Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

The Interpretation of the Meaning of al-Qarábah in the Qur'an and Its Contextualization with Contemporary Kinship Models (An Interpretative Approach Using the Maudhu'i Tafsir Method): Interpretasi Makna al-Qarábah dalam al-Qur’an dan Kontekstualisasinya dengan Model Kerabat Era Kontemporer (Pendekatan Intepretatif dengan Metode Tafsir Maudhu‘i) Bakry, Nurdin; Sulfanwandi, Sulfanwandi; Habibi MZ, Muhammad
El-Hadhanah : Indonesian Journal Of Family Law And Islamic Law Vol. 4 No. 1 (2024): El-Hadhanah: Indonesian Journal of Family Law and Islamic Law
Publisher : Prodi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/hadhanah.v4i1.5176

Abstract

Based on the interpretation in the Qur'an, relatives (al-qurbá) are interpreted flexibly, according to the context of the conversation, both from the side of the mother's and father's relatives. However, traditional interpretations tend to emphasize the paternal family, reflected in the influence of patrilineal Arabic culture. In the contemporary era, the concept of family in anthropology has varied, including maternal or bilateral models. This study analyzes how the meaning of al-qarábah in the Qur'an with the approach of maudhu'i tafsir, tracing its conformity with the contemporary kinship model? The type of qualitative research and interpretive approach is carried out in order to be answered in depth, data collection through library research, so that the data collected is in the form of secondary data obtained from the books of scholarly interpretation. Content analysis is carried out by collecting verses related to the method of tafsir maudhu'i. As a result, the method of tafsir maudhu'i al-qarābah in Islam is divided into three levels: al-qarābah al-qarībah (very close uterine relationship), al-qarābah al-mutawassiṭah (mahram relatives), and al-qarābah al-baʿidah (non-mahram relatives). In the context of the modern family, kinship is understood through the biological dimensions (nasab/DNA), religion (brothers and sisters), and social (neighborly relationships). Fathers and mothers are considered the nucleus of the family in Islam, with mothers having primary responsibility for the upbringing, education, and inheritance of children in the event of a father's death, affirming protection and harmony in Muslim families.
Persepsi Ulama Dayah Aceh terhadap Perluasan Fikih Mawani‘ al-‘Irthi dalam KHI: Resistensi atau Adaptasi? Zubaidi, Zaiyad; Kurdi, Muliadi; Habibi MZ, Muhammad; Oktarina, Aldira
Media Syari'ah : Wahana Kajian Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 26, No 2 (2024)
Publisher : Sharia and Law Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jms.v26i2.25917

Abstract

Kompilasi Hukum Islam (KHI) merupakan pembaruan fiqih yang dimulai 23 tahun lalu, dengan norma-norma yang lebih progresif dibandingkan dengan fiqih klasik. Salah satu contohnya adalah Pasal 173 tentang Penghalang Warisan, yang mencakup percobaan pembunuhan, penganiayaan berat, dan fitnah ahli waris—norma yang tidak ditemukan dalam literatur fikih klasik. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis tanggapan ulama dayah di Aceh terhadap perluasan norma fikih dalam KHI, terutama dalam hal penghalang warisan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui wawancara dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ulama dayah di Aceh memiliki pandangan yang beragam. Beberapa mendukung peran pemerintah dalam memperluas norma hukum selama tidak bertentangan dengan syariat, sedangkan lainnya lebih konservatif, mempertahankan kesetiaan pada fikih klasik. Beberapa ulama menggunakan qiyas untuk menyesuaikan hukum dengan zaman, sementara kelompok konservatif-modernis berupaya menyeimbangkan tradisi dengan tuntutan modernitas. Ulama tradisionalis menolak perluasan hukum yang dianggap bertentangan dengan mazhab. Kesimpulannya, meskipun ada perbedaan, mereka sepakat bahwa perluasan norma harus mematuhi prinsip-prinsip syariah dan mempertimbangkan relevansi dengan zaman.
DINAMIKA SENGKETA WAKAF DI INDONESIA: Problematika Yuridis, Efektivitas Regulasi, dan Formulasi Model Penyelesaian Habibi MZ, Muhammad; Fauzani, Laitani
Al-Iqtishadiah: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah Vol. 6 No. 1 (2025): Al-Iqtishadiah: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah
Publisher : Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/iqtishadiah.v6i1.7324

Abstract

Wakaf, sebagai instrumen keuangan syariah, memiliki potensi besar dalam mendukung pembangunan sosial dan ekonomi umat Islam. Namun, di Indonesia, pengelolaan wakaf masih menghadapi berbagai tantangan, terutama terkait sengketa yang muncul akibat ketidakjelasan status hukum, pengelolaan yang tidak profesional, dan rendahnya pemahaman masyarakat terhadap regulasi wakaf. Studi-studi sebelumnya lebih banyak berfokus pada aspek hukum dan kelembagaan, tanpa memperhatikan faktor sosio-kultural dan teknologis yang turut memengaruhi efektivitas regulasi wakaf. Artikel ini bertujuan untuk: (1) menganalisis dinamika pengelolaan dan penyelesaian sengketa wakaf di Indonesia, (2) mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi efektivitas regulasi wakaf, serta (3) merumuskan model ideal yang dapat diterapkan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi literatur, mengumpulkan data dari jurnal ilmiah, buku, dan dokumen regulasi terkait wakaf. Analisis dilakukan secara tematik dengan mengidentifikasi pola dan tema yang muncul dari literatur yang dikaji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas regulasi wakaf dipengaruhi oleh empat faktor utama, yaitu normatif-institusional, sosio-kultural, ekonomi-manajerial, dan teknologis-informasional. Model ideal pengelolaan dan penyelesaian sengketa wakaf harus dibangun berdasarkan tiga pilar utama: penguatan kelembagaan, peningkatan kapasitas nazir, dan pengembangan mekanisme penyelesaian sengketa yang inovatif. Temuan ini mengungkapkan bahwa rendahnya literasi wakaf dan kurangnya koordinasi antarlembaga mencerminkan disfungsi dalam interaksi antara subsistem hukum, sosial, ekonomi, dan teknologi. Rekomendasi untuk penelitian lanjutan mencakup studi kualitatif melalui wawancara mendalam, penelitian komparatif dengan negara-negara Muslim lainnya, serta penelitian eksperimental untuk menguji efektivitas model ideal yang diusulkan. Dengan demikian, artikel ini diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan bagi pengembangan sistem wakaf yang lebih baik di Indonesia.
Kristalisasi Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Melaut di Kecamatan Teunom, Aceh Jaya Habibi MZ, Muhammad; Fauzani, Laitani; Kurniawan, Zeka
FITRAH: International Islamic Education Journal Vol. 6 No. 2 (2024): Fitrah: International Islamic Education Journal
Publisher : Published by Center for Research and Community Service (LP2M) in cooperation with the Postgraduate Program of UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Aceh, Indonesia.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/fitrah.v6i2.7263

Abstract

Islamic education plays a crucial role in shaping the character of individuals and communities through the internalization of religious values. Local traditions serve as an effective medium for instilling these values practically in everyday life. This study analyzes the crystallization of Islamic educational values within the maritime tradition (adat laot) in Teunom District, Aceh Jaya, focusing on three main aspects: (1) The existence of the maritime tradition in the community; (2) The substance of educational values within the maritime tradition; and (3) The essence of Islamic educational values in the maritime tradition. This research employs a qualitative approach, with descriptions presented in a descriptive-analytical manner. Data were collected through in-depth interviews with traditional leaders, religious figures, fishermen, and local community members, as well as through participatory observation and documentary studies. Data analysis was conducted thematically using the Miles & Huberman approach to identify patterns of Islamic value internalization. The findings reveal that the existence of the maritime tradition is reflected in three main aspects: (1) The aspect of prohibited fishing days, which carries the nuance of beu ta jaga (must be observed), reflecting adherence to traditional and religious rules; (2) The aspect of social activities among fishermen, which embodies beu ta ingat (must be remembered), fostering solidarity and social care; and (3) The aspect of customary social sanctions, which embodies beu ta thee droe (must be self-aware), reinforcing justice and collective agreement. From these three aspects, five essences of Islamic educational values were identified: (1) The value of obedience in worship; (2) The value of ta’awun (mutual assistance) and ukhuwah islamiyyah (Islamic brotherhood); (3) The value of al-‘adl (justice) and shura (consultation); (4) The value of hifz al-bi’ah (environmental preservation); and (5) The value of gratitude. The crystallization of Islamic educational values occurs through three stages: (1) Internalization of values through social interaction and exemplary behavior; (2) Transformation of values in daily life; and (3) Institutionalization of values into deeply rooted customary norms. Thus, the maritime tradition in Teunom serves as a vehicle for Islamic education based on local wisdom, remaining relevant in shaping the character of coastal communities. Abstrak Pendidikan Islam berperan penting dalam membentuk karakter individu dan masyarakat melalui internalisasi nilai-nilai keagamaan. Tradisi lokal berperan sebagai medium pendidikan yang efektif dalam menanamkan nilai-nilai secara praktis dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini menganalisis kristalisasi nilai pendidikan Islam dalam tradisi melaut (adat laot) di Kecamatan Teunom, Aceh Jaya, dengan fokus pada tiga aspek utama: (1) Eksistensi tradisi melaut dalam masyarakat; (2) Substansi nilai pendidikan dalam tradisi melaut; dan (3) Esensi nilai pendidikan Islam dalam tradisi melaut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dimana uraian yang dilakukan secara deskriptif-analitis. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan tokoh adat, tokoh agama, nelayan, dan masyarakat setempat, serta melalui observasi partisipatif dan studi dokumentasi. Analisis data dilakukan secara tematik guna mengidentifikasi pola kristalisasi nilai-nilai Islam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksistensi tradisi melaut tercermin dalam tiga aspek utama: (1) aspek hari-hari pantangan melaut bernuansa beu ta ingat untuk merefleksikan kepatuhan terhadap aturan adat dan keagamaan; (2) aspek aktivitas sosial sesama nelayan berdimensi beu ta jaga yang menumbuhkan solidaritas dan kepedulian sosial; (3) aspek sanksi adat sosial yang berdimensi beu ta thee droe untuk memperkuat keadilan dan kesepakatan bersama. Dari ketiga aspek ini, teridentifikasi lima esensi nilai pendidikan Islam, (1) nilai ketaatan dalam ibadah; (2) nilai ta’awun dan ukhuwah islamiyyah; (3) nilai al-‘adl dan syura; (4) nilai hifz al-‘alam; (5) nilai syukur. Kristalisasi nilai pendidikan Islam dalam tradisi melaut terjadi melalui tiga tahapan: (1) Internalisasi nilai melalui interaksi sosial dan keteladanan; (2) Transformasi nilai dalam kehidupan sehari-hari; dan (3) Institusionalisasi nilai dalam norma adat yang mengakar dalam masyarakat. Kesimpulannya, tradisi melaut di Teunom berperan sebagai medium kristalisasi pendidikan Islam berbasis kearifan lokal yang relevan dalam membentuk karakter masyarakat.
Persepsi Ulama Dayah Aceh terhadap Perluasan Fikih Mawani‘ al-‘Irthi dalam KHI: Resistensi atau Adaptasi? Zubaidi, Zaiyad; Kurdi, Muliadi; Habibi MZ, Muhammad; Oktarina, Aldira
Media Syari'ah Vol 26 No 2 (2024)
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jms.v26i2.25917

Abstract

Kompilasi Hukum Islam (KHI) merupakan pembaruan fiqih yang dimulai 23 tahun lalu, dengan norma-norma yang lebih progresif dibandingkan dengan fiqih klasik. Salah satu contohnya adalah Pasal 173 tentang Penghalang Warisan, yang mencakup percobaan pembunuhan, penganiayaan berat, dan fitnah ahli waris—norma yang tidak ditemukan dalam literatur fikih klasik. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis tanggapan ulama dayah di Aceh terhadap perluasan norma fikih dalam KHI, terutama dalam hal penghalang warisan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui wawancara dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ulama dayah di Aceh memiliki pandangan yang beragam. Beberapa mendukung peran pemerintah dalam memperluas norma hukum selama tidak bertentangan dengan syariat, sedangkan lainnya lebih konservatif, mempertahankan kesetiaan pada fikih klasik. Beberapa ulama menggunakan qiyas untuk menyesuaikan hukum dengan zaman, sementara kelompok konservatif-modernis berupaya menyeimbangkan tradisi dengan tuntutan modernitas. Ulama tradisionalis menolak perluasan hukum yang dianggap bertentangan dengan mazhab. Kesimpulannya, meskipun ada perbedaan, mereka sepakat bahwa perluasan norma harus mematuhi prinsip-prinsip syariah dan mempertimbangkan relevansi dengan zaman.