Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Lodong Me Sebagai Ucapan Syukur Kelahiran Anak dan Restu Para Leluhur Perspektif Adat Maumere, Sikka, Flores Ton, Sekundus Septo Pigang
Wicara: Jurnal Sastra, Bahasa, dan Budaya Vol 2, No 2: Oktober 2023
Publisher : Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/wjsbb.2023.20075

Abstract

AbstrakLodong me atau l’lohor me merupakan suatu upacara adat syukuran kelahiran seorang anak dalam keadaan sehat walafiat, yang telah dilakukan oleh masyarakat Sikka, Maumere, Flores. Upacara ini mengandung tahap-tahap pertama, Menceritakan Mitos Kepercayaan Yang Ada. Kedua, Saat Bayi Dilahirkan. Dilanjutkan dengan Lodong Me atau L’lohor Me Sebagai Ucapan Syukur Kelahiran Anak dan Restu Para Leluhur. Melihat perkembangan zaman yang semakin maju budaya yang baik menjadi pudar. Tradisi dan adat istiadat sudah dilupakan dan dianggap tidak bermakna. Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan memaknai lodong me atau l’lohor me sebagai ucapan syukur kelahiran anak dan restu dari para leluhur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan naturalistik. Penyediaan data menggunakan wawancara dan studi pustaka. Penyajian hasil analisis data dilakukan secara informal. Temuan dari hasil penelitian ini adalah tahap-tahap upacara lodong me atau l’lohor me yang memiliki nilai dan makna seperti pertama, Nilai Dalam Aspek Kehidupan Sosial. Kedua, Nilai Dalam Kehidupan Religius yang mengandung makna alam sebagai ciptaan Tuhan. Sedangkan yang ketiga, Nilai Dalam Kehidupan Bermasyarakat.
Perkawinan Adat Timor Suku Dawan, Buraen dan Hubungannya Dengan Perkawinan Gereja Katolik Ton, Sekundus Septo Pigang; Rapael, Rapael; Endi, Yohanes
In Theos : Jurnal Pendidikan dan Theologi Vol. 4 No. 6 (2024): Juni
Publisher : Actual Insight

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56393/intheos.v4i6.2156

Abstract

Penulisan artikel ini berfokus pada Perkawinan Adat Timor Suku Dawan, Buraen dan Hubungannya dengan Perkawinan Gereja Katolik. Perkawinan merupakan hal yang sangat penting. Setiap budaya dan agama memiliki cara yang khas dalam memaknai perkawinan dan menempatkannya pada posisi yang istimewa. Tetapi dalam hal ini tidak semua agama maupun budaya saling menerima satu sama lain. Maka dalam artikel ini dibahas mengenai hubungan antara perkawinan adat Timor suku Dawan dan perkawinan dalam Gereja Katolik. Supaya bisa diketahui bagaimana perkawinan dalam Gereja Katolik dan perkawinan adat Timor serta apa tujuan dari keduanya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan teknik pengumpulan data dari studi literatur dan hasil wawancara. Penulisan artikel ini menemukan bahwa perkawinan Gereja Katolik adalah monogami dan tidak terceraikan. Sama halnya juga dengan perkawinan adat Timor suku Dawan yakni satu dan tak terceraikan. Sehingga tidak ada pertentangan di antara keduanya. Dalam perkawinan adat Timor Dawan juga selalu berpuncak dengan doa sebagaimana Allah pencipta (Usi Neno) sebagai pemersatu dan pemberi rahmat dalam perkawinan tersebut.
Gereja 5.0: Harmoni Spiritual dan Transformasi Cerdas dalam Era Society 5.0 dengan Artificial Intelligence Ton, Sekundus Septo Pigang; Naklui, Maria Sanci Fena
In Theos : Jurnal Pendidikan dan Theologi Vol. 4 No. 7 (2024): Juli
Publisher : Actual Insight

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56393/intheos.v4i7.2157

Abstract

Fokus penulisan dari artikel ini adalah Gereja 5.0: Harmoni Spiritual dan Transformasi cerdas dalam Era Society 5.0 dengan Artificial Intelligence. Era 5.0 menekankan kolaborasi manusia dan teknologi untuk kesejahteraan, inklusivitas, dan keberlanjutan sosial-ekonomi dan bahkan dalam bidang agama dan pewartaan. Era Society 5.0 membawa perubahan besar dalam kehidupan manusia. Adanya kecerdasan buatan memberikan peluang dan tantangan baru dalam pewartaan Injil, yakni dengan adanya media digital sangat membantu dalam menyebarkan nilai kristiani, tetapi ada dampak negatifnya yaitu penipuan dan kejahatan moral. Temuan dari penulisan artikel ini adalah harmonisasi antara teknologi canggih dan Gereja sangat membantu untuk misi pewartaan Injil dalam kehidupan umat beriman. Meskipun ada dampak negatifnya seperti permasalahan moral tapi Gereja tetap memastikan bahwa dengan bantuan AI Injil tetap tersampaikan dengan baik kepada seluruh umat. Simpulannya harmonisasi antara teknologi dan Gereja memberikan sistematisasi dalam pewartaan Injil. Metode yang digunakan adalah kajian pustaka dengan analisis deskriptif.
Implementasi Ina Niang Tana Wawa no Ama Lero Wulan Reta Sebagai Wujud Tertinggi dalam Pewartaan Injil di Sikka, Flores Ton, Sekundus Septo Pigang; Baju, Viktorius
Perspektif Vol. 19 N.º 2 (2024): December 2024
Publisher : Aditya Wacana Pusat Pengkajian Agama Dan Kebudayaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.69621/jpf.v19i2.278

Abstract

Humans are cultured beings. As a cultured being, his life is definitely inseparable from the culture that has permeated his personality and has been applied in daily life. However, as a cultured being, he needs to also live the gospel as good news that is proclaimed, as well as a different culture. In this case, a study is needed to implement culture in the proclamation of the Gospel. The focus of this article is the Implementation of Ina niang tana wawa no Ama lero wulan reta as the Highest Form, in Evangelization in Sikka, Flores. The writing of this article aims to describe how the implementation of the concept in the proclamation of the Gospel, while strengthening and affirming the faith of the people in Sikka. The findings of this article are first, Ina niang tana wawa no Ama lero wulan reta as the entrance for evangelization. Second, Ama Pu Ama, “Ama Pu Me La'i, Ama Pu Spiritu Santo as a sacramental principle, implies that the whole reality of the universe is sacramental or symbolic which shows a sign of God's majesty (Ama Pu). The method used in this writing is a phenomenological approach, also written in qualitative-descriptive form with the method is a literature study.
Javanese Gamelan as Sacred Manifestation: Exploring Its Role in Catholic Liturgical Inculturation and Spiritual Dialogue Pandor, Pius; Ton, Sekundus Septo Pigang; Yuniarto, Petrus; Heribertus, Heribertus
Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya Vol 10 No 1 (2025)
Publisher : the Faculty of Ushuluddin, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/jw.v10i1.44788

Abstract

Javanese gamelan, a traditional musical ensemble deeply embedded in Javanese culture, serves as a profound symbol of harmony and spiritual values, reflecting principles such as balance, restraint, and tolerance. Historically integral to religious and ceremonial contexts, gamelan embodies a sacred medium through which the Javanese engage with the Divine, aligning with Mircea Eliade’s concept of hierophany—the manifestation of the sacred in the profane world. Despite its rich cultural and philosophical significance, contemporary shifts have led to a decline in gamelan’s popularity and its associated values, impacting cultural practices including the inculturation process within the Catholic Church among Javanese communities. This qualitative study, based on interviews, observations, and literature review, demonstrates that gamelan transcends mere musical function, offering a theological and cultural framework that can enhance Catholic liturgical music. Integrating gamelan into worship not only enriches faith expression but also fosters cultural identity and supports liturgical inculturation. The findings contribute to the discourse on cultural heritage preservation and religious adaptation by proposing a model that harmonises local artistic traditions with Christian worship, encouraging further interdisciplinary research and practical application.
SUFFERING AS A PROCESS OF PURIFYING FAITH IN GOD (COMMENTARY ON THE BOOK OF JOB 2:1-10) Ton, Sekundus Septo Pigang
Jurnal Matetes STT Ebenhaezer Vol. 4 No. 1 (2023): Church Services in the Industrial Age 4.0 and Church History
Publisher : Jurnal Matetes STT Ebenhaezer

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (268.372 KB)

Abstract

Writing this article focuses on suffering as a process of purifying faith in God, analyzing the interpretation of the Book of Job (2:1-10). Human life is never free from suffering. Suffering becomes an instrument accompanying the journey of human pilgrimage. In experiencing suffering, humans often ask whether God is being unfair. Where is God when humans suffer? These questions arrive at thoughts that provide arguments that God does not exist so that humans continue to suffer. This research aims to invite every human being to understand and interpret suffering as a purification process of faith in God. The method used in this research is interpretation analysis. The findings in this study are that through suffering Faith in God is increasingly purified. The all-loving and merciful God never allows humans to perish. And it is proven that He never allowed Satan to take Job's life.
Eko-Etika Menurut Laudato-Si’ Artikel 138-141 Sebagai Upaya Mengatasi Krisis Ekologis di Indonesia Ton, Sekundus Septo Pigang
Proceedings of The National Conference on Indonesian Philosophy and Theology Vol 3, No 1 (2025): Proceedings of The National Conference on Indonesian Philosophy and Theology
Publisher : Fakultas Teologi, Universitas Sanata Dharma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24071/snf.v3i1.10156

Abstract

The focus of this article is to examine eco-ethics according to the encyclical Laudato-Si articles 138-141 as an effort to overcome the ecological crisis in Indonesia. Indonesia is experiencing an ecological crisis as a result of irresponsible human behavior in utilizing natural resources. The findings of this article are first, there needs to be ethics (transcendental awareness) in relating to organisms, in order to create order in the ecosystem. Second, destroying the universe is the same as destroying oneself because the ecosystem is a place of survival, if its balance is disturbed, it will also have an impact on human welfare. Third, nature as a life giver, natural resources play an important role in various aspects of life. Fourth, humans come from nature and return to nature. The role of the government is needed to issue strict laws. Also the role of society and non-governmental organizations (NGOs) and international cooperation in overcoming the global ecological crisis. The method used is a literature review with descriptive analysis. With this method, the team of writers found four contributions in the 4 numbers of the encyclical article concerned, namely in the form of eco-ethical values.AbstrakFokus penulisan artikel ini adalah menelaah eko-etika menurut ensiklik Laudato-Si artikel 138-141 sebagai sebuah upaya untuk mengatasi krisis ekologis di Indonesia. Indonesia tengah mengalami krisis ekologi sebagai akibat dari perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab dalam memanfaatkan hasil alam. Temuan dari penulisan artikel ini adalah pertama, perlu ada etika (kesadaran transendental) dalam berelasi dengan organisme, agar terciptanya keteraturan dalam ekosistem tersebut. Kedua, merusak alam semesta sama dengan menghancurkan diri karena ekosistem adalah wadah kelangsungan hidup, apabila terganggu keseimbangannya maka berdampak juga pada kesejahteraan manusia. Ketiga, alam sebagai pemberi hidup, sumber daya alam memainkan peran penting dalam berbagai aspek kehidupan. Keempat, manusia berasal dari alam dan kembali ke alam. Peran pemerintah dibutuhkan untuk menerbitkan hukum yang tegas. Juga peran masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan kerjasama internasional dalam mengatasi krisis ekologis global. Metode yang digunakan adalah kajian pustaka dengan analisis deskriptif. Dengan metode ini, tim penulis menemukan empat sumbangsih dalam 4 nomor artikel ensiklik bersangkutan, yaitu berupa nilai eko-etis.