This article discusses one of the topics of the study of the Qur'anic science which was developed by one of the contemporary thinkers, namely Mahmud Muhammad Taha. He considered that the Islamic teachings contained in the madaniyah verses were irrelevant at this time because they contained values that were less tolerant and even radical. Meanwhile, the Makiyah verses contain fundamental values such as justice, equality, tolerance, democracy, and human rights. So, according to him, madaniyah verses need to be replaced with these makiyah verses. With such an inverted nasakh concept, he wants to carry out an evolution of sharia where according to him sharia is something historical that can change according to the situation and conditions that require it. The concept of nasakh al-Qur'an developed by Taha is different from the concept of nasakh agreed upon by the majority of scholars. Therefore, based on the critical analysis in this article, it can be said that the nasakh Taha concept still has a number of epistemological problems so that it is not valid for use in interpreting the verses of the Qur'an. Artikel ini mendiskusikan tentang topik kajian ilmu al-Qur’an yang dikembangkan oleh salah satu tokoh pemikir kontemporer yaitu Mahmud Muhammad Taha. Ia menilai bahwa ajaran Islam yang terkandung dalam ayat-ayat madaniyah tidak Sesuai dengan nilai – nilai kemanuasiaan dan masyarakat modern karena ayat madaniyah mengandung nilai radikalisme dan berlawanan dengan hak asasi manusia. Sementara ayat-ayat makiyah berisi tentang nilai-nilai fundamental seperti keadilan, kesetaraan, toleransi, demokrasi, dan HAM. Sehingga, menurutnya, ayat-ayat madaniyah perlu di-nasakh dengan ayat-ayat makiyah tersebut. Dengan konsep nasakh terbalik seperti demikian ia ingin melakukan evolusi terhadap syariat di mana menurutnya syariat merupakan sesuatu yang bersifat historis yang dapat berubah sesuai situasi dan kondisi yang menghendakinya. Konsep nasakh al-Qur’an yang dikembangkan oleh Taha tersebut berbeda dengan konsep nasakh yang disepakati oleh mayoritas ulama. Oleh karena itu, berdasarkan analisis kritis dalam artikel ini dapat dikatakan bahwa konsep nasakh Taha tersebut masih terdapat sejumlah permasalahan epistemologis sehingga tidak valid untuk digunakan dalam penafsiran al-Qur’an.