinggi Muhammadiyah 'Aisyiyah (PTMA) Koordinator Wilayah Jawa Tengah - DIY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Masa tumbuh kembang adalah masa yang sangat penting, karena tumbuh kembang memengaruhi dan menentukan kemampuan anak kedepannya. Deteksi dini adalah upaya penyaringan yang dilaksanakan untuk menemukan penyimpangan kelainan tumbuh kembang secara dini dan mengetahui serta mengenal faktor-faktor resiko terjadinya kelainan tumbuh kembang tersebut. Permasalahan utama yang terdapat di Desa Kendel adalah minimnya pengetahuan orang tua tentang tumbuh kembang anak normal dan banyaknya kasus Delay develompment yang terjadi pada desa kendel. Pelayanan fisioterapi melalui edukasi tentang deteksi dini pada anak dengan memberikan penyuluhan fisioterapi. Penyuluhan dikemas dengan metode presentasi dengan bahasa yang mudah dipahami oleh peserta. Setalah dilakukan penyuluhan peserta menjadi lebih perhatian dalam memperhatikan tumbuh kembang anak dan dapat mendeteksi dini secara mandiri, agar ketika anak terjadi masalah tumbuh kembang orang tua tidak terlambat untuk memberikan penanganan awal yang tepat pada gangguan tumbuh kembang anak.