Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Perceraian dalam Perspektif Normatif-Yuridis dan Psikologis Nida Rafiqa Izzati; Robi'atin A'dawiyah; Abdul Qodir Zaelani
JOURNAL OF ISLAMIC AND LAW STUDIES Vol. 8 No. 1 (2024)
Publisher : Fakultas Syariah UIN Antasari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18592/jils.v8i1.12853

Abstract

Perceraian merupakan kata lain untuk perbuatan agar terlepas dari ikatan perkawinan sehingga tidak lagi mempunyai status perkawinan yang sah. Perceraian tidak dapat dilakukan dengan begitu saja, terdapat yurisdikasi tertentu dalam mengaturnya serta terdapat faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum melakukannya. Penulisan artikel ini memiliki tujuan untuk menggali lebih lanjut mengenai makna perceraian dalam perspektif normatif-yuridis, dan bagaimana pandangan psikologi mengenai perceraian serta dampak-dampaknya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif dengan menggunakan pendekatan yang mengacu pada pendekatan normatif-yuridis berdasarkan ushul fiqh, peraturan perundang-undangan dan psikologi. Hasil penelitian dalam perspektif normatif-yuridis menunjukkan bahwa perceraian ini diperbolehkan karena dimaknai sebagai solusi untuk menyelesaikan sejumlah persoalan rumah tangga yang sudah tidak dapat ditangani lagi, jadi pelaksanaannya ini demi mencapai kemaslahatan dan menghindarkan kemudharatan yang merugikan terutama bagi kedua belah pihak. Adapun perceraian dalam perundang-undangan boleh dilakukan asalkan alasannya memenuhi beberapa persyaratan dan aturan-aturan yang ada seperti yang dijelaskan dalam UU No.1 Tahun 1974 Pasal 39 ayat (2) tentang perkawinan dan dipaparkan secara rinci dalam PP No. 9 Tahun 1975 pasal 19. Sementara dalam perspektif psikologis, perceraian merupakan bentuk buruknya penyesuaian antara suami dan istri dalam menyelesaikan masalah, bagi yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan perkawinan akan rentan terjadi perceraian. Selain itu, perceraian juga memberikan dampak bagi anggota keluarga inti seperti anak, suami maupun istri. Maka, bagi pasangan yang berniat untuk cerai, hendaknya mempunyai alasan yang jelas dan mempertimbangkan segala dampak yang mungkin akan terjadi sebelum memutuskan untuk bercerai
Nusyuz dalam Perspektif Hadis: Analisis Hukum, Hikmah, dan Relevansinya di Era Modern Nida Rafiqa Izzati; Bagus Kusumo Hadi; Adam Dewantara Putra; Sri Jati Ratna Sari
Al-Hasyimi - Jurnal Ilmu Hadis Vol. 1 No. 2 (2024): Al-Hasyimi - Jurnal Ilmu Hadis
Publisher : STAI Nurul Qadim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.63398/jih.v1i2.20

Abstract

Artikel ini membahas konsep nusyuz dalam perspektif hadis, dengan tujuan untuk memahami kedudukan, hukum, serta hikmah di balik pelarangan nusyuz dalam hubungan suami istri, serta menyoroti relevansinya di era modern. Nusyuz, yang dapat dilakukan oleh baik suami maupun istri, merujuk pada sikap kedurhakaan atau pembangkangan terhadap pasangan, seperti mengabaikan hak-hak atau tidak melaksanakan kewajiban masing-masing. Melalui metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi pustaka, artikel ini menganalisis berbagai hadis terkait nusyuz menggunakan pendekatan tahlil lafdzi, ma’nal ijmali, sabaabul wuruud, dan fiqhul hadits. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suami memiliki hak untuk menertibkan istri yang nusyuz, dan istri wajib mentaati suaminya selama tidak bertentangan dengan syariat Islam. Sebaliknya, istri juga dapat menempuh upaya tertentu jika suaminya melakukan nusyuz. Apabila perselisihan sudah sangat parah, dianjurkan untuk melibatkan pihak ketiga sebagai penengah demi menjaga keharmonisan rumah tangga. Temuan ini memperlihatkan betapa seriusnya perhatian Islam terhadap hubungan suami-istri dan pentingnya menjaga keutuhan keluarga berdasarkan ajaran syariat. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam memahami konsep nusyuz dari perspektif hukum Islam serta memberikan panduan praktis bagi pasangan suami istri dalam mengatasi konflik dalam kehidupan berumah tangga