ABSTRAK: Arsitektur Melayu merupakan representasi identitas budaya yang sarat nilai historis, estetis, dan filosofis, sekaligus adaptif terhadap iklim tropis. Namun, perkembangan kota Pekanbaru menyebabkan berkurangnya bangunan berarsitektur Melayu sehingga identitas budaya mulai memudar. Penelitian ini bertujuan merumuskan konsep perencanaan Pusat Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di kawasan Waduk Cipta Karya dengan mengintegrasikan elemen arsitektur Melayu sebagai strategi pelestarian budaya sekaligus penguatan ekonomi lokal. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif melalui observasi lapangan dan wawancara dengan tokoh masyarakat, pelaku UMKM, serta perwakilan instansi terkait, kemudian dianalisis secara tematik. Hasil penelitian menekankan tiga elemen utama arsitektur Melayu, yaitu atap dengan tipologi lipat dan limas, tata ruang serta ornamen khas, dan rumah panggung. Elemen-elemen ini ditransformasikan dalam desain modern yang mencakup analisis tapak, iklim, vegetasi, serta zoning kawasan untuk menciptakan ruang fungsional, estetis, dan selaras dengan budaya lokal. Konsep ini diharapkan mendukung perkembangan UMKM, memperkuat citra budaya Melayu, serta meningkatkan daya tarik wisata berbasis budaya di Pekanbaru. ABSTRACT: Malay architecture represents a cultural identity rich in historical, aesthetic, and philosophical values while remaining adaptive to the tropical climate. However, the rapid development of Pekanbaru has reduced the presence of Malay-style buildings, leading to the fading of local cultural identity. This study aims to formulate a planning concept for a Micro, Small, and Medium Enterprises (MSME) Center at the Cipta Karya Reservoir area by integrating elements of Malay architecture as both a cultural preservation strategy and a means of strengthening the local economy. A qualitative approach was employed through field observations and interviews with community leaders, MSME actors, and relevant government representatives, followed by thematic analysis. The findings highlight three main elements of Malay architecture: roof typologies such as folded and pyramid forms, spatial organization with distinctive ornaments, and stilt-house structures. These elements were transformed into a modern design encompassing site analysis, climate adaptation, vegetation, and zoning to create functional, aesthetic, and culturally aligned spaces. The proposed concept is expected to support MSME development, reinforce Malay cultural identity, and enhance Pekanbaru’s cultural tourism appeal.