Sebagai bentuk diskriminasi gender, kekerasan seksual menjadi salah satu bentuk diskriminasi yang meracuni dunia pendidikan. Meskipun berbagai negara telah merumuskan kebijakan anti-seksisme dan anti-diskriminasi gender di berbagai instansi pendidikan, sayangnya, laporan akan kekerasan seksual masih sering menghantui perguruan tinggi. sebagai contoh nyata bahwa perjuangan melawan ketidakadilan masih jauh dari selesai. Untuk mengurai permasalahan tersebut maka kajian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yang melibatkan pemeriksaan sumber-sumber hukum seperti peraturan, keputusan, teori hukum, dan pandangan ahli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, terdapat berbagai faktor yang dapat membuat peningkatan kasus kekerasan seksual, baik itu dari segi tidak adanya hubungan yang seimbang dengan mahasiswi dengan akses pelaporan kekerasan seksual di kampus yang baik, lemahnya posisi kekuasaan superior seperti dosen ataupun koordinat kampus yang menjadi sumber pelaporan bagi para korban kekerasan seksual tersebut. Kedua, banyak juga yang disebabkan karena peraturan dan sanksi bagi pelaku kekerasan seksual masih dapat disuap dengan uang dan menurut pihak kampus tersebut adalah hal yang menguntungkan, sehingga para pelaku kekerasan seksual di kampus dapat semakin marak dan memanipulasi fakta yang diberikan bagi para umum. Penulis berharap pemerintah maupun pihak yang terlibat dapat membentuk aparat yang bermoral sehingga kasus ini tidak semakin merajalela khususnya di lingkungan Pendidikan.