Saat ini, kerangka penegakan hukum di Indonesia telah memberikan banyak perhatian kepada para penyintas demonstrasi kriminal. Salah satu kebebasan korban yang sebenarnya harus dipenuhi adalah hak atas kompensasi. Kebebasan ini berhubungan dengan kerugian finansial atau materi secara langsung akibat demonstrasi kriminal. Terdapat kendala dalam pemenuhannya karena pedoman pemberian ganti rugi sebagai hak korban, masih terdapat beberapa kekurangan yang mungkin dapat menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaannya. Eksplorasi ini dimaksudkan untuk melihat hambatan-hambatan dalam melaksanakan tuntutan ganti rugi dan bagaimana menentukan jenis tindak pidana yang menjadi alasan korban meminta ganti rugi. Eksplorasi ini diarahkan dengan menggunakan strategi yuridis pembakuan eksperimental. Dari akibat peninjauan tersebut, beralasan tidak adanya kejelasan pedoman ganti kerugian dalam undang-undang sehingga menimbulkan pertanyaan bagi para pembuat peraturan dalam pelaksanaannya. Dampaknya adalah adanya potensi kekecewaan atau penolakan terhadap permohonan ganti rugi yang diajukan oleh korban. Selain itu, memutuskan jenis kesalahan apa yang dapat diajukan oleh korban untuk mendapatkan hak atas kompensasi harus didasarkan pada kondisi kemalangan finansial yang dialami oleh orang yang bersangkutan, apa pun jenis kesalahannya. Jadi tidak ada keraguan mengenai apakah perbuatan curang itu diatur dalam Kitab Undang-Undang Pelanggar Hukum atau diatur sebagai perbuatan pelanggar hukum yang luar biasa di luar Kitab Undang-undang Pelanggar Hukum, dan apakah hak ganti rugi atas perbuatan pelanggar hukum itu secara tegas diarahkan dalam undang-undang atau tidak.