Perbuatan maksiat dilakukan karena adanya dorongan jahat dalam diri yang tidak dikawal oleh akal sehat. Maka seseorang sering alpa dalam bermuhasabah diri atas dosa-dosa yang telah dilakukan. Dengan manajemen muhasabah yang rutin, dapat memperbaiki kekurangan dan mencapai pengembangan pribadi yang lebih baik. Dalam hal ini Syaikh Abdul Qadir al-Jailani menekankan bahwa introspeksi spiritual adalah praktik esensial bagi setiap muslim yang bertujuan untuk mengevaluasi dalam konteks standar moral dan spiritual agama. Selain memperdalam kedekatan dengan Allah, muhasabah diri juga memfasilitasi pemahaman yang lebih mendalam tentang diri sendiri dan dunia di sekitar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam metode penafsirannya menggunakan metode tematik, yaitu mengumpulkan ayat Al-Qur'an yang berkaitan dengan muhasabah Hasil penelitian ini menyoroti pentingnya muhasabah dalam Islam menurut Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Muhasabah adalah evaluasi diri untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan ciri-ciri seperti tidak bersumpah dan menghindari kebohongan. Di era modern, muhasabah melalui tahap Takhalli (menghilangkan sifat buruk), Tahalli (mengembangkan sifat baik), dan Tajalli (mencapai kesempurnaan spiritual) tetap relevan untuk memperbaiki diri dan menjaga hubungan dengan Allah. Kesimpulannya muhasabah menurut Syaikh Abdul Qadir al-Jailani adalah introspeksi penting yang mencakup evaluasi amal dan kesadaran akan dosa. Dalam Futuhul Ghaib, ia menekankan sepuluh sifat, seperti. Proses ini, melalui Takhalli, Tahalli, dan Tajalli, tetap relevan di era modern untuk menjaga kewajiban spiritual.