Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Perlindungan Hukum Terkait Upah Pekerja Rumah Tangga (Prt) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Ramadani, Atifa Awdia
Jurnal Khazanah Intelektual Vol. 8 No. 2 (2024): Khazanah Intelektual
Publisher : Balitbangda Provinsi Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The purpose of this study is to analyze legal protection related to wages for domestic workers in Law Number 13 of 2003 concerning Manpower. This research uses an analytical descriptive method with a normative juridical approach, then the data obtained is analyzed qualitatively. The results obtained are that the wages of workers regulated in Law Number 13 of 2003 concerning Manpower are only intended for formal sector workers and have excluded domestic workers from the regulation. Regulation of the Minister of Manpower No. 2/2015 on the Protection of Domestic Workers (Permenaker PPRT) as one of the regulations protecting domestic workers has not provided optimal protection for domestic workers due to the option to make verbal agreements. Work agreements that are only made verbally with a basic understanding of each other's roles cause clarity regarding domestic workers' rights, such as the wages they receive, to be unclear. A step that can be taken considering the peculiarities of the domestic work sector is the formalization of the employment relationship, by requiring the requirement of a written employment contract or written statement of information, including normal working hours, overtime requirements, wages, including payment in kind if any, agreed deductions, and wage periods and payment methods. Keywords: Legal Protection; Wages; Domestic Workers.
KEWENANGAN PENUNTUT UMUM DALAM PENYITAAN HASIL TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Yadi, Insya; Sudarti, Elly; Liyus, Herry; Hartati, Hartati; Ramadani, Atifa Awdia; Raharja, Ivan Fauzani
Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol 12, No 1 (2024): Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, April 2024
Publisher : Program Studi Magister Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/sjp.v12i1.15814

Abstract

ABSTRAKBerdasarkan ketentuan Pasal 39 ayat (1) huruf a KUHAP tersebut maka kewenangan untuk melakukan penyitaan bukan hanya dapat dilakukan oleh Penyidik saja akan tetapi dapat pula dilakukan oleh Penuntut Umum. Hal itu tersirat di dalam ketentuan tersebut yaitu yang dapat dikenakan penyitaan adalah benda atau tagihan miliki terdakwa, oleh karenanya berdasarkan Pasal 39 ayat (1) pada huruf a KUHAP tersebut secara implisit memberikan kewenangan kepada Penuntut Umum untuk melakukan penyitaan barang bukti hasil tindak pidana korupsi. Tujuan penelitian ini adalah Untuk menganalisa pengaturan kewenangan penuntut umum dalam melakukan penyitaan terhadap benda yang diperoleh terdakwa dari hasil tindak pidana korupsi., serta Untuk mengetahui nilai pembuktian di Pengadilan terhadap benda hasil tindak pidana korupsi yang disita oleh Penuntut Umum. Penelitian ini mengunakan metode penelitian hukum normatif yaitu mengkaji studi dokumen-dokumen hukum berupa peraturan perundang-undangan, serta menganalisis hukum dari aspek yuridis normatif yang artinya meneliti peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan yang di teliti. Hasil penelitian ini Benda hasil tindak pidana korupsi yang disita oleh Penuntut Umum dalam pembuktian perkara di Pengadilan memiliki nilai pembuktian apabila prosedur penyitaan sebagaimana diatur menurut Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dipenuhi oleh Penyidik dalam tindakan penyitaan, dan terhadap benda yang disita telah memenuhi persyaratan sebagaimana diatur menurut Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981. Adapun salah satu peran penulis dalam penelitian permasalan ini adalah Perlu diberikan pengaturan yang memberikan jaminan kepastian hukum berkaitan dengan penyitaan yang diajukan pada pemeriksan persidangan, maka Majelis Hakim yang telah dibentuk berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan memiliki kewenangan dalam pemberian izin penyitaan. Keyword: Kewenangan, Penuntut Umum, Penyitaan.