Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Hubungan Kesadaran Metakognisi dengan Hasil Belajar Mahasiswa Kedokteran di Fakultas Kedokteran UNTIRTA Alifa, Fasya Husti; Abdullah, Rukman; Soemantri, Diantha
Tirtayasa Medical Journal Vol 3, No 2 (2024): May
Publisher : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62870/tmj.v3i2.25156

Abstract

Metacognitive awareness is a high-level thinking that involves active control over the cognitive processes involved in learning, consisting of two components, namely cognitive knowledge and cognitive regulation. In this study the aim was to assess the relationship between the metacognitive awareness component and student learning outcomes. This study involved 165 medical student respondents at Sultan Ageng Tirtayasa University. The results of the study found that the components of cognitive knowledge, namely declarative (p = 0.410), procedural (p = 0.187), and conditional (p = 0.927) did not significantly influence the learning outcomes of medical students (p > 0.05). In the components of cognition regulation, namely planning (p = 0.221), information management strategies (p = 0.514), understanding monitoring (p= 0.996), and evaluation (p = 0.873) did not significantly influence student learning outcomes. While the correction strategy has a significant relationship with learning outcomes (p = 0.01). In the analysis of the total metacognitive awareness score on learning outcomes, it was found that there was no significant relationship (p = 0.510). This means that there is no significant relationship between metacognitive awareness and learning outcomes of medical students at Sultan Ageng Tirtayasa University, both in the components of cognitive knowledge and cognitive regulation.
Hubungan Kesadaran Metakognisi dengan Hasil Belajar Mahasiswa Kedokteran di Fakultas Kedokteran UNTIRTA Alifa, Fasya Husti; Abdullah, Rukman; Soemantri, Diantha
Tirtayasa Medical Journal Vol 3, No 2 (2024): May
Publisher : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62870/tmj.v3i2.25156

Abstract

Metacognitive awareness is a high-level thinking that involves active control over the cognitive processes involved in learning, consisting of two components, namely cognitive knowledge and cognitive regulation. In this study the aim was to assess the relationship between the metacognitive awareness component and student learning outcomes. This study involved 165 medical student respondents at Sultan Ageng Tirtayasa University. The results of the study found that the components of cognitive knowledge, namely declarative (p = 0.410), procedural (p = 0.187), and conditional (p = 0.927) did not significantly influence the learning outcomes of medical students (p > 0.05). In the components of cognition regulation, namely planning (p = 0.221), information management strategies (p = 0.514), understanding monitoring (p= 0.996), and evaluation (p = 0.873) did not significantly influence student learning outcomes. While the correction strategy has a significant relationship with learning outcomes (p = 0.01). In the analysis of the total metacognitive awareness score on learning outcomes, it was found that there was no significant relationship (p = 0.510). This means that there is no significant relationship between metacognitive awareness and learning outcomes of medical students at Sultan Ageng Tirtayasa University, both in the components of cognitive knowledge and cognitive regulation.
Perbandingan Tingkat Stres pada Mahasiswa Kedokteran Tahap Pre-klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Ridhwan, Muhammad Ariq; Abdullah, Rukman; Mustika, Rita
Tirtayasa Medical Journal Vol 4, No 1 (2024): November
Publisher : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62870/tmj.v4i1.29833

Abstract

Mahasiswa kedokteran mempunyai tingkat stres lebih tinggi dibanding mahasiswa lain bahkan populasi umum, lalu tres pada mahasiswa kedokteran menyebabkan kelelahan emosional juga bisa memengaruhi kesehatan dan kinerja akademik secara keseluruhan, pada penelitian Hamza M. Abdulghani dkk, dilaporkan tingkat stres tertinggi pada tingkat I lalu tingkat II, III dan IV menurun walaupun masih taraf sedang lalu meningkat sedikit pada tingkat V, selain itu penelitian di Indonesia juga menunjukkan tingkat stres yang tidak jauh berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat stres mahasiswa kedokteran dan perbandingan tingkat stres mahasiswa kedokteran tahap pre-klinik. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa kedokteran tingkat I, II, III, dan IV dengan total sampling sebesar 181 mahasiswa. Kuesioner penelitian ini menggunakan Medical Student Stresor Questionnaire. Analisis penelitian ini menggunakan perhitungan statistik chi square dan Kruskal-Wallis. Hasil penelitian ini yaitu pada tingkat I tingkat stres masih yang paling rendah, selanjutnya pada tingkat II naik, setelah itu tingkat III menurun kembali, dan memuncak pada tingkat IV. Selanjutnya pada mahasiswa kedokteran lebih banyak mengalami stres berat pada stresor akademik (ARS) sebanyak 77,3%. Mahasiswa lebih banyak mengalami stres berat pada mahasiswa berusia 21-23 tahun (70,1%), setelah itu pada jenis kelamin perempuan (69%), setelah itu pada mahasiswa yang bertinggal bersama saudara/indekos (58,2%). Semua tingkat mengalami stres berat kecuali tingkat I dan tidak berbeda bermakna. Penelitian ini berkesimpulan pada tingkat I tingkat stres masih yang paling rendah, selanjutnya pada tingkat II naik, setelah itu tingkat III menurun kembali, dan memuncak pada tingkat IV, hal ini disebabkan oleh perbedaan yang bermakna pada stresor akademik (ARS) sehingga harus ada solusi untuk bisa mencegah atau menguranginya dengan cara memberikan treatment yang spesifik kepada setiap Angkatan dengan salah satu caranya yaitu membangun student support pada institusi kedokteran
Perbandingan Tingkat Stres pada Mahasiswa Kedokteran Tahap Pre-klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Ridhwan, Muhammad Ariq; Abdullah, Rukman; Mustika, Rita
Tirtayasa Medical Journal Vol 4, No 1 (2024): November
Publisher : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62870/tmj.v4i1.29833

Abstract

Mahasiswa kedokteran mempunyai tingkat stres lebih tinggi dibanding mahasiswa lain bahkan populasi umum, lalu tres pada mahasiswa kedokteran menyebabkan kelelahan emosional juga bisa memengaruhi kesehatan dan kinerja akademik secara keseluruhan, pada penelitian Hamza M. Abdulghani dkk, dilaporkan tingkat stres tertinggi pada tingkat I lalu tingkat II, III dan IV menurun walaupun masih taraf sedang lalu meningkat sedikit pada tingkat V, selain itu penelitian di Indonesia juga menunjukkan tingkat stres yang tidak jauh berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat stres mahasiswa kedokteran dan perbandingan tingkat stres mahasiswa kedokteran tahap pre-klinik. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa kedokteran tingkat I, II, III, dan IV dengan total sampling sebesar 181 mahasiswa. Kuesioner penelitian ini menggunakan Medical Student Stresor Questionnaire. Analisis penelitian ini menggunakan perhitungan statistik chi square dan Kruskal-Wallis. Hasil penelitian ini yaitu pada tingkat I tingkat stres masih yang paling rendah, selanjutnya pada tingkat II naik, setelah itu tingkat III menurun kembali, dan memuncak pada tingkat IV. Selanjutnya pada mahasiswa kedokteran lebih banyak mengalami stres berat pada stresor akademik (ARS) sebanyak 77,3%. Mahasiswa lebih banyak mengalami stres berat pada mahasiswa berusia 21-23 tahun (70,1%), setelah itu pada jenis kelamin perempuan (69%), setelah itu pada mahasiswa yang bertinggal bersama saudara/indekos (58,2%). Semua tingkat mengalami stres berat kecuali tingkat I dan tidak berbeda bermakna. Penelitian ini berkesimpulan pada tingkat I tingkat stres masih yang paling rendah, selanjutnya pada tingkat II naik, setelah itu tingkat III menurun kembali, dan memuncak pada tingkat IV, hal ini disebabkan oleh perbedaan yang bermakna pada stresor akademik (ARS) sehingga harus ada solusi untuk bisa mencegah atau menguranginya dengan cara memberikan treatment yang spesifik kepada setiap Angkatan dengan salah satu caranya yaitu membangun student support pada institusi kedokteran