This research is motivated by the low scores of Indonesian students in the PISA mathematics assessment, which consistently indicate weaknesses in adaptive reasoning and contextual problem-solving skills. The main focus of this study is to analyze in depth the adaptive reasoning skills of eighth-grade students at SMP Negeri 6 Sengah Temila when faced with non-routine PISA-based problems, which require the ability to formulate hypotheses, provide logical justification, and validate arguments. Using a descriptive qualitative approach, this study collected data through written tests, semi-structured interviews, and documentation. The subjects were selected purposively and classified into three ability categories—high, medium, and low—to allow for comprehensive analysis. The results show that the majority of students (64.52%) fall in the medium category, while only a small proportion (16.13%) reach the high category. High-ability students are able to systematically connect mathematical concepts to real-world contexts, while medium-ability students tend to only be able to solve procedural problems but are weak in justification. Based on these findings, it is concluded that there is an urgent need to strengthen the implementation of problem-based and contextual learning methods to improve students' adaptive reasoning skills so that they are better prepared to face the challenges of international assessment. ABSTRAKPenelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya skor siswa Indonesia dalam asesmen matematika PISA, yang secara konsisten mengindikasikan kelemahan dalam kemampuan penalaran adaptif dan pemecahan masalah kontekstual. Fokus utama studi ini adalah untuk menganalisis secara mendalam kemampuan penalaran adaptif siswa kelas VIII di SMP Negeri 6 Sengah Temila saat dihadapkan pada soal-soal non-rutin berbasis PISA, yang menuntut kemampuan merumuskan hipotesis, memberikan justifikasi logis, dan memvalidasi argumen. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, penelitian ini mengumpulkan data melalui tes tertulis, wawancara semi-terstruktur, dan dokumentasi. Subjek penelitian dipilih secara purposif dan diklasifikasikan ke dalam tiga kategori kemampuan—tinggi, sedang, dan rendah—untuk memungkinkan analisis yang komprehensif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas siswa (64,52%) berada pada kategori sedang, sementara hanya sebagian kecil (16,13%) yang mencapai kategori tinggi. Siswa berkemampuan tinggi mampu menghubungkan konsep matematika dengan konteks nyata secara sistematis, sedangkan siswa kategori sedang cenderung hanya mampu menyelesaikan soal prosedural namun lemah dalam justifikasi. Berdasarkan temuan ini, disimpulkan bahwa ada kebutuhan mendesak untuk memperkuat implementasi metode pembelajaran berbasis masalah dan kontekstual guna meningkatkan kemampuan penalaran adaptif siswa agar mereka lebih siap menghadapi tantangan asesmen internasional.