Aghnia Faradits
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Studi Kritis Atas “Al-Tafsīr Al-Bayāni Li Al-Qur’ān Al-Karīm“Karya ‘Āisyah ‘Abdurrahmān Bintu Syāti’ (W. 1998 M.) Aghnia Faradits
At-Tahfidz: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Vol. 4 No. 1 (2022): Desember 2022
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53649/at-tahfidz.v4i1.199

Abstract

Aisyah Abdurrahman or better known as Bintu Syati 'is a very famous female mufassirah in her era. The existence of Amin al-Khulli's style of thought - who is also Bintu Syathi's teacher and husband - made Aisyah Bintu Syathi's preference in explaining or using methods in her interpretation. The book that is in the hands of this author is Bintu Syati's monumental work in the field of interpretation "Al-Tafsīr Al-Bayāni Li Al-Qur'ān Al-Karīm" which is very concerned with enthusiasts of al-Qur'an studies. This book consists of two volumes, each of which includes 7 chapters, consisting of the letters al-Dhuha, al-Insyirah, al-Zalzalah, al-A'diyat, al-Nazi'at, al-Balad, and al-Takatsur. While the second volume consists of the letters al-Alaq, al-Qalam, al-Ashr, al-Lail, al-Fajr, al-Humazah and al-Ma'un. Thus this commentary only contains 14 short suras, taken from juz 'Ammah, chapter 30 of the Qur'an.After studying further, the style and method of interpretation of a person is greatly influenced by his intellectual background. Bintu Syati 'for example, as an interpreter with a literary background, of course, tries to look at the Qur'an from a literary perspective. By focusing on the method used by her husband, she was able to create several books of commentary-one of them is al-Tafsir al-Bayani li al-Qur'an al-Karim which consists of two volumes, each of which includes 7 short suras taken from juz 'Ammah, chapter 30 of the Qur'an.
Poligami dalam Tradisi Tafsir dan Relevansinya terhadap Bangsa Indonesia Aghnia Faradits
At-Tahfidz: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Vol. 4 No. 2 (2023): Juni 2023
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53649/at-tahfidz.v4i2.331

Abstract

Poligami yang hingga saat ini masih hangat dbahas, apalagi sekarang para ‘pelaku’ banyak mendirikan lembaga khusus seolah menandakan bahwa poligami dianjurkan bahkan mendekati wajib, Sebenarnya beberapa tahun pasca wafatnya Nabi Muhammad, para mufassir sudah menafsirkan ayat poligami (an-Nisa’:3) untuk kemudian dicari asbab annuzul, tasir hinngga hikmah yang di dapat. Salah satu Mufassir yang turut menafsirkan ayat ini adalah Muhammad Abduh dalam karya tafsirnya al-Manar. Muhammad Abduh berkata: “Siapa yang merenungkan dua ayat tersebut (QS. Al-Nisâ’ [4]: 3 & 129), maka ia akan tahu bahwa ruang kebolehan berpoligami dalam Islam adalah ruang sempit. Seakan-akan ia merupakan suatu darurat yang hanya bisa dibolehkan bagi yang membutuhkannya dengan syarat yang bersangkutan diyakini bisa menegakkan keadilan dan tidak mungkin melakukan kezaliman. Ia juga menuturkan bahwa ruang kebolehan berpoligami itu adalah ruang sempit. Selain itu Perundang-Undangan Republik Indonesia sebenarnya sudah menjelaskan dalam beberapa pasal untuk dijadikan pedoman jika ingin berpoligami. Lantas apakah UUD Republik Indonesia sejalan dengan penafsiran para mufassir klasik dan kontemporer?
Pendekatan Tafsiriyah Jalalainiyah Abdul Ra’uf Singkel Dalam Turjuman al-Mustafid Muhammad Hariyadi; Aghnia Faradits
Al Burhan: Jurnal Kajian Ilmu dan Pengembangan Budaya Al-Qur'an Vol. 18 No. 2 (2018): Al Burhan: Kajian Ilmu dan Pengembangan Budaya Al-Qur’an
Publisher : LP2M Universitas PTIQ Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The book of Turjuman al-Mustafidis considered as the first commentary written in full 30 Juz in Malay. Researchers who have conducted the study gave different opinions about the source of writing this book. This paper is an attempt to further trace the originality of the book Turjuman al-Mustafidand determine the position of Abdul Ra’uf Singkel and Baba Daud al-Rumi in writing. The research step that the writer did consisted of two parts. First, comparing the testimony of David al-Rumi in the colophon of the book with systematic and verse interpretation methods. Secondly, studying the position of women in the book Turjuman al-Mustafidby comparative methods using the commentary book al-Baidhawi and al-Jalalain suspected of being the source of this commentary. The result is, the writer concludes that the book Turjuman al-Mustafid is the adaptation work (explanation of the commentary) Abdul Ra’uf from the book of Tafsir al-Jalalain, while other parts of theFaidahand Qisshahare in addition to David al-Rumi.
Analisis Semiotik Lafaz Qalb dalam QS. Al-Baqarah: 7-10 Perspektif Roland Barthes Azizah, Aprilya; Masyitoh Mudafi’ah Haqiqoh; Aghnia Faradits
At-Tahfidz: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Vol. 6 No. 2 (2025): Juni 2025
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53649/at-tahfidz.v6i2.1095

Abstract

Kajian ini dilatarbelakangi oleh keterbatasan pendekatan semiotik dalam memahami dimensi makna simbolik lafaz qalb dalam Al-Qur’an, khususnya pada QS. Al-Baqarah ayat 7–10. Lafaz qalb dalam konteks tersebut tidak semata merujuk pada organ biologis, melainkan menjadi representasi kompleks atas kesadaran spiritual, moral, dan ideologis manusia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis makna qalb pada tiga tataran makna menurut teori semiotika Roland Barthes: denotatif, konotatif, dan mitologis. Penelitian ini merupakan studi kepustakaan dengan pendekatan kualitatif, dengan penerapan metode analisis semiotika Roland Barthes sebagai kerangka utama dalam menelaah makna simbolik yang terkandung dalam teks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara denotatif, qalb dipahami sebagai pusat kesadaran batin yang rentan terhadap penutupan dan penyakit spiritual akibat penolakan terhadap kebenaran. Pada tingkat konotatif, qalb diposisikan sebagai simbol dari disfungsi moral, yang terwujud dalam bentuk kekufuran dan kemunafikan. Sementara itu, pada tataran mitos, lafaz ini membentuk konstruksi ideologis mengenai oposisi terhadap kebenaran, sekaligus memperkuat identitas kolektif komunitas beriman. Temuan ini menegaskan bahwa teks Al-Qur’an mengandung struktur tanda yang kompleks, yang tidak hanya menyampaikan pesan teologis, tetapi juga membangun narasi sosial dan ideologis. Dengan demikian, penerapan teori Barthes dalam kajian ini membuka jalan bagi pembacaan Al-Qur’an yang lebih kontekstual dan kritis terhadap struktur makna yang terkandung dalam teks ilahiah. Kata kunci: Qalb, Semiotik, Roland Barthes, Qur’an