Husnaldi, Husnaldi
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Pelanggaran Kode Etik terhadap Ketua RI sebagai Penyelenggara Pemilu Husnaldi, Husnaldi; Riyanti, Ratna
Themis : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 2 (2024)
Publisher : LPPI Yayasan Almahmudi bin Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.70437/themis.v1i2.408

Abstract

Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi, yaitu system yang penyelenggaraan pemerintahannya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. UndangUndang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum adalah Penyelenggara pemilu sebagai lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat, serta untuk memilih Gubernur, Bupati, dan Wali Kota secara demokratis. Hasyim Asy’ari merupakan Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia terbukti melanggar kode etik penyelenggara Pemilu dengan Putusan Perkara Nomor 35-PKE-DKPP/II/2023. Ada pun pasal-pasal yang dikenakan Pasal 6 ayat (2) huruf b, c dan ayat (3) huruf e; Pasal 7 ayat (1), Pasal 8 huruf a, b, g, h, I, j, l; Pasal 11 huruf d; Pasal 12 huruf a, b; Pasal 14 huruf c; Pasal 15; Pasal 16 huruf e; huruf 19 huruf f Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Penyelenggara Pemilihan Umum. Kode Kunci : pemilu, kode etik, ketua KPU.
Penegakan Hukum Tindak Pidana Larangan Niaga Bahan Bakar Minyak Bersubsidi Berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi Di Wilayah Hukum Polres Kampar Husnaldi, Husnaldi; Saputra, Rian Prayudi; Miswar, Miswar
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 8 No. 2 (2024)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jptam.v8i2.15027

Abstract

Bahan bakar minyak adalah salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam pelayanan kebutuhan masyarakat umum baik di negara-negara miskin, negara-negara berkembang maupun di negara-negara yang telah berstatus negara maju sekalipun. Bahan bakar minyak bersubsidi sangat dibutuhkan oleh masyarakat menengah kebawah untuk kegiatan mereka sehari-hari. Dalam penelitian ini terdapat dua rumusan masalah yaitu bagaimana penegakan hukum tindak pidana larangan niaga bahan bakar minyak bersubsidi berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi di wilayah hukum Polres Kampar, serta Apa saja faktor penghambat dan upaya penyelesaian dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Larangan Niaga Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi Berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi Di Wilayah Hukum Polres Kampar. Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi berbunyi Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak yang disubsidi pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling tinggi Rp. 60.000.000.000,00 (enam puluh miliar). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode empiris. Hasil dari penelitian ini adalah Penegakan hukum tindak pidana larangan niaga bahan bakar minyak bersubsidi berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tetang minyak dan gas bumi di wilayah hukum Polres Kampar masih belum berjalan dengan baik, Tindak pidana larangan niaga bahan bakar minyak bersubsidi yang terjadi saat ini masih dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti mobil yang sudah dimodifikasi dengan menggunakan tangki yang terbuat dari besi dan berkapasitas lebih besar yang berada di dalam mobil, mengajak kerjasama operator SPBU dengan memberi uang tips, selanjutnya tidak adanya izin usaha yang dimiliki oleh pelaku dalam pengangkutan bahan bakar minyak bersubsidi. Adapun faktor yang menjadi hambatan yakni kurangnya jumlah aparat penyidik dalam mengatasi tindak pidana larangan niaga bahan bakar minyak bersubsidi, Kurangnya kendaraan operasional yang dimiliki pihak Kepolisian dalam melakukan kegiatan/operasi, serta masih tertutupnya masyarakat untuk memberikan informasi kepada Kepolisian dan keterlibatan masyarakat dalam membantu oknum penyalahgunaan pengangkutan dan perniagaan bahan bakar minyak bersubsidi, dan sulitnya mengungkap barang bukti.