Claim Missing Document
Check
Articles

Found 27 Documents
Search

Wayang Kulit Joblar Bergaya Ngepop Dalam Perspektlf Kajian Budaya Marajaya, I Made
Kalangwan : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 2 No 1 (2016): Juni
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (11475.217 KB) | DOI: 10.31091/kalangwan.v2i1.120

Abstract

Tulisan ini mengkaji pertunjukan  wayang kulit Joblar (WKJ) dalam bentuk wacana. Walaupun belum pernah dilakukan penelitian secara mendalam terkait dengan WKJ, tetapi penulis berkeyakinan  bahwa tulisan ini dapat dijadikan sebagai refrensi dan landasan berpikir terkait dengau WKJ bergaya ngepop. WKJ muncul dari buah pemikiran dalang I Ketut Muada yang kini telah menyelesaikan pendidikan S2 di ISI Denpasar. Joblar adalah  tokoh punakawan  tanpa pasangan  yang dijadikan maskot pertunjukan wayang kulit dari Banjar Jeroan, Desa Tumbak Bayuh, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Tokoh Joblar  ini adalah manifestasi  dari  karakter  dalang I Ketut Muada  yang ciri-cirinya  adalah  berbadan gemuk,  kepala pelontos,  perut buncit, dan suara besar/rendah.  WKJ bergaya  ngepop dikemas  sesuai dengan keahlian  dan keterampilan  yang dimiliki oleh dalang I Ketut Muada. Ciri-ciri  WKJ bergaya ngepop  dapat  dilihat  dari tata penyajian  yang dikemas melalui  estetika  postmodern  dengan  unsur­ unsurnya   meliputi  : lakon carangan, bahasa/retorika, tetikesan/gerak wayang,   iringan/musik  pengiring, dan apparatus pertunjukan/perlengkapan.WKJ memiliki  keunggulan  di dalam mengolah  bahasa pedalangan baik meliputi  bunyi/suara  tokoh­tokoh sesuai dengan Gaya Badung. Selain piawai memeraukan tokoh-tokoh, dalang WKJ juga memiliki keunggulan  yang tidak dimiliki oleh dalang-dalang  lainnya di Bali terutama dalam bidang olah vokal atau tarik suara. Dalang Joblar mampu menyanyikan lagu-lagu pop Bali dengan baik, sehingga pementasannya selalu dikolaborasikan dengan musik pop Bali dan musik pop Indonesia.  Selain itu, WKJ juga mampu mengkemas  lakon dengan gaya yang ngetrand  seperti Wayang  Joblar ABG "Hamil  di Luar Nikah" walaupun ceritanya bersumber dari Ramayana. Unsur-unsur estetik lainnya seperti iringan dan aparatus mengikuti selera orang banyak.
Pertunjukan Wayang Kulit Bali Dari Ritual Ke Komersialisasi Marajaya, I Made
Kalangwan : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 5 No 1 (2019): Juni
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (174.634 KB) | DOI: 10.31091/kalangwan.v5i1.730

Abstract

Di era global seperti sekarang ini, telah terjadi fenomena baru dalam kancah seni pertunjukan wayang kulit Bali, dimana antara beberapa jenis pertunjukan mulai tradisi, kreasi, kreasi baru, inovatif, dan eksperimental saling merebut hati sanubari para penggemarnya. Sampai saat ini, pertunjukan wayang kulit tradisi, kreasi, dan kreasi baru masih dapat ditonton ketika ada kegiatan ritual upacara keagamaan. Sebuah fenomena menarik yang terjadi selama satu dasa warsa belakangan ini yaitu berupa ruwatan wayang Sapuh Leger massal yang melibatkan 5000 orang yang khusus lahir pada wuku wayang. Sementara itu pertunjukan wayang kulit inovatif dapat ditonton dalam berbagai konteks baik untuk upacara keagamaan maupun sebagai pertunjukan komersial. Dalam konteks komersial pertunjukan wayang Kulit Cenk Blonk bergabung dengan perusahan Kopi ABC, Susu Frisian Flag, Sepeda Motor Yamaha, Obat Antangin JRG, dan lain-lain. Sementara Wayang Kulit Joblar bekerjasama dengan perusahan Sarimi, Kopi ABC, Kopi Luwak, Yamaha, Honda, Yakul, Obat Antangin, Bodrek, sepeda smash, dan lain-lain. Di samping pertunjukan wayang kulit komersial untuk promosi barang dan jasa, selama tiga dekade terakhir ini pertunjukan wayang kulit juga dipentaskan dalam konteks pariwisata. Pertunjukan wayang kulit yang durasinya kurang dari 60 menit ini dikemas sebagai entertainment di sebuah usaha pariwisata yaitu di Oka Kartini Bungalow Ubud dengan dalang I Wayan Deres dan di Kerta Accommodation Ubud dengan dalang I Made Sukadana (Made Gender). I Wayan Peter dari jalan Nangka Denpasar juga pernah melakukan pertunjukan wayang kulit untuk wisata di era 1990-an di beberapa hotel di wilayah Legian dan Kuta Badung. Sementara I Made Wibawa dari Dukuh Pulu Tabanan kerap melakukan pementasan wayang kulit untuk wisata di seputaran hotel yang ada di Nusa Dua Badung.
CENK BLONK LEATHER PUPPET PERFORMANCE WITHIN POPULAR CULTURAL CONTEXT Marajaya, I Made Marajaya; Suastika, I Made Suastika; Dibia, I Wayan Dibia; Ratna, I Nyoman Kutha
E-Journal of Cultural Studies Vol 8 No 3 (2015): Volume 8, Number 3, August 2015
Publisher : Cultural Studies Doctorate Program, Postgraduate Program of Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This present study is intended to discuss the Cenk Blonk leather puppet performance “Wayang Kulit Cenk Blonk (abbreviated to WKCB) within the popular cultural context. If viewed from the perspective of cultural studies, this present study is concerned with a new reality and phenomenon in the Balinese puppetry art. The Balinese leather puppet performance, which does not refer to the source book of the shadow play story “pakem pewayangan” and the puppetry norm “Dharma Pewayangan”, is preferred by many people. This present study analyzes the form, factor, and meaning of the WKCB performance with the popular cultural context using the theory of popular culture, the theory of deconstruction, and theory of discourse. The qualitative interpretative method was used. The data were obtained through observation, in-depth interview, and documentary study. The data were analyzed using the descriptive, qualitative and interpretative method of analysis. The data were presented starting from the basic data, data presentation, data analysis and conclusion. The result of the study shows (1) the WKCB was performed as part of the promotional activity; (2) the WKCB was performed as part of the socialization activity; (3) the WKCB was performed as part of the commemoration of anniversaries. Second, the factors contributing to the WKCB performance within the popular cultural context included: creativity, art sustainability, the practice for the supporting artists, the modern cultural impact, the advance in technology, and the market demand. The meanings of the WKCB performance within the popular cultural context included: the aesthetic meaning, the social meaning, the welfare meaning, the amusing meaning, the political meaning, the conservation meaning, and the image meaning. The novelty shows that the WKCB performance within the popular cultural context presents the elements of popular works, popular discourses, the change in presentation, the change in the performing apparatus, and the freedom in receiving messages from those who have it performed to be transmitted to viewers.
Kolaborasi Pertunjukan Wayang Kulit Calonarang Inovatif Dengan Menampilkan Watangan Matah Oleh Dalang I Wayan Nardayana Dan Jro Mangku Gede Made Subagia Marajaya,  I Made
Kalangwan : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 3 No 1 (2017): Juni
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (18511.81 KB) | DOI: 10.31091/kalangwan.v3i1.156

Abstract

Pertunjukan Wayang Kulit Calonarang merupakan salah satu dari jenis wayang langka di Bali. Wayang ini banyak menyimpan mistri, sehingga orang-orang takut menjadi dalang wayang calonarang, kecuali mereka yang telah berilmu tinggi. Wayang kulit calonarang dari zaman ke zaman terus mengalami perubahan terutama pada bentuk dan struktur pertunjukannya. Wayang kulit calonarang masih dianggap sebagai pertunjukan paling angker diantara wayang-wayang lainnya. Dengan keangkeran itu, maka secara individu orang takut untuk menanggapnya karena takut kena resiko dari pertunjukan itu yang kadang-kadang mengundang konflik sosial. Di era globalisasi ini, ternyata wayang calonarang masih eksis dan mengikuti perkembangan zaman. Terbukti telah dilakukannya berbagai eksprimen dengan memadukannya dengan teknologi modern, sehingga muncul pertunjukan wayang calonarang inovatif.  Di samping itu para dalang ingin tampil beda seperti halnya dalang I Wayan Nardayana yang terkenal dengan dalang Cenk Blonk mementaskan wayang calonarang berkolaborasi dengan dalang Jro Mangku Gede Made Subagia yang terkenal sebagai pini sepuh ajaran Siwa Murti. Pementasan ini dilakukan pada tahun 2012 dalam rangka piodalan di Pura Dalem Ped Nusa penida. Keunikan pementasan ini adalah dengan menghadirkan dua watangan matah yang kemudian diusung ke kuburan desa setempat seperti layaknya orang meninggal dunia. Pertunjukan ini selain sebagai pelengkap dari upacara pujawali juga memberi hiburan kepada masyarakat dan memberikan makna pencerahan kepada masyarakat agar tidak melakukan kejahatan ilmu hitam di zaman modern ini. 
Pupuh Dalam Dramatari Arja Rare Angon Oleh Keluarga Kesenian Bali RRI Denpasar Adhi Santika, Sang Nyoman Gede; Sedana, I Nyoman; Marajaya, I Made
Kalangwan : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 6 No 1 (2020): Juni
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pertunjukan dramatari Arja Rare Angon oleh Keluarga Kesenian Bali RRI Denpasar yang dipentaskan pada tahun 2006 tidak lepas dari keberadaan pupuh, sehingga dapat dikatakan sebagai dramatari bertembang karena peranan pupuh tersebut sebagai media ungkap dalam pengantar cerita Rare Angon yang terelaborasi dengan elemen-elemen pendukung yang ada dalam dramatari Arja. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk memahami bentuk, estetika, dan makna pupuh dalam dramatari Arja Rare Angon oleh Keluarga Kesenian Bali RRI Denpasar. Penelitian pupuh tersebut menggunakan desain penelitian deskriptif analitik. Ada tiga pokok permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini meliputi : (1) Bagaimana bentuk pupuh yang terdapat dalam Dramatari Arja Rare Angon oleh Keluarga Kesenian Bali RRI Denpasar? (2) Bagaimana estetika Pupuh yang terdapat dalam Dramatari Arja Rare Angon oleh Keluarga Kesenian Bali RRI Denpasar? (3) Apa makna syair Pupuh yang terkandung dalam Dramatari Arja Rare Angon oleh Keluarga Kesenian Bali RRI Denpasar? Permasalahan tersebut dianalisis dengan teori bentuk, teori estetika, dan teori semiotika. Jenis data penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui teknik observasi, teknik wawancara, studi kepustakaan, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Pupuh memiliki unsur-unsur pembentuknya diantaranya unsur utama yakni tiga pola persajakan antara lain Padalingsa, Guru Wilangan dan Guru Dingdong dan juga syair Pupuh yang didapat dari sumber cerita Rare Angon, kemudian unsur penunjang antara lain Notasi, alur cerita, dan penokohan; (2) estetika Pupuh dalam dramatari Arja Rare Angon adalah keutuhan yang menggabungkan seluruh unsur pembentuk Pupuh pada adegan papeson dan adegan panyerita dengan memiliki keselarasan pada adegan papeson ketika terjalin hubungan antara Pupuh, gerak tari, dan musik iringan. Kecemerlangan terletak pada daya pikir para penari dalam menggunakan teknik nyompong dan dalam menciptakan syair pupuh dalam improvisasi adegan panyerita dan pekaad. (3) Pupuh dalam dramatari Arja Rare Angon memiliki dua makna, yaitu makna denotasi dan makna konotasi. Makna denotasi adalah Pupuh secara keseluruhan adalah sebuah representasi dari alur cerita Rare Angon, sedangkan makna konotasi adalah makna yang tidak tampak namun dapat dirasakan. Artinya Pupuh dalam dramatari Arja Rare Angon mengandung makna simbolik, keindahan, keteladanan, penyucian diri, dan makna kedamaian.
Wayang Kulit Cenk Blonk Dalam Konteks Promo I Made Marajaya
Mudra Jurnal Seni Budaya Vol 31 No 2 (2016): Mei
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31091/mudra.v31i2.30

Abstract

Penelitian ini mengkaji pertunjukan Wayang kulit Cenk Blank (WKCB) dalam konteks promo barang dan jasa di era globalisasi dari perspektifkajian budaya. Penelitian ini menyangkut realitas dan fenomena baru dalam kancah seni pewayangan Bali. Bahwasannya, pertunjukan wayang kulit yang tidak terikat oleh Pakem Pewayangan clan Dharma Pewayangan justru disukai oleh orang banyak. Keberanian dalang Nardayana mendekonstruksi unsur-unsur estetika pertunjukan Wayang kulit tradisional menjadi seni kemasan baru bergaya populer menyebabkan banyak pihak untuk tertarik mementaskannya dalam konteks promo barang danjasa. Adapun yang dibahas dalam penelitian ini ada dua hal yaitu : (1) Wujud WKCB dalam konteks promo barang dan jasa ; (2) makna WKCB dalam konteks promo barang dan jasa bagi masyarakat. Persoalan tersebut dibahas dengan menggunakan teori budaya populer, teori dekonstruksi, dan teori Wacana. Teori diaplikasikan secara eklektik dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan kajian budaya dan data diolah dengan metode analisis deskriptif kualitatif interpretatif. Penelitian ini mcnghasilkan wujud WKCB dalam konteks promo Telkomsel, promo Kopi ABC, Promo Sepeda Motor Yamaha, dan promo Obat Antangin JRG. Makna yang terkandung dalam penelitian ini yaitu makna sosial, makna ekonomi, makna iklan, dan makna hiburan.
Makna Ruwatan Wayang Cupak Dalang I Wayan Suaji Made Marajaya; Dru Hendro
Mudra Jurnal Seni Budaya Vol 36 No 1 (2021): Februari
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31091/mudra.v36i1.1329

Abstract

Wayang Cupak termasuk pertunjukan langka di Bali, keberadaannya menambah genre pertunjukan Wayang Kulit Bali yang terus berkembang. Pertunjukan wayang kulit berfungsi sebagai wali, bebali, dan balih-balihan. Sebagai seni wali, pertunjukan wayang kulit hadir dalam berbagai jenis upacara termasuk upacara ruwatan. Upacara ruwatan yang paling populer di Bali disebut dengan Sapuh Leger. Selain Wayang Sapuh Leger, Wayang Cupak pun juga difungsikan untuk ruwatan seperti di Kabupaten Badung. Banyak ditemukan dalang wayang kulit di Kabupaten Badung, namun tidak banyak yang khusus mementaskan Wayang Cupak, hanya Dalang I Wayan Suaji yang merupakan keturunan dalang Wayang Cupak mampu meneruskan budaya ruwatan melalui pertunjukan Wayang Cupak. Orang-orang yang diruwat umunnya telah menginjak dewasa yang memiliki sifat loba, rakus, pemalas, dan tidak mengenal etika. Fenomena ruwatan (fenomena budaya) dikaji melalui pendekatan ilmu kajian budaya dengan metode kualitatif yang hasilnya merupakan deskripsi pencatatan hasil pengumpulan data, pengolahan data hingga analisis data tentang gejala atau fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Ruwatan Wayang Cupak yang terpelihara masyarakat hanya di wilayah Desa Adat Kerobokan dan sekitarnya dan sudah menjadi sebuah tradisi. Bentuk ruwatan Wayang Cupak dapat dilihat sarana dan prasarananya, seperti: canang uleman, banten ruwatan, pementasan wayang, proses ruwatan, mantra ruwatan, dan tirta ruwatan. Setelah dikaji bentuk ruwatannya, kemudian maknanya bagi masyarakat Hindu Bali. Beberapa makna ditemukan berupa: makna filosofis, makna religius, makna simbolik, makna pembersihan diri, dan makna budaya. Dapat dikatakan bahwa pertunjukan Wayang Cupak pada umumnya hanya dipentaskan untuk ruwatan dan belum disentuh oleh teknologi canggih, pertunjukannya masih sangat tradisi, dan hanya diganti gamelannya saja sebagai media untuk menciptakan iringan sesuai dengan adegan dalam lakon. Lakonnya bersumber dari cerita panji/malat atau folklore, sehingga secara filosofis wacana dikaitkan dengan konsep rwa belum ditemukan bhineda yang harus dilalui dalam kehidupan untuk menuju moksartam.
Discovery in Balinese Shadow Puppet Shows I Made Marajaya
Randwick International of Social Science Journal Vol. 4 No. 1 (2023): RISS Journal, January
Publisher : RIRAI Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47175/rissj.v4i1.594

Abstract

The purpose of this article is to examine discovery in relation to the creativity of Balinese shadow puppet show agents. Since time immemorial, there has been nothing new in the creativity of Balinese shadow puppet shows. However, it turns out that there is novelty and discovery in the development of Balinese shadow puppet shows. The problems are: 1) Why does the puppeteer innovate in the Balinese shadow puppet show?; 2) What is the form of discovery in the Balinese shadow puppet show?; 3) Is there an impact of discovery in the Balinese shadow puppet show? This problem has been investigated using qualitative methods. Discovery elements related to creativity in Balinese shadow puppet performances have been observed, and a literature study has been carried out based on publications about Balinese shadow puppets. All data were analyzed qualitatively using practical theory and aesthetic theory from a cultural studies perspective. The results of the study show that: 1) responding to market demands, cultural influences from modern society, technological sophistication, and the need for creativity and artist training for Balinese shadow puppet performances; 2) there is a condensation of the performance structure accompanied by a simplification of the language of the puppeteers, variations in the movements of the puppet characters, variations of light, variations of sound, and new apparatus are discoveries in Balinese shadow puppet performances; and 4) the discovery of the Balinese shadow puppet show has had an impact on Balinese puppet artists and art. Keywords : Discovery, Creativity, Shadow Puppet Show, Bali.
Eksagerasi animasi god toon dalam cerita Alkitab: Kisah Daniel dalam konteks historis dan kultural Andreas James Darmawan; I Made Gede Arimbawa; I Made Marajaya
KURIOS Vol. 9 No. 2: Agustus 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v9i2.729

Abstract

Exaggeration is a solution to attract attention again when conveying a message, especially when the message is an old, repeated message. This exaggeration is needed to provide novelty to the target's boredom with old, repetitive messages. This research examines a Bible story film with a bold novelty value with the scientific knife of romantic hermeneutics. The episode that is the scope of the research is the story of Daniel in the Lion's Cage, from a Korean animation studio called God Toon. This research uses a descriptive qualitative method, which describes historical and cultural contexts obtained from several literary sources, interviews, and researcher interpretations. The research results are a study of exaggeration in Biblical characterizations, which gives rise to reference implications for research that addresses similar topics. The impact of the research is to encourage similar efforts that try to make a breakthrough in the target's boredom of receiving Bible stories that are visually relatively the same, as well as trying to generate story messages so that they continue to gain interest and a place in the hearts of Christians. AbstrakEksagerasi merupakan solusi untuk menarik atensi kembali dalam menyampaikan sebuah pesan, apalagi pesan yang hendak disampaikan adalah pesan lama yang berulang; eksagerasi ini diperlukan sebagai solusi dalam upaya memberikan kebaruan pada kejenuhan target pada pesan lama yang berulang. Penelitian ini mengkaji sebuah film cerita Alkitab dengan nilai kebaruan yang berani dengan pisau keilmuan hermeneutik romantisme. Episode yang menjadi lingkup penelitian adalah cerita Daniel di Kandang Singa, dari studio animasi korea bernama God Toon. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif, yang menggambarkan kedua konteks baik historis maupun kultural, yang didapatkan dari beberapa sumber literatur, wawancara, dan tafsiran peneliti. Hasil penelitian berupa sebuah kajian tentang eksagerasi pada penokohan Alkitab, yang melahirkan implikasi acuan bagi penelitian yang mengangkat topik yang serupa. Dampak penelitian adalah mendorong upaya serupa yang mencoba melakukan terobosan bagi kejenuhan target menerima cerita Alkitab yang secara visual relatif sama, serta berupaya mengenerasi pesan cerita agar tetap mendapatkan minat dan tempat dalam hati umat Kristiani.
Pertunjukan Wayang Cenk Blonk Virtual Sebagai Media Sosialisasi Covid-19 Dru Hendro; Made Marajaya
Prosiding Bali Dwipantara Waskita: Seminar Nasional Republik Seni Nusantara Vol. 1 (2021): Prosiding Bali Dwipantara Waskita: Seminar Nasionar Republik Seni Nusantara
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pertunjukan Wayang Cenk Blonk adalah salah satu jenis pertunjukan wayang kulit inovatif yang ternama di Bali. Wayang Cenk Blonk selama masa pandemi Covid-19 ini telah banyak meramaikan pentas wayang secara virtual di media sosial melalui program YouTube yang diberi nama Cenk Blonk Channel. Pertunjukan Wayang Cenk Blonk virtual di media sosial disajikan dalam bentuk minimalis berdurasi antara 15-20 menit, dengan menampilkan tokoh punakawan dan bebondresan di atas layar. Iringan dan tertawa penonton disetting melalui media rekam hingga pertunjukan selesai. Peran serta Dalang I Wayan Nardayana dalam menyosialisaikan Covid-19 di Bali patut diapresiasi karena merupakan fenomena budaya dan berdampak positif terhadap upaya pemerintah untuk menyelamatkan jiwa masyarakat dari wabah penyakit yang sangat mengerikan ini. Pesan-pesan yang disampaikan sangat komunikatif dengan mengunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh penonton. Di samping itu pertunjukan virtual ini sangat menghibur karena sesuai dengan selera estetik masyarakat milenial. Dengan alasan itulah tulisan ini dibuat dengan judul “Pertunjukan Wayang Cenk Blonk Virtual Sebagai Media Sosialisasi Covid-19” dengan 3 rumusan masalah yaitu : (1) Bagaimana bentuk pertunjukan Wayang Cenk Blonk virtual sebagai media sosialisasi Covid-19 ? ; (2) Pesan-pesan apakah yang disampaikan dalam pertunjukan Wayang Cenk Blonk virtual sebagai media sosialisasi Covid-19 ? dan ; (3) Apakah makna pertunjukan Wayang Cenk Blonk virtual sebagai media sosialisasi Covid-19 bagi masyarakat Bali ?. Seluruh permasalahan dianalisis dengan menggunakan dua teori yaitu teori Budaya Media dan Teori Wacana. Adapun metode yang dipergunakan dalam menganalisis permasalahan di atas adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomenalogis.