Putra, I Gusti Ngurah Gumana
Unknown Affiliation

Published : 13 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Penyampaian Pesan Dan Nilai-Nilai Kepemimpinan Melalui Seni Pertunjukan Wayang Kulit Bali Inovatif Wibawa, I Made Anom; Putra, I Gusti Ngurah Gumana; Widnyana, I Kadek
JURNAL DAMAR PEDALANGAN Vol. 2 No. 2 (2022): Oktober
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/dmr.v2i2.1861

Abstract

Seni pertunjukan wayang kulit merupakan salah satu jenis kesenian Bali yang hingga saat ini masih terus berkembang dan digemari oleh masyarakat. Banyaknya seniman dalang dengan berbagai karya inovatifnya mendapat sambutan yang meriah dari masyarakat luas khususnya para pecinta pertunjukan wayang. Hal ini dikarenakan oleh kemampuan yang mumpuni dari seniman dalang dalam memenangi pangsa pasar yang ada. Inovasi dan kratifitas terus dikembangkan sehingga mampu menarik minat masyarakat untuk menikmatinya. Inovasi menyangkut kemampuan seniman dalang dalam mengembangkan ide-ide baru guna meningkatkan kualitas pertunjukkannya secara teknis. Kreatifitas menyangkut kemampuan seniman dalang dalam meracik sebuah lakon berdasarkan pakem dan sumber-sumber yang exist hingga saat ini, sehingga menghasilkan konten yang kreatif dan menarik. Kreatifitas dalam menciptakan dan mengelola konten tersebut tidak hanya berasal dari pemikiran sendiri. Ada kalanya, bahkan sering seorang seniman dalang mendapatkan inspirasi dari kejadian maupun fenomena sosial masyarakat yang bergerak dinamis. Merefleksikan sebuah karya lakon pertunjukan wayang dengan fenomena sosial yang ada, tentu saja mampu menciptakan atmosfer yang hangat bagi masyarakat penikmat. Masyarakat yang menikmati, tentunya akan merasa akrab segala sesuatu yang disampaikan dalam lakon. Selain sebagai sarana hiburan, pada kesempatan ini pula seniman dalang dapat menyampaikan pesan-pesan moral dan pendidikan yang bernilai adi luhung kepada khalayak. Saran, masukan, dan kritik sosial pun dapat disuarakan kepada pihak tertentu dengan halus tanpa memicu ketersinggungan dan konflik yang dapat meresahkan. Salah satu aspek sosial yang disoroti adalah aspek yang menyangkut nilai-nilai kepemimpinan. Bagaimana hakikat seorang pemimpin, adalah suatu pesan yang perlu disampaikan agar dinamika masyarakat dengan pemimpinnya tidak mengalami permasalahan. Dengan adanya kreatifitas ini, lakon yang disajikan akan padat dan sarat akan nilai-nilai yang dapat mengarahkan kita kepada perubahan yang positif, dengan sebuah balutan hiburan yang bernilai tinggi dalam berbagai segi.
Teater Pakeliran Wayang Penyalonarangan “Pangristaning Mujung Sari” Artawan , I Gede Dodi; Marajaya, I Made; Putra, I Gusti Ngurah Gumana
JURNAL DAMAR PEDALANGAN Vol. 2 No. 2 (2022): Oktober
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/dmr.v2i2.1863

Abstract

Dadong Janggel adalah seorang janda sakti yang hidup di Banjar Pujung Kelod, Sebatu, Tegallalang, Gianyar, Bali. Dadong Janggel terkenal sangat sakti karena mendapat anugerah dari Ida Betara Lingsir yang berstana di Pura Dalem Pujung Kelod. Kisah Dadong Janggel ini menginspirasi penggarap untuk mengangkat cerita ini ke dalam sebuah karya Teater Pakeliran Penyalonarangan yang berjudul Pangristaning Mujung Sari, karena peristiwa ini benar-benar terjadi di wilayah tempat tinggal penggarap. Inovasi yang penggarap lakukan pada karya Teater Pakeliran Penyalonarangan Pangristaning Mujung Sari ini adalah menggunakan kelir layar lebar dengan pencahayaan menggunakan proyektor untuk menampilkan scenery agar lebih dramatis. Selain itu penggarap menampilkan Wayang yang awalnya berbentuk payudara dapat berubah menjadi dua ekor naga, Wayang ini dibuat dengan bentuk seperti lampion agar bisa dilipat ke atas untuk menunjukkan bentuk payudara dan jika ditarik ke bawah dapat berubah menjadi 2 ekor naga. Dalam garapan ini, penggarap menggunakan gamelan Semara Pegulingan sebagai instrumen iringan. Menciptakan sebuah karya seni tentu memerlukan proses metode penciptaan yang panjang. Dalam penyelesaian garapan ini, penggarap melewati tiga tahapan yaitu eksplorasi, improvisasi, dan forming. Ketiga tahapan ini mempermudah penggarap dalam menyelesaikannya. Penggarap berharap dengan kisah Dadong Janggel yang dibalut dengan karya teater pakeliran Pangristaning Mujung Sari ini dapat berdampak baik, khususnya untuk masyarakat Banjar Pujung Kelod, Sebatu, Tegallalang Gianyar serta menginspirasi masyarakat umum.
Fungsi Referensial dan Metalinguistik Campur Kode Bahasa Dalam Pementasan Wayang Cenk Blonk Lakon Ludra Murthi Putra, Putu Diki Laksamana; Putra, I Gusti Ngurah Gumana
JURNAL DAMAR PEDALANGAN Vol. 3 No. 2 (2023): Oktober
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/dmr.v3i2.2844

Abstract

Masyarakat Bali di era modern ini adalah masyarakat yang bilingualisme. Hal ini ditandakan dengan adanya penggunaan dua bahasa dalam komunikasi sehari hari yakni bahasa Bali sebagai bahasa ibu atau bahasa pertama, dan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua atau bahasa pergaulan nasional. Terlebih lagi, masyarakat Bali juga tidak dapat terlepas dari penggunaan bahasa asing seperti halnya bahasa Inggris, Jepang, dan lain sebagainya. Kondisi semacam ini disebut dengan multilingualisme. Multilingualisme adalah penggunaan lebih dari dua bahasa atau unsur bahasa dalam kehidupan masyarakat. Gejala ini terjadi di semua bidang kehidupan masyarakat Bali. Secara khusus, kehidupan berkesenian juga menjadi ajang terjadinya multilingualisme. Seni pertunjukan yang menggunakan bahasa sebagai medianya juga sangat berpotensi mengalami gejala ini. Ciri yang paling kental dilihat dari sini yaitu terjadinya campur kode bahasa. Campur kode merupakan akibat dari adanya saling ketergantungan bahasa dalam kehidupan multilingualisme. Campur kode memiliki pengertian sebagai penggunaan unsur bahasa berbeda dalam tuturan bahasa pertama yang digunakan. Unsur tersebut bisa berupa kata, istilah, maupun frase. Campur kode memiliki fungsi tertentu sehingga hal ini bisa terjadi. Fungsi yang paling menonjol di sini adalah fungsi referensial dan fungsi metalinguistik. Fungsi referensial mengacu pada fungsi campur kode ketika bahasa yang pertama digunakan tidak memiliki kata atau istilah sebagai rujukan pada suatu objek tertentu. Fungsi metalinguistik mengacu pada fungsi ketika penutur dengan sengaja menyelipkan unsur bahasa berbeda ke dalam bahasa pertama, meskipun sudah ada istilah dalam bahasa pertama untuk merujuk suatu objek tertentu.
Teater Wayang Kaca “Rawi Muksha” Satyana, I Kadek Handre; Putra, I Gusti Ngurah Gumana; Sidia, I Made
JURNAL DAMAR PEDALANGAN Vol. 4 No. 1 (2024): April
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/dmr.v4i1.3722

Abstract

Pertunjukan karya Teater Wayang Kaca dengan judul “Rawi Muksha” mengangkat tentang tema tentang Perjuangan wanita dengan tujuan untuk mencapai kehormatan yang tertinggi dikarenakan pada jaman globalisasi yang melibatkan generasi muda banyak mengalami kasus pelecehan seksual, kekerasan terhadap wanita dan lain- lain. Oleh karena itu penata menghubungkan pertunjukannya dengan cerita Sabha Parwa saat Dewi Drupadi yang dilecehkan pada saat perjudian antara pandawa dan korawa. Dengan diambilnya cerita tersebut memberikan pesan- pesan dan makna tentang wanita yang memperjuangkan sebuah kehormatannya hal ini ditujukan khusus untuk generasi muda pada jaman globalisasi saat ini khususnya (wanita). Berdasarkan metode sanggit kawi dalang bagian catur datu kaywa yang berisikan tentang pandulame, adicita adirasa, gunagina gunamanta, dan srana sasmaya dapat dijadikan sebagai acuan untuk membuat karya pertunjukan karena isiannya dapat mempermudah penata dalam membuat karya Teater Wayang Kaca “Rawi Muksha”. Oleh karena itu dengan adanya skrip karya mempermudah dan dapat dimanfaatkan oleh generasi muda (wanita) untuk mengetahui lebih jauh tentang wanita pada jaman dahulu memperjuangkan dan menjaga kehormatannya serta dari hal tersebut dapat menginspirasi generasi muda (wanita) untuk lebih menjaga etika dan tata krama karena hal tersebut terhadap kehidupan kedepannya.
Penciptaan Dramatari Parwa “Abimanyu Aguru” Sudarmika, I Putu Agus Egik; Widnyana, I Kadek; Putra, I Gusti Ngurah Gumana
JURNAL DAMAR PEDALANGAN Vol. 4 No. 2 (2024): Agustus
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/dmr.v4i2.4390

Abstract

Eksistensi Parwa terjadi pada tahun 1990-an, namun berbanding terbalik pada masa sekarang. Sehingga penata dengan mitra MBKM penata, berinisiatif untuk membuat suatu pertunjukan Dramatari Parwa dengan lakon “Abimanyu Aguru”. Proses karya Dramatari Parwa dengan lakon “Abimanyu Aguru” menggunakan metode Sumber Kawi Dalang yang diajukan oleh Prof. I Nyoman Sedana, dengan tahapan sebagai berikut: a. Alam Imajinasi Keindahan, Setelah penata mendapatkan sumber cerita untuk digarap, penata tidak akan lepas dengan berimajinasi, penata akan membuka alam imajinasinya. seolah-olah penata masuk dalam dimensi cerita tersebut, b. Ide dan Rasa, Setelah penata berhasil ber-imajinasi selanjutnya penata akan menuangkan ide-ide yang akan digarap kedalam skrip karya, c. Media atau Sarana, Disini penata menggunakan wayang kayonan, pakian atau costum yang menyesuaikan dengan tokoh/peran yang dibawakan, dan iringan yang dipakai ialah gambelan batel gender wayang, d. Skill dan Bakat Keterampilan Khusus, dengan melaksanakan latihan yang maksimal agar pementasan menjadi lebih baik.
Karya Seni Pakeliran Inovatif “Pencok Saang” Darmika, Anak Agung Gede Mayun; Putra, I Gusti Ngurah Gumana
JURNAL DAMAR PEDALANGAN Vol 2 No 1 (2022): April
Publisher : Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/dmr.v2i1.1525

Abstract

Bali memiliki berbagai jenis kesenian pewayangan yang dibedakan dari cerita yang dibawakan dan reportoar yang ditampilkan, antara lain: Wayang Parwa, Wayang Ramayana, Wayang Arja, Wayang Calonarang, Wayang Gambuh, Wayang Tantri, Wayang Babad, dll. Wayang Babad dirasa merupakan wayang yang paling mewakili pencarian jati diri karena cerita yang dibawakan adalah sejarah, legenda, maupun mitos dari leluhur-leluhur orang Bali sehingga sejalan dengan diri penggarap yang merupakan orang Bali. Salah satu cerita Wayang Babad adalah cerita kemenangan Arya Jelantik melawan Ida Dalem Dukut. Mengingat cerita tersebut berlatar tempat di Klungkung (tempat kelahiran penggarap) sehingga muncul keinginan untuk menuangkannya dalam suatu garapan sebuah pertunjukan karya seni Pedalangan dengan berisikan kisah Arya Jelantik yang dipilih sebagai duta Gelgel. Sesampainya di sana, secara mengejutkan Arya Jelantik disambut hangat oleh Dalem Dukut, namun Arya Jelantik tetap ingat dengan tugasnya menghabisi Dalem Dukut sehingga Arya Jelantik langsung menantang Dalem Dukut. Pertempuran terjadi dan Arya Jelantik kewalahan, beruntung istri Arya Jelantik yang bernama Gusti Ayu Kaler memberikan sebuah senjata kecil bernama Pecok Saang yang mampu mengalahkan Dalem Dukut. Garapan ini adalah pakeliran inovatif layar tunggal dengan memanfaatkan iptek masa kini melalui penggantian fungsi blencong sebagai penerangan dengan memakai proyektor.
Penyampaian Pesan Dan Nilai-Nilai Kepemimpinan Melalui Seni Pertunjukan Wayang Kulit Bali Inovatif Wibawa, I Made Anom; Putra, I Gusti Ngurah Gumana; Widnyana, I Kadek
JURNAL DAMAR PEDALANGAN Vol 2 No 2 (2022): Oktober
Publisher : Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/dmr.v2i2.1861

Abstract

Seni pertunjukan wayang kulit merupakan salah satu jenis kesenian Bali yang hingga saat ini masih terus berkembang dan digemari oleh masyarakat. Banyaknya seniman dalang dengan berbagai karya inovatifnya mendapat sambutan yang meriah dari masyarakat luas khususnya para pecinta pertunjukan wayang. Hal ini dikarenakan oleh kemampuan yang mumpuni dari seniman dalang dalam memenangi pangsa pasar yang ada. Inovasi dan kratifitas terus dikembangkan sehingga mampu menarik minat masyarakat untuk menikmatinya. Inovasi menyangkut kemampuan seniman dalang dalam mengembangkan ide-ide baru guna meningkatkan kualitas pertunjukkannya secara teknis. Kreatifitas menyangkut kemampuan seniman dalang dalam meracik sebuah lakon berdasarkan pakem dan sumber-sumber yang exist hingga saat ini, sehingga menghasilkan konten yang kreatif dan menarik. Kreatifitas dalam menciptakan dan mengelola konten tersebut tidak hanya berasal dari pemikiran sendiri. Ada kalanya, bahkan sering seorang seniman dalang mendapatkan inspirasi dari kejadian maupun fenomena sosial masyarakat yang bergerak dinamis. Merefleksikan sebuah karya lakon pertunjukan wayang dengan fenomena sosial yang ada, tentu saja mampu menciptakan atmosfer yang hangat bagi masyarakat penikmat. Masyarakat yang menikmati, tentunya akan merasa akrab segala sesuatu yang disampaikan dalam lakon. Selain sebagai sarana hiburan, pada kesempatan ini pula seniman dalang dapat menyampaikan pesan-pesan moral dan pendidikan yang bernilai adi luhung kepada khalayak. Saran, masukan, dan kritik sosial pun dapat disuarakan kepada pihak tertentu dengan halus tanpa memicu ketersinggungan dan konflik yang dapat meresahkan. Salah satu aspek sosial yang disoroti adalah aspek yang menyangkut nilai-nilai kepemimpinan. Bagaimana hakikat seorang pemimpin, adalah suatu pesan yang perlu disampaikan agar dinamika masyarakat dengan pemimpinnya tidak mengalami permasalahan. Dengan adanya kreatifitas ini, lakon yang disajikan akan padat dan sarat akan nilai-nilai yang dapat mengarahkan kita kepada perubahan yang positif, dengan sebuah balutan hiburan yang bernilai tinggi dalam berbagai segi.
Teater Pakeliran Wayang Penyalonarangan “Pangristaning Mujung Sari” Artawan , I Gede Dodi; Marajaya, I Made; Putra, I Gusti Ngurah Gumana
JURNAL DAMAR PEDALANGAN Vol 2 No 2 (2022): Oktober
Publisher : Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/dmr.v2i2.1863

Abstract

Dadong Janggel adalah seorang janda sakti yang hidup di Banjar Pujung Kelod, Sebatu, Tegallalang, Gianyar, Bali. Dadong Janggel terkenal sangat sakti karena mendapat anugerah dari Ida Betara Lingsir yang berstana di Pura Dalem Pujung Kelod. Kisah Dadong Janggel ini menginspirasi penggarap untuk mengangkat cerita ini ke dalam sebuah karya Teater Pakeliran Penyalonarangan yang berjudul Pangristaning Mujung Sari, karena peristiwa ini benar-benar terjadi di wilayah tempat tinggal penggarap. Inovasi yang penggarap lakukan pada karya Teater Pakeliran Penyalonarangan Pangristaning Mujung Sari ini adalah menggunakan kelir layar lebar dengan pencahayaan menggunakan proyektor untuk menampilkan scenery agar lebih dramatis. Selain itu penggarap menampilkan Wayang yang awalnya berbentuk payudara dapat berubah menjadi dua ekor naga, Wayang ini dibuat dengan bentuk seperti lampion agar bisa dilipat ke atas untuk menunjukkan bentuk payudara dan jika ditarik ke bawah dapat berubah menjadi 2 ekor naga. Dalam garapan ini, penggarap menggunakan gamelan Semara Pegulingan sebagai instrumen iringan. Menciptakan sebuah karya seni tentu memerlukan proses metode penciptaan yang panjang. Dalam penyelesaian garapan ini, penggarap melewati tiga tahapan yaitu eksplorasi, improvisasi, dan forming. Ketiga tahapan ini mempermudah penggarap dalam menyelesaikannya. Penggarap berharap dengan kisah Dadong Janggel yang dibalut dengan karya teater pakeliran Pangristaning Mujung Sari ini dapat berdampak baik, khususnya untuk masyarakat Banjar Pujung Kelod, Sebatu, Tegallalang Gianyar serta menginspirasi masyarakat umum.
Pakeliran Inovatif “Niwatakwaca Antaka” Putra, Ida Bagus Gede Jaya Dwija; Marajaya, I Made; Putra, I Gusti Ngurah Gumana
JURNAL DAMAR PEDALANGAN Vol 3 No 1 (2023): April
Publisher : Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/dmr.v3i1.2290

Abstract

Garapan Pakeliran Inovatif dengan judul Niwatakwaca Antaka merupakan sebuah kreasi seni pertunjukan yang menggabungkan unsur tradisional dan modern dari pertunjukan wayang Bali. Tujuan penciptaan garapan ini adalah untuk mengunggulkan wujud pementasan yang inovatif dan memberikan pengalaman yang berbeda bagi penonton. Metode penciptaan garapan ini dilakukan dengan memnafaatkan triadik pendiptaan seni yaitu a) exploration (explorasi); b) improvitation (improvisasi); c) forming (pembentukan) dengan mengambil dasar lakon/cerita Niwatakwaca Antaka yang mengisahkan tentang matinya Raksasa Niwatakwaca yang mengusik ketenangan di surga. Cerita ini juga memunculkan tokoh Arjuna sebagai pahlawan yang berhasil mengalahkan Niwatakwaca dengan memanahnya pada bagian mulut. Hingga pada akhirnya Arjuna berhasil memperoleh Dewi Supraba sebagai hasil kesuksesannya mengembalikan ketentraman di Surga. Dalam penciptaan garapan Niwatakwaca Antaka, pencipta menggunakan teknik penggabungan elemen tradisional seperti gamelan Bali, kostum tradisional, dan gerakan wayang dengan unsur modern seperti penggunaan teknologi canggih dalam tata lampu dan efek suara. Hasil penciptaan garapan ini adalah sebuah pertunjukan Pakeliran Inovatif dengan judul “Niwatakwaca Antaka” yang memberikan pengalaman yang unik bagi penonton. Dalam garapan ini, penonton dapat menyaksikan pertunjukan wayang Bali yang telah dikemas dengan sentuhan modern yang inovatif. Selain itu, cerita yang disampaikan yaitu gugurnya Niwatakawaca di tangan Arjuna hingga dipinangnya Dewi Supraba dapat dipetik sebagai pembelajaran bagi khalayak atau audiens penonton dari berbagai kalangan.
Teater Pakeliran Inovatif “Cupak Gandrung Sorga” Sapriawan, I Putu Pande; Putra, I Gusti Ngurah Gumana; Kodi, I Ketut
JURNAL DAMAR PEDALANGAN Vol 3 No 1 (2023): April
Publisher : Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/dmr.v3i1.2294

Abstract

Eksistensi Wayang Cupak selalu mengalami penurunan, sehingga membuat penggarap tertarik untuk ikut melestarikan dan mengembangkan Wayang Cupak. Keberadaan wayang kulit pada saat ini sudah mulai dikesampingkan bahkan hampir terlupakan oleh masyarakat peminatnya, walaupun dari segi fungsi wayang kulit memang dibutuhkan untuk pengiring atau wali dari keagamaan, namun dari segi hiburan wayang kulit saat ini kurang diminati. Tidak dipungkiri hal tersebut terjadi karena munculnya beberapa teknologi komunikasi seperti televisi dan bioskop yang lebih digemari oleh masyarakat masa kini. Berangkat dari hal tersebut para seniman, khususnya seniman dalang dituntut membuat suatu pembaharuan atau inovasi-inovasi baru dalam seni pewayangan agar dapat ikut bersaing di masa kini. Oleh karena masa kini adalah masa yang semuanya harus ada pembaharuan, sebagaimana zaman teknologi modern, atau juga disebut zaman pembaharuan. Seiring perkembangan zaman, para dalang yang inovatif dan kreatif memunculkan banyak kreasi-kreasi wayang baru seperti Wayang Calonarang, Wayang Babad, Wayang Rareangon, Wayang Tantri, dan Wayang Arja, Wayang Cupak, namun banyak di antara wayang-wayang kreasi tersebut tidak begitu bertahan lama. Penggarap menggarap Wayang Cupak dalam nuansa Teater yang berjudul “Cupak Suarga”, yang di maksud Teater adalah memasukkan Wayang Cupak ke dalam pertunjukan drama tari dan dipadukan dengan wayang, menggunakan sumber pencahayaan LCD Proyektor dengan Scenerry lighting dan penggunaan musik gamelan Bali. Dalam garapan ini pastinya menggunakan metode untuk proses penggarapan yang lebih sistematis, metode yang penggarap gunakan adalah metode yang diajukan oleh Prof. M. Alma Hawkins, yaitu: a. Tahapan Ekploration (Eksplorasi), b. Tahapan Improvisasi (Percobaan), c. Tahapan Forming (Pembentukan). Penggarap berharap dengan diwujudkannya garapan ini mampu menjadi pemantik untuk para dalang, terutama dalang muda agar dapat ikut serta melestarikan Wayang Cupak depannya.